PT Adaro Energy Tbk membukukan pendapatan usaha sebesar US$1,17 miliar pada paruh pertama tahun ini, turun 16 persen dibandingkan dengan perolehan periode yang sama tahun lalu US$1,4 miliar. Kendati demikian, perseroan masih mencatatkan laba operasional sebelum pajak (EBITDA) sebesar US$397 juta berkat efisiensi. Laba bersih Adaro tersebut meningkat 4 persen dibandingkan dengan perolehan semester I 2015 yang sebesar US$381 juta.
Efisiensi yang dilakukan Adaro berhasil memangkas beban pokok pendapatan sebesar 21 persen menjadi US$873 juta. Penghematan yang dilakukan Adaro menyasar pula pada belanja modal , yang anjlok sebesar 32 persen, dari US$42 juta pada semester I tahun lalu menjadi US$27 juta pada enam bulan pertama tahun ini.
Tampaknya, Adaro justru mengalokasikan dana yang cukup besar untuk membayar utang. Hal itu terlihat dari nominal utang bersih perusahaan yang berkurang 36 persen, dari US$1,04 miliar pada akhir paruh pertama tahun lalu menjadi tinggal US$702 juta pada semester I 2016. Perseroan menganggap likuiditas perusahaan tetap terjaga dengan baik, yakni sebesar US$$893 juta, sehingga menyediakan ruang fleksibilitas dan menjadi penopang bisnis yang tengah berfluktuatif.
Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi Thohir meyakini, penurunan pasar batubara saat ini bersifat siklikal dan secara fundamental akan tetap kokoh untuk jangka panjang. Dia menilai bisnis batubara di Asia Tenggara, terutama di Indonesia, akan tetap prospektif di masa mendatang seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan energi.
“Kami gembira dengan adanya peningkatan dalam dinamika pasar batubara termal akhir-akhir ini, yang ditopang oleh rasionalisasi suplai di negara-negara utama penghasil batubara serta permintaan yang berkelanjutan," tuturnya melalui keterangan resmi Adaro yang dirilis Senin malam (29/8). Garibaldi mengatakan, tiga motor pertumbuhan bisnis perusahaannya, yakni pertambangan batubara, jasa pertambangan dan logistik, serta ketenagalistrikan, akan menciptakan pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.
"Pencapaian terkini Adaro, yaitu penyelesaian keuangan dengan PT Bhimasena Power Indonesia, semakin memperkuat model bisnis perusahaan dan meningkatkan daya saing untuk jangka waktu yang lebih panjang,” katanya.
Kendati demikian, Analis Mandiri Sekuritas Yudha Gautama mengatakan kinerja Adaro berada di atas ekspektasi. Laba bersih kuartal II 2016 dibukukan US$62 juta, dan membuat laba bersih semester I 2016 US$122 juta, naik 3 persen secara tahunan (YoY), berporsi 86 persen dan 85 persen dari prediksi Mandiri Sekuritas dan perkiraan konsensus.
"Kinerja yang lebih baik daripada prediksi itu terutama disebabkan oleh cash cost yang turun (29 persen YoY) didukung oleh turunnya SR ratio, beban mining & processing, serta produktivitas operasional yang baik secara keseluruhan," katanya.
Sebagai tambahan, Adaro juga membukukan keuntungan valas (forex gain) US$4,6 juta pada semester I 2016. Pendapatan semester I 2016 secara umum sejalan dengan prediksi US$1,2 miliar meskipun rerata harga jual (ASP) batu bara US$40,4/ton, turun 17 persen (YoY).
"Kami perlu menegaskan bahwa perusahaan akan mampu membukukan kenaikan SR pada semester II 2016, dan mengindikasikan kenaikan beban pokok penjualan (COGS) ke depannya mengikuti aturan akuntansi baru (ISAK 29) untuk beban stripping yang dapat menciptakan volatilitas beban produksi karena deviasi dari target SR tidak dikapitalisasikan lagi tetapi akan dibebankan secara langsung (directly expensed)," jelasnya.
"Karena itu, kinerja kuartalan perseroan akan lebih volatil. Saat ini kami mengkaji kembali rekomendasi Adaro," tutupnya.
No comments:
Post a Comment