Friday, November 11, 2016

Trump Effect : IHSG Rontok dan Rupiah Sentuh 13.800

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini turun tajam sejak dibuka tadi pagi. Dana asing yang keluar tercatat hingga Rp3 triliun pada penutupan hari ini, Jumat (11/11).  IHSG ditutup turun sebesar 218,33 poin (4 persen) ke level 5.231 setelah bergerak di antara 5.231-5.380.

Sementara di pasar valuta asing, nilai tukar rupiah ditutup melemah ke Rp13.383 per dolar AS, atau turun 245 poin (1,86 persen) setelah bergerak di kisaran Rp13.233-Rp13.873. RTI Infokom mencatat, investor membukukan transaksi sebesar Rp58,38 triliun dengan volume 15,22 miliar saham.

Sebanyak 52 saham naik, 269 saham turun, dan 77 saham tidak bergerak. Sementara delapan dari 10 sektor mengalami pelemahan. Pelemahan terbesar dialami oleh sektor aneka industri yang menguat sebesar 6,57 persen. Dari Asia, mayoritas indeks saham bergerak melemah. Kondisi itu ditunjukkan oleh indeks Nikkei225 di Jepang yang naik sebesar 0,18 persen, indeks Kospi di Korsel turun sebesar 0,91 persen, dan indeks Hang Seng di Hong Kong turun sebesar 1,35 persen.

Sore ini, mayoritas indeks saham di Eropa bergerak melemah sejak dibuka tadi siang. Indeks FTSE100 di Inggris turun 0,58 persen, indeks DAX di Jerman naik 0,21 persen, dan indeks CAC di Perancis turun 0,02 persen. Analis OCBC Securities Budi Wibowo menyatakan, penurunan ini memang sesuai dengan prediksinya jika Donald Trump menang dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS). Menurutnya, IHSG masih terus bergerak volatile hingga minggu depan.

"Iya ini akan masih terus naik turun naik turun. Ini sesuai dengan prediksi jika Trump menang, pasar bergejolak," ungkap dia, Jumat (11/11). Menurutnya, IHSG berpotensi menguat pekan depan karena investor akan kembali imbas harga saham yang murah. Sehingga, banyak investor yang memanfaatkan momentum ini untuk melakukan aksi beli.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS amblas pada perdagangan hari ini dan sempat menyentuh Rp13.865 atau melemah hingga 5,55 persen dari Rp13.138 kemarin. Hal itu akibat spekulasi kenaikan suku bunga AS yang lebih cepat dari perkiraan karena kebijakan Presiden AS yang baru, Donald Trump.

Penjelasannya, jika suku bunga AS naik lebih cepat dari perkiraan, maka investor berbondong-bondong untuk mengalihkan investasi ke Negeri Paman Sam tersebut. Hal itu membuat nilai tukar dolar AS menguat karena dinilai lebih menarik. Pelemahan kali ini merupakan yang terparah sejak September 2011. Sementara di kawasan Asean, dolar AS juga menguat terhadap ringgit Malaysia, peso Filipina dan baht Thailand.

Kepala Riset Daewoo Securities, Taye Shim mengatakan, Donald Trump berencana menaikkan anggaran belanja pemerintah, yang berpotensi meningkatkan inflasi AS. Hal itu membuat pasar berspekulasi bahwa The Fed mungkin harus menaikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan.

“Mengingat tren sekular di pasar uang bergantung pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan arah suku bunga dari kedua negara, pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi di AS dapat memacu pertumbuhan. Sementara kenaikan suku bunga yang diprediksi lebih cepat akan mendorong nilai tukar dolar AS,” jelasnya.

Namun, ia mengingatkan bahwa kebijakan tersebut berpotensi tak sesuai karena pendapatan yang dinilai bakal lebih rendah. Pasalnya, dalam kampanye, Trump menyatakan bakal memangkas tarif pajak, yang akan menurunkan pendapatan negara. Di sisi lain, ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta mengatakan rupiah tertekan isu domestik. Ia menilai rupiah melemah pada perdagangan Kamis lalu bahkan di saat dolar AS melemah terhadap mayoritas kurs di Asia.

