Indonesia bisa dibilang merupakan pasar yang sangat berpotensi bagi bisnis wealth management atau pengelolaan kekayaan nasabah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi paling menjanjikan di dunia, jumlah orang kaya dan nilai kekayaannya terus tumbuh signifikan.
Semakin banyak orang kaya dan nilai kekayaan, kebutuhan akan produk-produk investasi, manajer investasi, dan perencana keuangan pun semakin besar di tengah derasnya perkembangan informasi dan teknologi.
Perbankan pun menangkap peluang ini dengan berlomba-lomba menawarkan layanan wealth management (WM) kepada para nasabahnya. Hampir semua bank menengah dan besar menawarkan layanan ini. Selain berpotensi menangguk untung berupa komisi (fee based income/FBI), dengan layanan WM, perbankan juga bisa meningkatkan loyalitas nasabah kakap.
Makin banyaknya orang yang berkemampuan menabung dan berinvestasi terjadi seiring kian membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dalam lima tahun terakhir, pendapatan per kapita per tahun penduduk tumbuh 107 persen dari 1.250 dollar AS pada akhir 2005 menjadi 2.590 dollar AS (setara Rp 24,3 juta).
Membesarnya jumlah pihak yang tergolong kaya dapat terlihat salah satunya dari data jumlah dan nilai rekening yang ada di perbankan nasional. Rekening dengan nominal di atas Rp 100 juta bisa dianggap dimiliki individu atau institusi yang sudah memiliki kemampuan berinvestasi alias kaya. Adapun rekening dengan nilai di bawah Rp 100 juta dianggap dimiliki masyarakat kebanyakan mengingat jumlah rekeningnya mencapai 97,66 persen dari total rekening secara nasional yang mencapai 89.097.750 rekening.
Dalam setahun terakhir (periode Februari 2009–Februari 2010), ternyata terjadi penambahan jumlah rekening dengan nominal di atas Rp 100 juta sebanyak 221.206 rekening. Hingga akhir Februari 2010, jumlahnya menjadi 2.083.708 rekening. Pertumbuhan rekening dengan nominal di atas Rp 100 juta mencapai 12 persen selama periode itu. Pertumbuhan tersebut lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan rekening dengan nominal di bawah Rp 100 juta yang sebesar 7 persen.
Dalam periode yang sama, total nilai simpanan orang-orang kaya (rekening dengan nominal di atas Rp 100 juta) meningkat 10 persen atau Rp 137 triliun dari Rp 1.447 triliun pada akhir Februari 2009 menjadi Rp 1.584 triliun pada akhir Februari 2010. Data juga menunjukkan, dari total simpanan di perbankan yang mencapai Rp 1.949 triliun, sebanyak 82 persen dimiliki nasabah dengan nominal rekening di atas Rp 100 juta.
Jika dibedah lebih jauh, pertumbuhan jumlah rekening orang kaya yang paling pesat adalah rekening dengan nominal Rp 1 miliar–Rp 2 miliar, dengan pertumbuhan mencapai 26 persen, dari 109.192 rekening pada Februari 2009 menjadi 137.318 rekening pada Februari 2010.
Makin maraknya kegiatan investasi juga terlihat dari peningkatan dana kelolaan yang signifikan pada instrumen-instrumen investasi ritel seperti reksa dana, unit-link (investasi yang dikaitkan proteksi), obligasi dan sukuk ritel pemerintah, serta saham.
Berdasarkan laporan Bapepam-LK, nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana meningkat 51,03 persen dari Rp 74,93 triliun pada akhir Desember 2008 menjadi Rp 113,17 triliun pada tanggal akhir 2009.
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melaporkan, pendapatan dari unit-link naik 55,22 persen, dari Rp 13,85 triliun pada akhir 2008 menjadi Rp 21,5 triliun pada akhir 2009.
