Friday, December 8, 2017

Standard Chartered : Ekonomi RI Hanya Tumbuh 5,2 Persen di 2018

Standard Chartered Bank memprediksi, ekonomi Indonesia tahun depan hanya akan melaju di kisaran 5,2 persen. Proyeksi itu lebih rendah dibandingkan target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang sebesar 5,4 persen. Ekonom Senior Standard Chartered Bank untuk Indonesia Aldian Taloputra mengungkapkan, meskipun tak sebesar target pemerintah, proyeksi ekonomi tahun depan lebih tinggi dibandingkan tahun ini yang hanya akan mencapai 5,1 persen.

"Kami masih melihat pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut," ujar Aldian dalam konferensi pers Investment Forum–Korea Corridor di Hotel Raffles Jakarta, Rabu (6/12). Menurut Aldian, kebijakan pemulihan perekonomian yang diambil oleh pemerintah telah berada di jalur yang tepat. Hanya saja, dampaknya untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi memerlukan waktu.

Tahun depan, lanjut Aldian, pertumbuhan ekonomi domestik tak lepas dari pemulihan perekonomian global yang cukup baik. Bank asing asal Inggris ini memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun depan tumbuh 3,9 persen, lebih tinggi dari tahun ini yang hanya mencapai 3,7 persen. Perkembangan ekonomi global tersebut berimbas positif pada permintaan ekspor domestik.

Dari sisi investasi, tahun depan pertumbuhannya juga akan positif, meskipun masih didominasi oleh sektor yang berhubungan dengan infrastruktur dan komoditas.  "Harapan kami, dengan reformasi struktural yang dilakukan pemerintah secara terus menerus pada akhirnya akan menciptakan lingkungan yang baik untuk investasi untuk masih," ujarnya.

Subsidi yang diberikan pemerintah, termasuk bantuan langsung, diharapkan bisa mendongkrak daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah. Hal ini bisa meningkatkan permintaan yang bisa memicu kenaikan investasi swasta. Terkait inflasi, Aldian memperkirakan tahun depan akan ada di kisaran 4 persen atau lebih tinggi dibandingkan tahun ini, 3,8 persen. Namun, proyeksi itu bisa lebih rendah jika harga pangan bergejolak tetap terjaga.

Menurut Aldian ada beberapa alasan pengerek inflasi tahun depan. Pertama, permintaan tahun depan diyakini bakal meningkat sehingga akan mendorong inflasi inti. Selain itu, harga pangan bergejolak juga diprediksi meningkat dan mengalami normalisasi. Tak hanya itu, penyesuaian tarif energi yang diatur pemerintah juga berisiko mendongkrak inflasi tahun depan.

Dari sisi moneter, Aldian memperkirakan Bank Indonesia (BI) tahun depan akan menahan suku bunga acuannya di levelnya saat ini, 4,25 persen. Namun, proyeksi itu bisa berubah setelah melihat pertumbuhan ekonomi di tiga bulan terakhir tahun ini. "Kalau misalnya pertumbuhan ekonomi di kuartal IV lebih baik dari yang diperkirakan atau cukup baik, saya rasa BI akan mempertahankan suku bunganya," ujarnya.

Adapun nilai tukar rupiah tahun depan diprediksi tidak akan banyak berubah dibandingkan posisinya tahun ini yang ada di kisaran Rp13.500 hingga Rp13.600 per dolar AS.  Stabilnya mata uang Garuda tahun depan disebabkan oleh terjaganya defisit transaksi berjalan. Kendati demikian, tren peningkatan suku bunga di luar negeri bakal menahan penguatan rupiah.

"Kurang lebih flat-lah rupiah hingga akhir tahun 2018," pungkasnya

No comments:

Post a Comment