“Faktor domestik yang semakin negatif, termasuk kekhawatiran demonstrasi yang bisa berujung kerusuhan di Jakarta hari ini, menjadi penyebab utama tertekannya rupiah,” ujarnya dalam riset.  Tetapi, lanjutnya indeks dolar yang melemah seharusnya bisa memberikan topangan terhadap rupiah pada hari ini, walaupun kekhawatiran terhadap hasil pemilu AS bisa mengembalikan ketidakpastian dalam waktu singkat.

“Fokus domestik juga akan tertuju pada consumer confidence index yang rilis hari ini dan diperkirakan memburuk. Cadangan devisa serta pertumbuhan PDB menjadi yang berikutnya ditunggu, dijadwalkan diumumkan awal minggu depan. Rupiah diperkirakan masih diliputi sentimen pelemahan pada perdagangan hari ini,” jelasnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beranggapan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pagi tadi, merupakan imbas dari kekhawatiran yang muncul pasca terjadi perubahan situasi politik di Amerika Serikat (AS). "Sampai hari ini, kita melihat perkembangan rupiah bersama indeks harga saham dan surat berharga sangat dipengaruhi oleh sentimen yang terjadi secara regional maupun global karena perubahan atau perkembangan situasi politik di Amerika," ungkap Sri Mulyani di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jumat (11/11).

Sri Mulyani meyakini, AS sebagai negara terbesar dari segi ekonomi membuat segala keputusan dan perubahan yang terjadi di AS, termasuk dari sisi politik, memberikan dampak yang luas ke berbagai negara, termasuk Indonesia. "Apapun yang dilakukan dan diputuskan di sana bahkan pernyataan sekalipun juga akan mempengaruhi," yakin Sri Mulyani.

Tak hanya pengaruh dari AS, Sri Mulyani menilai, ada pula sentimen negatif dari spekulasi yang dibuat pihak-pihak tertentu. Namun, untuk hal ini, dirinya memastikan, pemerintah akan segera menganalisa motif dibalik spekulasi tersebut. Untuk itu, bendahara negara ini memastikan bahwa dirinya akan menyisir berbagai dampak dan hal-hal yang mempengaruhi fundamental ekonomi bangsa, termasuk berbagai rumor yang mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Di samping itu, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut akan terus mematangkan langkah untuk membuat pasar dalam negeri tergenjot sehingga turut memberikan sentimen positif bagi ekonomi Indonesia. Lebih dari itu, pasar dalam negeri yang bergairah akan memperkuat fondasi ekonomi.  Kemudian untuk rupiah, Sri Mulyani akan memperhatikan sisi permintaan dan penawaran rupiah. Misalnya, dari sisi permintaan untuk kebutuhan impor, Sri Mulyani akan melihat kebutuhan membayar utang dan seluruh eksposur utang.

"Tapi kita lihat tidak ada alasan untuk khawatir, maka tidak perlu khawatir," katanya. Sementara itu, melihat proses perpindahan kekuasaan politik di AS, Sri Mulyani mengatakan belum melihat dampak besar sementara ini. "Amerika kan masih proses transisi. Jadi, akan terus ada perkembangan baru," tutupnya.

