Friday, December 1, 2017

Cara Beli Dan Daftar Harga Rumah Susun Murah Di Stasiun Senen, Manggarai dan Pondok Cina

PT Wika Gedung Tbk menyebut, harga rumah susun (rusun) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang akan dibangun di stasiun tak sampai setengah harga apartemen komersial yang juga akan dibangun di tempat yang sama. Spesifikasi antara keduanya pun disebut akan berbeda.  Wika Gedung sendiri rencananya akan menjadi pengembang proyek Transit Oriented Development (TOD) yang akan membangun rusun MBR dan apartemen komersial di Stasiun Senen dan Manggarai.

Direktur HC, Properti, dan Pengembangan Wika Gedung Nur Al Fata menjelaskan, harga rumah susun untuk MBR pastinya akan jauh lebih murah dibandingkan apartemen komerisal yang sama-sama akan dibangun baik di Stasiun Senen maupun Manggarai. Harganya bahkan bisa kurang dari setengah harga apartemen komersial. "Untuk rusun MBR itu kan ada aturannya, kalau tidak salah DKI Jakarta Rp9,3 juta per m2. Tapi Bu Rini kan mintanya harga mulai dari Rp7 juta per m2. Komersial belum ada harganya tapi kemungkinan dua kali harga rusun bahkan bisa lebih," ujar Al Fata.

Dengan perbedaan harga yang signifikan, menurut Al Fata, spesifikasi antara rusun MBR dan apartemen komersial tentu akan berbeda. Perbedaan fasilitas antara lain, menurut dia, akan terlihat dari penyediaan parkir dan kolam renang.  "Kalau rusun MBR tentu tidak ada parkir untuk mobil, hanya motor. Kolam renang juga tidak ada. Kemudian dari sisi materialnya juga tentu akan ada perbedaan," jelas dia.

Ia menjelaskan, pada proyek TOD di Stasiun Senen, pihaknya berencana membangun tiga tower rusun dan apartemen komersial di lahan seluas 8,6 ha. Dari tiga tower tersebut, satu tower diperuntukkan untuk membangun 450 unit rusun, sedangkan dua tower akan dibangun 1.100 unit apartemen komersial. Adapun proyek TOD di Stasiun Manggarai, menurut dia, akan dibangun di lahan seluas 20 ha. Saat ini master plan proyek ini pun masih disusun. Namun, ia memastikan sedikitnya 20 persen TOD akan dibangun dalam bentuk rusun MBR

Perusahaan milik negara bersinergi mengembangkan Transit Oriented Development atau kawasan tempat tinggal di sekitaran Stasiun Pasar Senen, Jakarta. Nilai investasinya mencapai Rp 500 miliar. Kerja sama tersebut dilakukan PT Wijaya karya Tbk melalui anak usaha PT Wijaya Karya Gedung dengan PT Kereta Api Indonesia guna ikut mendorong penyediaan satu juta rumah bagi masyarakat.

Wijaya Karya ditugaskan sebagai pengembang untuk membangun 480 unit rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah, 882 unit apartemen menengah ke bawah, dan kawasan komersil yang berada di atas lahan seluas 8.560 meter persegi milik KAI.Direktur Utama PT Wijaya Karya Tbk Bintang Perbowo menjelaskan, pengembangan kawasan TOD di sekitar Stasiun Pasar Senen akan berlangsung selama empat tahun dengan jangka waktu kerja sama usaha 50 tahun.

"Satu gedung untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Sedangkan dua gedung untuk rumah susun biasa," ujarnya dalam acara pemancangan tiang perdana (groundbreaking) TOD di Stasiun Pasar Senen, Selasa(10/10).

Dia menyebutkan lebih rinci, sebanyak 35 persen dari total rumah yang akan dibangun ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, sementara sisanya untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Tak hanya pembangunan properti, Wika Gedung juga akan membangun infrastruktur sosial berupa, rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat.

