Monday, January 5, 2015

Defisit APBNP 2014 Sebesar Rp 227,4 Triliun

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan realisasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014 mencapai Rp227,4 triliun atau 2,26 persen dari PDB. "Realiasai ini lebih rendah dari target anggaran dalam APBNP sebesar 2,4 persen," ujarnya, Senin, 5 Januari 2015.

Tingginya pembiayaan anggaran dari penerbitan surat berharga negara yang mencapai 102,7 persen, menjadi salah satu faktor rendahnya defisit anggaran pemerintah tahun lalu, meskipun diakuinya penerimaan negara tidak mencapai target. "Angka defisit ini masih bisa sedikit ke bawah, karena belum final, masih bisa berubah sampai pertengahan Januari, menunggu realisasi final hasil LKPP," paparnya.

Lembaganya mencatat realisasi pendapatan negara sepanjang 2014 mencapai Rp 1.537,2 triliun atau hanya 94 persen dari rencana asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 yang mencapai Rp 1.635,4 triliun.

Dari angka itu, penerimaan perpajakan mencapai Rp1.143,3 triliun atau 91,7 persen dari target Rp1.246,1 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp 390,7 triliun atau 101 persen dari target Rp386,9 triliun. "Capain tertinggi bersumber dari sumber daya alam minyak dan gas," ujarnya.

Bambang menyatakan melambatnya pertumbuhan ekonomi pada sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan, pelemahan impor, dan penurunan harga CPO di pasar internasional, menjadi penyebab rendahnya raihan pendapatan tahun lalu. "Tentu target pemerintah tahun ini sangat tinggi dan kami menyiapkan sejumlah langkah, " ujarnya.

Seluruh target PNBP tercapai kecuali sumber daya alam nonmigas khsusnya mineral dan batubara serta kehutanan. Pemerintah mengupayakan tambahan penerimaan terutama pajak non-migas hingga Rp 900 triliun, meskipun realisasi baru mencapai Rp 894,5 triliun atau 90,5 persen. "Memang mengalami shortage karena terjadi kenaikan restitusi pajak yang luar biasa, terjadi di hampir seluruh kantor wilayah Ditjen Pajak," paparnya.

Bambang menambahkan, realisasi belanja negara 2014 mencapai Rp 1.764, triliun atau mencapai 94 persen dari pagu Rp 1.876 triliun, perinciannya belanja pemerintah pusat mencapai Rp1.190,8 triliun atau 93 persen dari pagu Rp 1.280,4 triliun dan transfer ke daerah telah mencapai Rp573,8 triliun atau 96,2 persen dari pagu Rp596,5 triliun.

Beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain penyerapan belanja pemerintah pusat dipengaruhi upaya peningkatan efisiensi belanja kementerian negara atau lembaga, kebijakan penghematan perjalanan dinas dan paket rapat akhir tahun 2013 serta pengendalian belanja non-kementerian negara atau lembaga, sehingga tidak melebihi. "Kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi November lalu pun dapat mengendalikan pagu subsidi BBM," paparnya.

Terakhir, realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp 246,4 triliun mencapai 102 persen atau lebih tinggi Rp 4,9 triliun dari target yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 241,5 triliun

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral R. Sukhyar mengatakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor pertambangan meningkat meski tren bisnis sektor ini tengah lesu. Menurut dia, peningkatan ini adalah dampak adanya koordinasi dan supervisi pengelolaan tambang yang dilakukan pemerintah dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sukhyar mengatakan koordinasi ini memacu pemerintah daerah, Kementerian Energi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyelesaikan piutang negara di perusahaan tambang. "Sekarang tidak ada ekspor bahan mentah, dan harga batu bara turun. Tapi, PNBP lebih besar daripada tahun lalu," katanya di kantornya, Senin, 8 Desember 2014.

Sukhyar memperkirakan PNBP dari sektor pertambangan tahun ini mencapai Rp 33 triliun. Hingga November 2014, realisasi PNBP mineral dan batu bara telah mencapai Rp 30,5 triliun. Pada 2013, realisasi PNBP mineral dan batu bara Rp 28,35 triliun. Menurut Sukhyar, tren positif ini terjadi meski pasar pertambangan tengah melemah.

"Kesadaran mereka lebih tinggi. Jelas ini dipicu koordinasi dan supervisi KPK dan intensitas penagihan atau peringatan dari BPK," ujarnya. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral R. Sukhyar menargetkan tambahan pendapatan negara bukan pajak (PNPB) dari sektor minerba naik Rp 10 triliun.

Dengan demikian, pemerintah berencana merevisi target PBNP dari sektor mineral dan batu bara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 dari Rp 40,6 triliun menjadi Rp 50,6 triliun. "Tambahan terbesar berasal dari batu bara, yakni dari tarif adjusment dan tambahan produksi," kata Sukhyar di kantornya, Selasa, 16 Desember 2014.

Untuk mengejar target APBN-P 2015, Sukhyar mengandalkan produksi batu bara yang saat ini menyumbang 70 persen PNPB dari sektor minerba. Sukhyar menyatakan optimistis produksi batu bara bisa menyumbang 90 persen PNPB tahun depan.

Pemerintah memproyeksikan produksi batu bara 2015 sebanyak 460 juta ton. Dari alokasi tersebut, sebanyak 110 juta ton akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Tahun ini, Kementerian Energi menargetkan PNPB dari sektor minerba sebesar Rp 39 triliun. Namun Sukhyar memproyeksi realisasinya hanya Rp 33 triliun. Produksi batu bara diperkirakan mencapai 420 juta ton pada tahun ini.

Menurut Sukhyar, kewajiban yang berhasil ditagih termasuk utang-utang perusahaan tambang pada tahun lalu. Pemerintah juga mewajibkan pengusaha membayar royalti batu bara di muka sebelum barang diangkut. Kalau tidak memenuhi aturan ini, pengusaha tak diizinkan melakukan ekspor.

Meski meningkat dibanding tahun lalu, realisasi PNBP pertambangan masih di bawah target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan sebesar Rp 39,67 triliun. Sukhyar berharap realisasi PNBP pertambangan pada 2015 akan kembali meningkat seiring dengan mulai berjalannya hilirisasi mineral. Apalagi, kata dia, peningkatan nilai tambah komoditas nikel dengan beroperasinya 5 smelter mulai terasa.

No comments:

Post a Comment