Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan nilai tukar rupiah pada November 2024 melemah 0,84 persen point to point (ptp) terhadap dolar AS dari bulan sebelumnya.
Perry menyampaikan melemahnya nilai tukar rupiah ini disebabkan oleh menguatnya mata uang dolar AS secara luas.
"Serta berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS pasca hasil pemilihan umum di AS," jelasnya dalam konferensi pers RDG BI.
Kendati, depresiasi nilai tukar rupiah diklaim masih lebih baik dibandingkan sejumlah mata uang negara tetangga.
Perry mencatat pelemahan rupiah setidaknya lebih baik daripada dolar Taiwan, peso Filipina dan won Korea Selatan yang masing-masing terdepresiasi sebesar 5,26 persen, 5,83 persen, dan 7,53 persen.
"Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan stabil didukung komitmen BI menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik," tutur dia lebih lanjut.
Selain itu, pemanfaatan seluruh instrumen moneter juga dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).
Menurutnya, kebijakan tersebut juga dimaksudkan untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk investasi portofolio asing dan mendukung penguatan nilai tukar rupiah.
Tercatat hingga 18 November 2024, posisi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI masing-masing tercatat sebesar Rp968,82 triliun, US$3,39 miliar, dan US$387 juta.
"Penerbitan SRBI telah mendukung upaya peningkatan aliran masuk portofolio asing ke dalam negeri dan penguatan nilai tukar rupiah. Kepemilikan non residen dalam SRBI mencapai Rp250,18 triliun atau 25,8 persen dari total outstanding," ucap Perru.
Tak hanya itu, implementasi Primary Dealer (PD) sejak Mei 2024 juga memperkuat efektivitas SRBI sebagai instrumen moneter dalam mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dan pengendalian inflasi.
No comments:
Post a Comment