Hadir dalam acara groundbreaking antara lain, menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. PT Wijaya Karya Tbk (Wika) mengaku bakal menggarap proyek Transit Oriented Development (TOD) di Stasiun Manggarai melalui anak usahanya, PT Wika Gedung Tbk bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Sama seperti proyek TOD lainnya, proyek ini akan terdiri dari rumah susun untuk kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan proyek apartemen komersial.

"Selain proyek (TOD) di Stasiun Senen, kami juga bakal bangun di Stasiun Manggarau. Saat ini masih dibahas masterplan-nya," ujar Direktur Utama Wika Bintang Prabowo. Rencananya menurut Bintang, pembangunan proyek akan dikerjakan lebih dulu, sembari memindahkan masyarakat. Setelah masyarakat dipindahkan, tempat yang saat ini masih dihuni pun baru akan dibongkar.

"Itu yang juga masih dibicarakan dengan KAI, karena itu kan tanah mereka. Tapi ini investasi proyeknya jauh lebih besar dari yang di Senen," ungkap dia.  Sama seperti halnya pembangunan proyek TOD di Stasiun Senen, pembangunan TOD di Statiun Manggarai juga akan dikerjakan oleh anak usahanya, PT Wika Gedung Tbk.

Direktur HC, Properti, dan Pengembangan Wika Gedung Nur Al Fata menjelaskan, TOD di Manggarai masih membutuhkan pembebasan lahan.  "Sebenarnya (bangun TOD) di lahan yang sudah dikuasai KAI sudah bisa, tapi dia harus pindahkan Depo-nya sebagian. Masterplan-nya sudah hampir jadi tapi tahapannya ini. Kalau menurut saya sih sebaiknya bangun MBR dulu, warganya dipindahkan baru setelah itu," terang dia.

Rencananya, menurut dia, keseluruhan masterplan akan rampung pada tahun depan. Adapun luas lahan yang bisa dibangun untuk proyek TOD tersebut mencapai sekitar 20 hektar.  "Nanti tentu ada MBR dan proyek komersialnya. Sesuai ketentuan 20 persen itu MBR, tapi Kementerian BUMN minta 30-35 persen. Tentu akan kami lihat," tambah dia

Perum Perumnas dan PT KAI bakal melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) proyek rumah susun berkonsep transit on development (TOD) di Stasiun Pondok Cina, Depok sebelum akhir tahun. Proyek lanjutan dari TOD Stasiun Tanjung Barat, Jakarta, ini akan menelan investasi lebih dari Rp1 triliun. "Kas kami biasanya siap 20 persen [dari total investasi] sisanya bisa berasal dari pembiayaan atau pinjaman perbankan," tutur Direktur Produksi Kamal Kusmantoro usai acara groundbreaking proyek TOD di Stasiun Tanjung Barat, Jakarta (15/8).

Kamal mengungkapkan, proyek TOD Stasiun Pondok Cina bakal lebih besar dibandingkan TOD Stasiun Tanjung Barat. Jika jumlah hunian di TOD Stasiun Tanjung Barat hanya 1.232 unit, jumlah hunian di TOD POndok Cina mencapai 2.305 unit. Sebanyak 30 persen dari total hunian merupakan rusunami bersubsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Sementara sisanya merupakan apartemen sederhana milik (anami) untuk non-MBR.

Selain itu, TOD Stasiun Pondok Cina juga akan dilengkapi zona komersial, yang terdiri dari kios pedagang, area makanan dan minuman (F&B), serta ritel modern dan tradisional. Kamal berharap, pengembangan TOD bakal bermanfaat bagi masyarakat yang menginginkan hunian efisien karena langsung terintegrasi dengan moda transportasi, khususnya kereta commuter Jabodetabek.

Selain itu, pembangunan rusun juga merupakan bentuk dukungan pada program sejuta rumah dan upaya mengurangi angka backlog perumahan. Sama seperti proyek TOD Stasiun Tanjung Barat, proyek TOD Stasiun Pondok Cina juga akan berdiri di atas lahan milik PT KAI. Disebutkan Kamal, KAI memiliki setidaknya 50 titik lahan di Pulau Jawa yang berpotensi dikembangkan menjadi TOD.