Untuk diketahui, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 160,98 poin (2,95 persen) ke level 5.289 hingga sesi I hari ini dari penutupan perdagangan kemarin di level 5.450,30 karena spekulasi kenaikan suku bunga AS. Sementara, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS amblas pada perdagangan hari ini dan sempat menyentuh Rp13.865 atau melemah hingga 5,55 persen dari Rp13.138 kemarin.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 160,98 poin (2,95 persen) ke level 5.289 hingga sesi I hari ini dari penutupan perdagangan kemarin di level 5.450,30 karena spekulasi kenaikan suku bunga AS. Sejak pagi ini, IHSG udah memperoleh tekanan dari aksi jual. IHSG dibuka pada level 5.273 atau turun hingga 3 persen dari penutupan perdagangan kemarin. Sementara di pasar valuta asing, nilai tukar rupiah ditutup melemah ke Rp13.290 per dolar AS, atau turun 152 poin (1,16 persen) setelah bergerak di kisaran Rp13.273-Rp13.13.873.

RTI Infokom mencatat, investor membukukan transaksi sebesar Rp5,73 triliun dengan volume 6,66 miliar lembar saham. Di pasar reguler, investor asing membukukan transaksi jual bersih (net sell) Rp1,4 triliun di pasar reguler. Sebanyak 41 saham naik, 260 saham turun, dan 65 saham tidak bergerak. Sementara delapan dari 10 sektor mengalami pelemahan. Pelemahan terbesar dialami oleh sektor infrastruktur yang melemah sebesar 3,81 persen.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida menyatakan, penurunan IHSG ini dipastikan akibat pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) yang secara penghitungan cepat menunjukkan Donald Trump unggul dibandingkan dengan Hillary Clinton. “Kalau seperti saya sampaikan pasar modal di seluruh dunia sifatnya sudah saling terkoneksi, apapun yang terjadi di global akan berdampak pada negara-negara lain, tidak hanya indonesia tapi negara lain,” papar Nurhaida, Jumat (11/10).

"Tapi kalau kita lihat, beberapa waktu terakhir ada sesuatu kondisi seperti di AS yang signifikan, yaitu pemilihan dalam artian pemilihan presiden yang baru, memang pada pengumuman kemarin pasar turun. Mungkin cukup signifikan, tetapi setelah itu ada rebound. Kemarin indeks naik, tapi hari ini kita lihat penurunan lagi." Selain itu, jika Donald Trump menang maka dampak lainnya yaitu, kenaikan suku bunga oleh The Fed yang semakin pasti terjadi pada Desember mendatang. Menurut Nurhaida, pasar masih melihat bagaimana kebijakan yang akan diambil oleh The Fed nantinya dengan kemenangan Trump ini.

“Tentu mengamati, dengan adanya pimpinan baru AS ini apakah kebijakan yang akan diambil? Apakah The Fed akan mengambil tindakan menaikkan suku bunga atau tidak? Kalau dilihat, mereka akan mengambil keputusan Desember, sementara pimpinan baru ini kan baru Januari, sehingga masih belum pasti,” terang Nurhaida.

Bursa Efek Indonesia (BEI) menganggap penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang begitu tajam sebagai kepanikan sesaat sebagai dampak unggulnya Donald Trump dalam  penghitungan cepat pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) dibandingkan dengan Donald Trump.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Alpino Kianjaya menyatakan, dengan penurunan IHSG saat ini dapat dimanfaatkan oleh investor untuk melakukan aksi beli. Sehingga, tidak perlu dilihat sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan. “Pembukaan perdagangan hari ini terkoreksi itu wajar, karena memang kan sangat dipengaruhi oleh sentimen global yaitu pilpres AS kan, terpilihnya presiden baru," ungkap Alpino, Jumat (11/10).

"Ini bisa digunakan sebagai momentum untuk beli di saham, orang kalau berpikiran IHSG turun khawatir itu salah, turun kita jangan panik tapi ambil kesempatan.”  Alpino optimistis penurunan ini hanya bersikap sementara, sehingga IHSG pekan depan diprediksi sudah dapat bangkit (rebound). Ia memandang kondisi ini sebagai suatu hal yang wajar terjadi dalam perdagangan saham, di mana jika ada sentimen baik dalam dan luar negeri akan mempengaruhi perdagangan saham.

