Tuesday, February 14, 2017

Industri Asuransi Jiwa Rugi Rp 3,5 Triliun Karena Salah Investasi

Tahun lalu sepertinya bukan tahun keberuntungan bagi bisnis asuransi nasional. Alih-alih untung, bisnis asuransi jiwa nasional malah tercatat merugi hingga Rp 3,54 triliun dari tahun sebelumnya yang untung Rp10,23 triliun. Sementara, berdasarkan Statistik Asuransi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), laba bersih bisnis asuransi umum melorot mencapai 9 persen, yaitu dari Rp6,34 triliun pada 2015 menjadi hanya Rp 5,76 triliun pada akhir tahun lalu.

Di bisnis asuransi jiwa, laba negatif disinyalir lantaran jumlah pendapatan lebih kecil ketimbang jumlah beban. Adapun jumlah pendapatan bisnis asuransi jiwa sebesar Rp 161,10 triliun, sedangkan jumlah bebannya tembus Rp162,57 triliun.

Jumlah beban yang membengkak tak terlepas dari melesatnya beban asuransi hingga 74,99 persen. Salah satu komponen beban asuransi, yakni pembayaran klaim dan manfaat yang naik 19 persen menjadi Rp 78,60 triliun. Di bisnis asuransi umum, premi bruto meningkat hanya 10 persen. Angka ini terpaut jauh dari ekpekstasi pelaku usaha yang berkisar 15 persen-20 persen. Selain itu, pertumbuhan pendapatan underwriting diikuti juga oleh beban underwriting.

Sebelumnya, Yasril Y Rasyid, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengaku pesismistis pelaku usaha asuransi umum mampu mencapai target premi dikarenakan realisasi pertumbuhan ekonomi nasional lebih rendah dari asumsi. "Tadinya, kami pikir program pemerintah menggiatkan infrastruktur akan berjalan kencang. Ternyata lebih rendah. Selain itu, ekonomi kita juga tumbuh lebih rendah dibandingkan asumsi. Daya belinya turut rendah," ujarnya, akhir tahun lalu.

Direktur Utama PT Asuransi Adira Dinamika (Adira Insurance) sempat menyebutkan, penurunan penjualan otomotif ikut memengaruhi bisnis asuransi umum. Pasalnya, di industri ini, bisnis asuransi kendaraan bermotor menjadi salah satu penyumbang premi terbesar, setelah asuransi kebakaran dan properti.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani menyebut, penyebab kerugian industri asuransi jiwa tahun lalu akibat adanya sejumlah perusahaan asuransi yang salah dalam menempatkan investasi. Data OJK melansir, industri asuransi jiwa mencatat kerugian Rp3,54 triliun pada akhir tahun lalu, berbalik dibandingkan dengan laba Rp10,23 triliun pada akhir 2015.

"Sebenarnya dari sisi besarnya premi itu naik, ini perkara investasi banyak yang disebabkan karena saham-saham yang dibeli, dan diterbitkan kan banyak yang nilainya lagi turun sehingga itu aja kerugiannya," ujar Firdaus saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Selasa (14/2). Sementara untuk pendapatan, tahun lalu industri asuransi jiwa tercatat sebesar Rp161,1 triliun. Perolehan tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah beban yang sebesar Rp162,57 triliun

Firdaus mengatakan, sebenarnya saat ini kondisi keuangan industri asuransi jiwa masih sangat kuat. Hal ini ditunjukan dengan rasio solvabilitas atau Risk Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa yang saat ini mencapai 500 persen di atas ketentuan OJK yang mencapai 120 persen.

"Secara umum industri asuransi kita masih sehat banget. Hasil investasi memang ada beberapa yang naik dan anjok, tapi kami lagi mendalami dengan teman-teman asosiasi tentang masalah apa yang tengah dialami," jelasnya.

Firdaus membantah kerugian dari penempatan hasil investasi tersebut merupakan dampak dari peraturan OJK yang mewajibkan penempatan industri asuransi di instrumen surat berharga negara (SBN). Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) nomor 1/POJK.05/2016 tanggal 11 Januari 2016 tentang Investasi SBN bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank.

Aturan ini menetapkan bahwa per 31 Desember 2016, dana pensiun wajib mengalokasikan minimum 20 persen dana kelolaannya pada SBN. Selanjutnya per 31 Desember 2017, dana pensiun wajib menempatkan minimum 30 persen dana kelolaan pada SBN. "Kalau tahu hasil investasi di obligasi pemerintah itu sangat stabil bahkan dia di atas suku bunga deposito. Jadi tidak ada masalah. Mungkin penempatan di sektor lain," ujarnya.

No comments:

Post a Comment