Perdagangan saham juga melonjak pesat terlihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia yang tumbuh 85,85 persen dari 1.355,40 pada akhir 2008 menjadi 2.518,99 akhir 2009. Kenaikan IHSG merupakan yang tertinggi kedua di dunia setelah bursa Shenzhen, China.
Di samping itu, berapa pun obligasi ritel dan sukuk ritel yang diterbitkan pemerintah selalu ludes diserap masyarakat dari segala profesi, termasuk ibu rumah tangga. Tercatat, pemerintah hingga kini telah menerbitkan obligasi negara ritel senilai total Rp 43,45 triliun dan sukuk negara ritel Rp 13,6 triliun.
Dengan kegiatan investasi yang kian marak dan dana kelolaan yang makin besar, bisnis WM yang ditawarkan perbankan pun berkembang pesat.
Direktur Konsumer PT Bank Bukopin Tbk Lamira Septini Parwedi mengatakan, nasabah prioritas Bukopin yang mendapatkan layanan WM juga meningkat signifikan sejak diluncurkan tahun 2006. ”Sekitar 60 persen dari dana kelolaan wealth management Bukopin ditempatkan dalam bentuk deposito,” kata Lamira.
General Manager Divisi Wealth Management BNI Lynna Muliawan mengatakan, jumlah nasabah BNI Emerald yang menikmati layanan WM pada akhir 2009 mencapai 8.000 nasabah, atau meningkat 15 persen dibandingkan akhir tahun 2008. Adapun jumlah dana kelolaan divisi ini tumbuh 28 persen selama tahun 2009.
Peningkatan signifikan jumlah nasabah WM juga terjadi di BII. Menurut Direktur Konsumer BII Stephen Liestyo, jumlah nasabah golongan ini meningkat 20–30 persen per tahun dalam dua tahun terakhir. ”Adapun jumlah dana kelolaannya meningkat 40–50 persen dalam dua tahun terakhir,” kata Stephen.
Robby Mondong, Head Retail Liability Bank Permata, juga mengungkapkan pesatnya penambahan jumlah nasabah WM dalam dua tahun terakhir ini.
”Kebutuhan finansial nasabah semakin berkembang dan beragam. Setiap nasabah membutuhkan solusi yang berbeda sesuai dengan kondisinya masing-masing, Oleh karena itu, permintaan atas solusi dari wealth management terus bertambah,” kata Robby.
Keberadaan nasabah kakap sangat vital bagi perbankan. Pasalnya, meskipun jumlah nasabah kakap hanya sekitar 5 persen dari total nasabah bank bersangkutan, tetapi nilai simpanan yang dimiliki nasabah-nasabah kaya bisa mencapai 30–40 persen dari total simpanan masyarakat yang ada di bank bersangkutan.
Layanan WM juga telah terbukti meningkatkan loyalitas nasabah kaya. Sebab, pada dasarnya, keloyalan nasabah berbanding lurus dengan seberapa banyak jenis produk yang mereka gunakan di satu bank.
Jika nasabah hanya memiliki deposito, mereka memiliki potensi loyalitas rendah. Ketika ada bank yang menawarkan suku bunga yang lebih tinggi, potensinya pindah ke bank tersebut juga tinggi.
Namun, akan berbeda halnya dengan nasabah yang selain memiliki deposito juga membeli reksa dana, asuransi, kartu kredit, dan jenis produk lainnya di bank yang sama. Penawaran suku bunga yang lebih menarik dari bank lain tidak akan berarti apa-apa dibandingkan repotnya ia memindahkan semua fasilitasnya ke bank lain.
Bisnis WM sejauh ini juga telah menjadi kontributor pendapatan berbasis komisi (fee based income) perbankan, baik dari transaksi maupun jasa. Bagi bank-bank besar, fee based income kini telah menjadi sumber profit utama bank di samping pendapatan bunga. Dalam beberapa tahun terakhir, fee based income perbankan rata-rata tumbuh 40 persen per tahun.
No comments:
Post a Comment