“Kita tunggu sesi kedua, kalau pun turun saya yakin minggu depan rebound kembali. Itulah stock market, ada naik turun itu wajar. Untuk beberapa pihak ada yang khawatir kebijaksanaan yang akan diterapkan oleh presiden terpilih itu wajar, jadi mereka wait and see, keluar dulu,” papar Alpino.

Namun, ia yakin Donald Trump tidak akan membuat kebijakan yang akan membuat ekonomi dunia turun. Menurut Alpino, Donald Trump tentunya akan memiliki tim yang baik dalam mengambil setiap kebijakan yang akan dilakukan. Hal ini disebabkan, perekonomian suatu negara, khususnya AS, akan mempengaruhi perekonomian negara lainnya, termasuk Indoenesia.

“Mereka tahu kok apa yang harus dilakukan untuk perkembangan ekonomi negaranya. Perkembangan ekonomi kan dampaknya ke negara lain juga, itu semua sinergi. Saya yakin ini sesaat, itu hal yang biasa,” tuturnya. Asal tahu saja, IHSG pagi ini dibuka di level 5.273 atau turun 3 persen dari penutupan perdagangan kemarin di level 5.450,30 atau naik 35,98 poin (0,66 persen).

Hingga pukul 11.14 WIB, IHSG berada ke level 5.284 atau turun 165,68 poin (3,04 persen). Sementara itu, nilai tukar rupiah sepanjang hari ini telah mencapai 13.863 pada pukul 09.10 pagi tadi, sedangkan pukul 11.17 WIB berada di level Rp13.394 atau turun 1,95 persen

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menilai terpuruknya nilai tukar rupiah merupakan efek dari rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed). "Itu karena The Federal Reserve mau naikin [suku bunga]," tanggap Bambang di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jumat (11/11).

Namun begitu, Bambang menampik alasan penguatan dolar AS terhadap rupiah sebagai imbas hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) yang memenangkan Donald Trump dari Partai Republik. Mantan Menteri Keuangan itu menyebutkan, pelemahan rupiah murni imbas prediksi kenaikan suku bunga The Fed yang memang direncanakan usai hajatan Pilpres AS.

"The Federal Reserve memang mau menaikkan setelah pemilihan presiden selesai," imbuhnya. Sementara itu, Bambang tak menyakini bahwa kenaikan suku bunga The Fed sebagai tanda bahwa perekonomian AS telah membaik. Ia hanya menyebutkan, kenaikan suku bunga The Fed murni karena rencana dan perhitungan The Fed sendiri.

Kemudian, terhadap pelemahan rupiah pagi ini, Bambang mengingatkan agar pemerintah tetap fokus menjaga fundamental ekonomi Indonesia hingga akhir tahun. "Pokoknya jaga fundamental, jaga kepercayaan, dan dipastikan ini hanya temporer [dampak pelemahan rupiah]," jelas Bambang.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS amblas pada perdagangan hari ini dan sempat menyentuh Rp13.865 atau melemah hingga 5,55 persen dari Rp13.138 kemarin. Hal itu akibat spekulasi kenaikan suku bunga AS yang lebih cepat dari perkiraan karena kebijakan Presiden AS yang baru, Donald Trump.

Pelemahan kali ini merupakan yang terparah sejak September 2011. Sementara di kawasan Asean, dolar AS juga menguat terhadap ringgit Malaysia, peso Filipina dan baht Thailand. Kepala Riset Daewoo Securities, Taye Shim mengatakan, Donald Trump berencana menaikkan anggaran belanja pemerintah, yang berpotensi meningkatkan inflasi AS. Hal itu membuat pasar berspekulasi bahwa The Fed mungkin harus menaikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan.

“Mengingat tren sekular di pasar uang bergantung pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan arah suku bunga dari kedua negara, pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi di AS dapat memacu pertumbuhan. Sementara kenaikan suku bunga yang diprediksi lebih cepat akan mendorong nilai tukar dolar AS,” jelasnya.

No comments:

Post a Comment