Thursday, July 1, 2021

PHK Akan Jadi Jalan Keluar Darurat Saat PPKM Darurat

Pemerintah membatasi aktivitas lewat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat (PPKM Darurat) pada 3-20 Juli 2021. Kekhawatirannya, target pertumbuhan ekonomi 4,5 persen-5,3 persen pada tahun ini kandas karena kebijakan tersebut bakal menekan kegiatan ekonomi.

Kepala Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri mengungkapkan kebijakan PPKM darurat sudah pasti akan menekan permintaan atau daya beli masyarakat. Berkaca dari tahun lalu, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menekan Produk Domestik Bruto (PDB) RI kuartal II minus 5,32 persen secara tahunan (yoy). Pukulan paling telak dialami sektor transportasi dan pergudangan (-30,84 persen yoy) serta penyediaan akomodasi dan makan minum (-22,02 persen yoy).

Memang, kontraksi PDB kemungkinan besar tak akan sedalam tahun lalu karena faktor base effect 2020 yang sangat rendah. Namun, kondisinya justru bakal jauh lebih berat bagi pengusaha karena arus kas mereka sudah tergerus habis-habisan untuk bertahan di tengah pandemi selama hampir 1,5 tahun. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan perhatian khusus kepada lapangan usaha yang paling terdampak PPKM darurat.Ini penting agar tidak ada gelombang baru pemutusan hubungan kerja (PHK).

Beberapa lapangan usaha yang terdampak itu di antaranya ritel dan restoran. Berdasarkan dokumen panduan PPKM Darurat yang dirilis Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, pusat perbelanjaan/mal dan pusat perdagangan akan ditutup, sementara restoran hanya bisa melayani pesan antar.

"Jadi, memang perlu ada insentif untuk sektor-sektor ini karena mereka bertahan saja sekarang kan sebenarnya sulit. Jangan kasih kredit baru buat ekspansi, beri keringanan saja seperti pajak, bukan cuma pusat, tapi juga daerah, seperti PBB," ujarnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (2/7).

Yose juga berpandangan pemerintah perlu menyiapkan stimulus baru bagi sektor manufaktur dalam berbagai bentuk, baik itu pinjaman berbunga rendah, penjaminan kredit hingga insentif pajak. Tujuannya, bukan agar mereka berekspansi, melainkan agar mereka tak melakukan PHK karyawan dan melakukan perekrutan kembali.

Terlebih untuk mengurangi risiko pandemi, pengusaha sektor manufaktur akan lebih memilih untuk menggunakan sedikit tenaga kerja dan menambah kapasitas mesin. "Kita perlu insentif untuk re-hiring. Jadi, memberikan bantuan kepada dunia usaha tujuannya bukan untuk menjalankan atau memperluas produksinya dengan memberikan pajak dan lain-lain, tapi untuk bisa hiring back," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan hal yang tak kalah penting untuk mencegah PHK selama penerapan PPKM Darurat adalah memastikan daya beli masyarakat tetap terjaga. Sebab, meski restoran masih boleh dibuka dan aktivitas produksi industri kritikal diizinkan work from office 100 persen, mereka tetap tidak bisa bertahan jika tidak ada permintaan.

Tentu sejumlah industri masih bisa mengandalkan ekspor ketika pasar domestik lesu. Tetapi, saat ini permintaan masih terbatas kecuali untuk komoditas tertentu seperti batu bara dan kelapa sawit yang harganya sedang moncer.

Karena itu, peran anggaran pemerintah tetap harus menjadi andalan. "Pemerintah perlu mengintensifkan bansos dan stimulus terlebih untuk sektor-sektor paling terdampak seperti pariwisata, transportasi, ritel dan lain-lain," ungkapnya. Faisal juga meminta pemerintah agar tidak terlalu ambisius mengejar target pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5 persen hingga 5,3 persen tahun ini. Yang paling penting, menurutnya, fokus pada penanganan pandemi covid-19 agar peningkatan kasus serupa tidak akan berulang di masa mendatang.

"Untuk tahun ini pertumbuhan ekonomi bisa tertekan lebih rendah dari 3 persen.Sebelumnya, kami prediksi 3-4 persen," imbuh Faisal. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Tauhid menyarankan penambahan stimulus fiskal dalam bentuk perluasan bantuan sosial tunai dan program padat karya tunai.

Anggarannya, dapat diperoleh dari realokasi belanja infrastruktur atau program kementerian, seperti work from Bali. "Masih banyak pos belanja yang sebenarnya tidak efektif, itu bisa dipangkas dan dialihkan ke program yang multiplier effect-nya lebih besar," jelasnya. Ia juga mendukung rencana pemerintah untuk memberikan bantuan subsidi tarif listrik serta memperpanjang kebijakan bantuan sosial.

Namun, ia memberikan catatan bahwa bantuan sosial harus dalam bentuk tunai dan bukan paket sembako seperti yang dilakukan sebelumnya. Di samping itu bantuan tunai juga perlu diperluas kepada kelompok masyarakat menengah bawah atau aspiring middle class.

Jika anggaran pemerintah tak cukup, program dengan anggaran besar namun tak memberikan dampak secara langsung terhadap perekonomian jangka pendek lebih harus diubah. Salah satunya adalah Kartu Prakerja. "Karena memang kurang tepat di masa seperti ini. Tujuan untuk peningkatan kompetensinya pun kurang tercapai," tandasnya.

No comments:

Post a Comment