Saat ini, lanjut Kamal, perusahaan masih mematangkan soal akses jalan masuk dan perizinan pembangunan TOD Stasiun Pondok Cina sebelu memulai peletakan batu pertama. Perusahaan menargetkan proyek bisa rampung dalam kurun 2,5 tahun. Perum Perumnas bersama PT KAI hari ini, Selasa (15/8), meresmikan dimulainya proyek rumah susun dengan konsep Transit Oriented Development (TOD) di Stasiun Tanjung Barat, Jakarta. Hal ini dilakukan dalam rangka percepatan pembangunan program satu juta rumah dan juga mengurangi angka backlog perumahan.

Direktur Utama Perum Perumnas Bambang Triwibowo mengungkapkan target pembangunan rumah susun ini adalah masyarakat menengah bawah (MBR) dan masyarakat umum lainnya sebagai alternatif hunian yang lebih efisien. Proyek ini mencakup pembangunan tiga tower di Stasiun Tanjung Barat dengan total 29 lantai yang akan menampung 1.232 unit hunian di atas lahan seluas 15.244 meter persegi. Perusahaan menargetkan proyek rampung dalam tempo dua tahun dengan menelan investasi sebesar Rp705 miliar.

“Ini merupakan wujud kerja sama sinergi BUMN untuk pengembangan kawasan yang terintegrasi dan inklusif berbasis TOD, terutama untuk ruang-ruang vertikal yang belum dimanfaatkan”, tutur Bambang pada acara peletakan batu pertama (ground breaking) di Stasiun Tanjung Barat, Jakarta (15/8). Menurut Bambang, pembangunan rusun TOD ini merupakan bentuk inovasi hunian yang terintegrasi dengan sarana transportasi kereta commuter Jabodetabek.

Di tempat yang sama, Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro mengatakan pembangunan rumah susun di lahan idle milik PT KAI sebagai bagian dari komitmen perusahaan dalam mendukung program satu juta rumah. “Pengembangan TOD di kawasan stasiun ini diharapkan mampu mendekatkan akses antara rumah dengan moda transportasi KA yang terintegrasi dengan moda lain, menciptakan efisiensi biaya, waktu, dan tenaga bagi para commuters, serta pengurangan polusi kendaraan dan meningkatkan kualitas hidup bagi masyarakat di perkotaan,” ujar Edi.

Kerja sama pembangunan rumah susun Tanjung Barat Jakarta yang akan dilaksanakan dengan pemanfaatan atas lahan PT KAI memperhatikan pola kerja sama jangka panjang sebagaimana pada Permen BUMN No.PER-13/MBU/09/2014 Tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Badan Usaha Milik Negara

Besarnya pengguna moda transportasi Commuter Line atau KRL yang mencapai lebih dari 900 ribu penumpang Jabodetabek menuju tempat aktifitas karena lebih efisien dan dapat terhindar dari kemacetan. Pembangunan rumah susun ini akan menjawab kebutuhan hunian bagi masyarakat yang bermukim di wilayah stasiun tersebut. Nantinya, proyek serupa akan dikembangkan di lahan lain milik perseroan baik di Jabodetabek maupun seluruh Indonesia. Salah satunya, proyek TOD di Stasiun Pondok Cina, Depok.

Selanjutnya, Perumnas dan PT KAI akan terus bersinergi guna memenuhi perizinan dan ketentuan yang berlaku agar penyediaan hunian yang terintegrasi dengan moda transportasi seperti ini segera terealisasikan di lokasi lainnya. Pembangunan Rusun di stasiun Tanjung Barat Jakarta ini memiliki komposisi hunian rumah susun sederhana milik (rusunami) dan apartemen sederhana milik (anami) di mana sekitar 25 persen diperuntukkan kepada MBR meliputi hunian studio hingga tipe hunian dengan 2 kamar tidur.

