”Dengan cara penghitungan tagihan baru ini, tagihan pelanggan tak akan mengalami kenaikan atau penurunan secara drastis lebih dari 18 persen. Kami berharap daya saing industri tidak terpengaruh secara signifikan,” kata Direktur Bisnis dan Manajemen Risiko PT PLN Murtaqi Syamsuddin dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (22/7).
Berdasarkan data PLN, secara nasional tercatat 6.991.024 pelanggan yang terkena patokan batasan kenaikan dan penurunan rekening 18 persen.
Untuk wilayah Jawa dan Bali, total pelanggan yang terkena pembatasan kenaikan atau penurunan rekening itu mencapai 4.929.646 orang dengan rata-rata kenaikan 7,1 persen.
Hitungan rekening pelanggan dengan dua cara, yakni rekening lama (Rp L) atau dengan rekening baru (Rp B). Jika kenaikan atau penurunan rekening baru dibandingkan rekening lama kurang dari 18 persen, rekening ditagih dengan rekening baru.
Bila kenaikan rekening baru dibandingkan rekening lama lebih dari 18 persen, rekening dihitung ulang dengan cara rekening lama dinaikkan maksimal naik 18 persen. Jika penurunan rekening baru dibandingkan rekening lama lebih dari 18 persen, rekening dihitung ulang dengan cara rekening lama diturunkan maksimal 18 persen. ”Ini diterapkan secara otomatis,” kata Murtaqi.
Dengan pembatasan itu, menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, kenaikan TDL untuk industri tidak akan mendorong kenaikan harga barang melebihi 5 persen.
Kenaikan itu akan mendorong kenaikan harga barang rata-rata 2-3 persen. Namun, untuk industri dengan pemakaian listrik tinggi, kenaikan harganya bisa lebih tinggi lagi.
Kenaikan harga barang tidak dapat dihindari karena kenaikan TDL berdampak pada kenaikan biaya produksi dan operasional industri.
Dampak kenaikan TDL terhadap pemutusan hubungan kerja juga dinilai relatif kecil. Masalahnya, angka pengangguran tidak hanya dipengaruhi kenaikan tarif listrik, tetapi juga dipengaruhi masuknya investasi ke dalam negeri.
Ketua Umum Pergantian Antarwaktu Kamar Dagang dan Industri Indonesia Adi Putra Tahir menyatakan, kalangan pengusaha menerima kenaikan TDL untuk industri dengan prihatin.
”Kami mengimbau kawan-kawan dunia usaha supaya menerima dulu dan menghitung kembali, disesuaikan. Industri tak mungkin menaikkan harga karena pasar tidak bisa menyerap yang terlalu tinggi sehingga akan terjadi efisiensi,” katanya.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Lembaga Keuangan Nonbank dan Pasar Modal Wishnu Wardhana dalam perbincangan bersama ekonom Chatib Basri menyatakan, meski perhitungan pemerintah atas kenaikan TDL membuat cemas dunia usaha, pemerintah harus berani mengubah mekanisme pemberian subsidi listrik.
Kebijakan kelistrikan mestinya bukan lagi hanya mengorbankan industri melalui kenaikan tarif. Bukan pula secara populis mengeluarkan kebijakan tidak menaikkan tarif bagi pengguna 450 kVA dan 900 kVA.
”Kerancuan perhitungan antara pihak PLN dan industri sesungguhnya bisa dieliminasi dengan cara subsidi langsung kepada pelanggan listrik tertentu sesuai jumlah besarnya anggaran subsidi yang disediakan pemerintah,” ujarnya.
Dengan mekanisme subsidi itu, besaran tarif listrik bisa diserahkan pada tingkat harga keekonomian PLN. Bisa jadi, anggaran subsidi dimaksimalkan pemanfaatannya sehingga bukan hanya diperuntukkan bagi pelanggan 450 kVA dan 900 kVA, tetapi bisa juga menjangkau pelanggan 1.300 kVA.
”Bicara subsidi listrik terasa ironis sekali. Subsidi disiapkan, tapi listrik tetap dinaikkan, khususnya bagi industri,” kata Chatib yang juga Wakil Ketua Komite Ekonomi Nasional.
No comments:
Post a Comment