Sunday, November 27, 2016

Nasib IHSG Dalam Menghadapi Kenaikan Suku Bunga The Fed Pada Desember 2016

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi bergerak stagnan pada perdagangan hari ini, Senin (28/11), melanjutkan sentimen negatif yang melanda IHSG sepanjang pekan lalu, terkait kenaikan tingkat suku bunga AS pada Desember mendatang. Analis Daewoo Securities Heldy Arifien menjelaskan, pelemahan IHSG sepanjang pekan lalu disebabkan oleh pelemahan saham emiten perbankan akibat anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Selain itu, keputusan Bank Mandiri menambah cadangannya menjadi Rp22 triliun juga menjadi sentimen negatif bagi pergerakan saham perbankan.

"IHSG memang turun sepekan karena memang dari sisi perbankan sendiri ada pelemahan ya, karena kan kalau perbankan sendiri bobotnya terhadap IHSG 28 persen, itu khusus perbankan ya," ucap Heldy, Jumat (25/11). Selain itu, semakin kuatnya prediksi jika The Fed akan menaikkan suku bunganya pada Desember mendatang masih membuat IHSG tertekan sepanjang pekan lalu.

Menurut Heldy, kondisi yang hampir serupa masih akan terjadi pada perdagangan hari ini. Investor masih akan menunggu (wait and see) dengan berhati-hati melakukan transaksi sembari menunggu kenaikan Fed Rate pada bulan depan. Heldy menambahkan, IHSG diprediksi bergerak stagnan pada Senin ini. Ia memprediksi IHSG bergerak dengan rentang support 5.150 dan resisten 5.231.

Dengan penurunan IHSG beberapa perdagangan belakangan ini dan arus dana asing (capital outflow) yang terus berlanjut, menurut Heldy merupakan sebagai sebuah bentuk antisipasi dari investor. Sehingga, jika nantinya The Fed resmi menaikkan suku bunganya maka IHSG tak akan turun jauh dari posisi saat ini.

"Tetap akan turun, tetapi pasti nggak akan jatuh sekali karena penurunannya sudah dari sekarang. Dari sekarang sudah koreksi, nanti nggak mungkin lebih turun jauh lagi," papar Heldy.  Sementara itu, analis Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya berpendapat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan harga komoditas masih akan mempengaruhi pergerakan IHSG pada awal pekan ini. Dengan demikian, William memprediksi IHSG bergerak dengan rentang support 5.088 dan resisten 5.291.

"Investor masih dapat memanfaatkan momentum koreksi wajar untuk melakukan akumulasi pembelian, mengingat dalam rentang invesasi jangka panjang IHSG masih dalam kondisi uptrend, hari ini IHSG berpotensi menguat," ungkap William dalam risetnya. Indeks saham sektor keuangan (finansial) mengalami penurunan paling tajam sepanjang pekan ini. Penurunannya mencapai 3,12 persen menjadi 750,042 jika dibandingkan dengan pekan lalu 774,212.

Analis Daewoo Securities Heldy Arifien menyatakan, penurunan indeks sektor keuangan dipengaruhi oleh pelemahan nilai tukar rupiah sepanjang pekan ini. Jika dilihat, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis lalu (24/11) anjlok hingga menyentuh Rp13.558. "Sektor keuangan ini turun karena tergerus penurunan rupiah sepekan ini," ungkap Heldy, Jumat (25/11).

Tak hanya itu, penambahan cadangan yang dilakukan oleh Bank Mandiri tahun ini menjadi Rp22 triliun juga direspon negatif oleh pelaku pasar. Peningkatan cadangan ini dikemukakan oleh Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo pada Rabu lalu (23/11).Hal itu dilakukan untuk mengatasi banyak kredit bermasalah yang saat ini telah mencapai 3,9 persen. Keputusan Bank Mandiri tersebut dianggap pelaku pasar sebagai sinyal bahwa kredit bermasalah akan meningkat hingga akhir tahun.

"Bank Mandiri meningkatkan cadangannya menjadi Rp22 triliun, itu dipandang oleh pasar ada resiko kenaikan jumlah kredit bermasalah pada akhir tahun nanti," terang Heldy.Berdasarkan catatan Bursa Efek Indonesia (BEI), sektor lainnya yang juga mengalami pelemahan yakni, aneka industri turun 2,47 persen, infrastruktur 1,87 persen, properti turun 0,55 persen, perdagangan turun 0,52 persen, manufaktur 0,49 persen, dan barang dan konsumsi turun 0,09 persen.

Adapun, sektor tambang berhasil memimpin indeks sektoral pekan ini dengan kenaikan 5,86 persen. Sementara, sektor agrikultur naik 3,57 persen dan industri dasar tumbuh tipis 0,08 persen.Menurut Heldy, kembali naiknya sektor tambang dipengaruhi oleh kembali naiknya harga komoditas seperti batu bara, timah, dan stabilnya harga minyak mentah. Namun, Heldy tak menampik jika memang pergerakan harga tambang, khususnya batu bara masih bergerak secara anomali.

"Pergerakannya memang sangat swing, tapi dari Daewoo sendiri, kami melihatnya harga batu bara masih memiliki potensi penguatan lanjutan sampai kuartal 1 2017. Jadi masih bisa dibilang primadona juga walaupun harganya juga berfluktuasi tinggi," papar Heldy.

Sehingga, untuk pekan depan, Heldy merekomendasikan untuk melakukan aksi beli terhadap saham emiten batu bara seperti PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bukit Asam (PTBA) Tbk, dan PT Indo Tambangraya Megah (ITMG) Tbk.  Sementara, pelaku pasar dapat memilih opsi lain dengan melakukan aksi beli pada saham emiten yang bergerak dalam sektor perkebunan seperti PT Astra Agro Lestari (AALI) Tbk, seiring meningkatnya harga minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).

No comments:

Post a Comment