Direktur Jenderal Pajak ken Dwijugiasteadi menegaskan wajib pajak berhak untuk tidak ikut tax amnesti asalkan melaporkan harta tambahan melalui pembentulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan. Namun, ia mengancam akan mengenakan denda pajak sebesar 200 persen dari tambahan penghasilan wajib pajak bukan peserta tax amnesty, jika suatu saat petugas pajak menemukan adanya harta tambahan yang belum dilaporkan.
Penegasan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Perdirjen Pajak itu terbit pada 29 Agustus 2016, menyusul maraknya keluhan Wajib Pajak terhadap pelaksanaan tax amnesty di media sosial dalam beberapa hari terakhir.
"Dalam hal Wajib Pajak tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak dan Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi atas Harta yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak diterapkan," jelas Ken seperti dikutip dari Perdirjen tersebut.
Sebagai informasi, Pasal 18 ayat (2) UU Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak menjelaskan, Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT sampai dengan periode tax amnesty berakhir dan ditemukan harta tambahan yang diperoleh sejak 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan, harta tambahan tersebut dihitung tambahan penghasilan.
Tambahan penghasilan menjadi dasar perhitungan DJP untuk periode paling lama tiga tahun sejak tax amnesty berlaku. Namun, pada pasal 18 ayat (3) ditegaskan: atas tambahan penghasilan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200 persen dari PPh terutang.
Dalam Perdirjen Pajak tersebut, Ken Dwijugiasteadi memastikan wajib pajak orang pribadi yang berasal dari kalangan petani, nelayan, pensiunan, tenaga kerja Indonesia, dan WNI yang memperoleh penghasilan di luar negeri boleh tidak ikut tax amnesty.
Namun khusus kalangan wajib pajak tersebut, dia menjamin tidak akan dikenakan denda pajak 200 persen dari tambahan penghasilan atas harta tambahan yang ditemukan petugas pajak nantinya. Namun, Dirjen Pajak membatasi hanya tambahan harta yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT.
Kriteria harta tambahan yang dimaksud Ken antara lain harta warisan atau harta hibah yang diterima keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
Menurut Ken, harta warisan atau hibah tersebut dikecualikan sebagai objek Pengampunan Pajak jika diterima oleh ahli waris yang tidak memiliki penghasilan atau pendapatannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Selain itu, harta warisan atau hibah yang sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan pewaris atau pemberi hibah juga dikecualikan sebagai objek amnesti pajak. Menurutnya, nilai wajar harta tambahan tersebut menggambarkan kondisi dan keadaan dari aset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak pada akhir tahun pajak terakhir.
"Nilai wajar yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pernyataan Harta tidak dilakukan pengujian atau koreksi oleh Direktur Jenderal Pajak," tegas Ken.
No comments:
Post a Comment