Pemerintah meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bersinergi untuk membangun kawasan persinggahan di sekitaran stasiun atau Transit Oriented Development (TOD) demi mendorong pertumbuhan ekonomi.  Perum Perumnas ditunjuk sebagai pengembang pembangunan sekaligus pengelola rumah susun (Rusun) murah berkonsep TOD di sekitar Stasiun Pondok Cina, Depok, dan Tanjung Barat, Jakarta Selatan.

Semaraknya peresmian pembangunan awal seringkali tak dibarengi dengan sosialisasi yang gencar oleh pengembang terkait cara dan akses pembelian bagi masyarakat yang membutuhkan. Masyarakat akhirnya bertanya-tanya soal tahap dan persyaratan untuk bisa memperoleh Rusun murah di lokasi strategis tersebut. Menanggapi hal itu, General Manager Sales Marketing Perumnas Dian Rahmawati menguraikan, masyarakat yang memiliki tempat tinggal di manapun bisa melakukan pemesanan di Stasiun Pondok Cina dan Tanjung Barat.

"Untuk pemesanan dapat dilakukan saat ini di Stasiun Pondok Cina dengan membayar Rp1 juta dan menyertakan KTP (kartu tanda penduduk)," kata Dian. Nantinya, konsumen akan mendapatkan nomor urut pemesanan (NUP) yang dapat dijadikan landasan untuk memilih unit yang dibutuhkan.

Persyaratannya, calon pembeli hanya harus memiliki KTP dan berpenghasilan pokok kurang dari Rp7 juta per bulan. Namun, persyaratan lain menanti jika pembeli ingin menggunakan skema cicilan di perbankan pelat merah. Dijelaskan, harga Rusun sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan fasilitas subsidi di Pondok China akan ditawarkan seharga hanya Rp7 juta per meter persegi. Sedangkan Rusun dengan kualitas sama di Tanjung Barat dibanderol lebih tinggi senilai Rp8,7 juta per meter persegi.

Tipe yang ditawarkan antara lain, tipe studio seluas 18-21 meter persegi, tipe satu kamar seluas 30-32 meter persegi, dan tipe dua kamar dengan luas 40-44 meter persegi. Berdasarkan perhitungan konservatif, Rusun di Pondok Cina tipe studio kemungkinan dibanderol seharga Rp126 juta hingga Rp147 juta, tipe satu kamar akan berkisar antara Rp210 juta - Rp224 juta. Sedangkan harga Rusun tipe dua kamar bisa mencapai Rp280 juta-Rp308 juta.

Sementara itu, Rusun di Tanjung Barat akan sedikit lebih tinggi karena lokasi yang lebih dekat dengan pusat kota. Tipe studio misalnya akan berada di kisaran Rp157 juta- Rp183 juta, tipe satu kamar senilai Rp262 juta - Rp279 juta, dan tipe dua kamar sebesar Rp349 juta - Rp383 juta.

Tak hanya untuk masyarakat berpenghasilan rendah, Perumnas juga menyediakan apartemen sederhana bagi masyarakat umum secara komersial dengan harga mulai dari Rp16,5 juta per meter persegi untuk TOD Pondok Cina. Sedangkan apartemen TOD Tanjung Barat dipatok Rp18,9 per meter persegi. Jika dirinci berdasarkan perhitungan mandiri, harga apartemen komersil bisa mencapai Rp300 juta hingga Rp800 juta.

Sebagai informasi, Perumnas akan membangun empat tower di TOD Pondok Cina yang menampung 3.693 unit hunian. Sekitar 25 persen dari jumlah hunian diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pembangunan Rusun sederhana di lahan seluas 27.706 m2 menelan investasi mencapai Rp 1,45 triliun.  Selain terintegrasi dengan transportasi massal, TOD Pondok Cina juga memiliki konektivitas dengan pusat pendidikan, bisnis, perbankan, pusat pemerintahan, dan rumah sakit sebagai poros utama yang menghubungkan dengan pusat kegiatan utama di perkotaan

No comments:

Post a Comment