PT Bank Permata Tbk menutup tahun 2016 dengan membukukan rugi bersih hingga Rp6,48 triliun, yang terbesar sepanjang sejarah perusahaan. Padahal tahun 2015, Bank Permata masih membukukan laba Rp247,1 miliar.
Berdasarkan publikasi laporan keuangan perseroan, kinerja Bank Permata harus tertekan akibat tingginya rasio kredit bermasalah (NPL) gross tahun lalu yang mencapai 8,83 persen naik 222,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 2,74 persen. Sementara untuk NPL secara nett, tercatat sebesar 2,24 persen naik jika dibandingkan tahun 2015 yang hanya mencapai 1,40 persen.
Analis Mandiri Sekuritas Priscilla Thany mengatakan kerugian tersebut harus ditelan emiten berkode BNLI karena kenaikan beban pencadangan (provisi) yang signifikan senilai total Rp12,1 triliun, naik sekitar 243 persen secara tahunan.
"Saham emiten ditransaksikan pada valuasi rasio harga saham per nilai buku (P/BV) 2017 sebesar 0,7x. Kami menilai ada risiko terhadap laba bersih PT Astra International Tbk (ASII) sepanjang 2016 sekitar 14 persen di bawah prediksi kami dan konsensus," jelasnya dalam riset, Jumat (17/2).
Alokasi pencadangan ini membuat kenaikan beban operasional Bank Permata mencapai 108,8 persen menjadi Rp16,7 triliun. Padahal, pendapatan operasional Bank Permata juga turun sebesar 2,36 persen secara tahunan menjadi Rp8,15 triliun.
Tahun lalu, Bank Permata membukukan pendapatan senilai Rp8,3 triliun, pengeluaran Rp4,7 triliun, serta laba sebelum pencadangan Rp 3,6 triliun. Pendapatan bunga perseroan tsepanjang tahun lalu juga menurun hingga 5,05 persen dari Rp6,49 triliun di 2015 menjadi Rp6,16 triliun di 2016.
Bank patungan PT Astra International Tbk dan Standard Chartered ini terbebani tiga sektor penggerus kredit. Industri pengolahan mencatatkan penurunan kredit sebesar Rp3,48 triliun. Disusul, sektor perdagangan dan pertambangan yang mencatatkan penurunan kredit masing masing sebesar Rp2 triliun dan Rp1,1 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi, tercatat kredit yang disalurkan Bank Permata pada akhir 2016 lalu mengalami penurunan cukup besar yaitu 24,69 persen secara tahunan menjadi Rp94,7 triliun. Kondisi keuangan berbeda justru ditunjukan oleh sang anak usaha yakni Unit Usaha Syariah Permata. Sepanjang tahun lalu, laba tahun berjalan setelah pajak bersih sang anak berhasil melejit hingga 87,34 persen dari Rp184,1 miliar pada 2015 menjadi Rp344,9 miliar di 2016.
No comments:
Post a Comment