Menteri Keuangan Chatib Basri optimistis perkiraan inflasi masih sejalan dengan target pemerintah yang dipatok hingga akhir tahun ini. Ia mengatakandeflasi bulan September 2013 sebesar 0,35 persen akan memberi andil pada tercapainya target inflasi tahunan pemerintah.
"Saya kira masih akan sejalan dengan perkiraan pemerintah," kata Chatib ditemui usai membuka Musyawarah Nasional Asosiasi Profesi Penilai Pemerintah di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu, 2 Oktober 2013.
Chatib menuturkan efek kenaikan harga bahan bakar minyak praktis telah berakhir menyusul kembalinya kepercayaan pasar pascapengumuman laju inflasi September 2013. Selain itu, reaksi pasar yang positif juga ditunjukkan dengan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan sepanjang bulan September 2013 terjadi deflasi sebesar 0,35 persen. Sementara inflasi year-to-date berada pada 7,57 persen, sedangkan inflasi year-on-year 8,4 persen.
Di sisi neraca perdagangan, BPS mengumumkan neraca perdagangan sepanjang bulan Agustus 2013 mengalami surplus US$ 132,4 juta. Hal yang sama juga terjadi pada neraca volume perdagangan pada periode yang sama yaitu surplus 43,11 juta ton.
Menanggapi deflasi dan surplus neraca perdagangan, Chatib mengatakan langkah yang selanjutnya dilakukan pemerintah yakni menjaga stabilitas. Kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi per Juni lalu mulai menunjukkan gejala berkurangnya volume konsumsi impor BBM. Di sisi lain, upaya memperlambat angka pertumbuhan juga mulai memberikan dampak berupa neraca perdagangan yang surplus.
Untuk menjaga stabilitas, pemerintah akan mengubah sistem kuota dalam perdagangan impor hortikultura menjadi mekanisme harga. Kebijakan tersebut pun telah membuat arus impor makanan dan arus barang menjadi lebih lancar. "Sementara itu, perlindungan diberikan dalam bentuk tarif," ujar dia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa meyakini inflasi tahunan tidak akan mencapai sembilan persen. Hal itu terlihat dari deflasi sebesar 0,35 persen yang terjadi di bulan September.
"Saya yakin tidak akan sembilan persen," katanya saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Selasa,1 Oktober 2013. "Untuk ke depan, satu-satunya potensi inflasi di Desember karena banyak belanja di akhir tahun."
Menurut Hatta, perbaikan juga terlihat di surplus neraca perdagangan. Badan Pusat Statistik hari ini merilis nilai ekspor Indonesia pada Agustus 2013 mencapai US$ 13,16 miliar sedangkan nilai impor pada bulan yang sama mencapai US$ 13,03 miliar.
Dengan demikian, pada Agustus 2013, terjadi surplus perdagangan sebesar US$ 132,4 juta jauh meningkat dibanding transaksi Juli 2013 yang mencatat defisit sebesar US$ 2,31 miliar .
Selain itu, ia menilai terjadi penurunan di konsumsi bahan bakar minyak yang berada di bawah enam persen dari awalnya mencapai 8 persen. "Terjadi penghematan besar dalam konsumsi BBM kita, artinya kenaikan harga (BBM) waktu itu selain memperbaiki fiskal kita, juga menurunkan konsumsi," kata dia.
Hal tersebut juga akan diikuti dengan penurunan defisit transaksi berjalan di kuartal ketiga. "Karena sekarang total volume perdagangan kita migas maupun nonmigas terus mengalami surplus,"ujarnya.
Meski begitu, ia menilai perdagangan masih terkendala dengan harga komoditas yang belum membaik. Nilai ekspor, kata dia, pernah mencapai US$ 19 miliar walau dibarengi dengan penurunan nilai impor pula. "Kalau dilhat dari volume, ekspor komoditi meningkat hanya saja nilainya berkurang karena harga-harga masih rendah,"ujarnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Armida Alisjahbana, mengatakan angka kemiskinan pada tahun ini akan mencapai 11,13-11,37 persen, lebih tinggi dibanding target sebelumnya sebesar 9,5-10,5 persen. Peningkatan tersebut disebabkan oleh penurunan pertumbuhan ekonomi dan melambungnya inflasi yang diproyeksikan mencapai 9,2 persen.
"Jika inflasi 9,2 persen dan pertumbuhan 5,9 persen, inflasipoverty basket mencapai 10,2-10,7 persen. Sehingga angka kemiskinan 11,13 hingga 11,37 persen," kata Armida saat rapat dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 16 September 2013.
Armida mengatakan, jika perkiraan inflasi sebelumnya sekitar 8,6 persen, inflasi poverty basket mencapai 9,6 hingga 10,1 persen. Dengan perkiraan tersebut, angka kemiskinan diprediksi hanya akan meningkat pada kisaran 10,82 hingga 11,12 persen.
Armida menambahkan, peningkatan angka kemiskinan tersebut sudah termasuk dengan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) dan kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. "Kami menghitungnya secara realistis."
Adapun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014, Armida mengatakan angka kemiskinan ditargetkan pada kisaran 9-11,3 persen. Sementara jika dihitung dengan pertumbuhan sebesar 6 persen dan inflasi 5,5 persen, inflasi poverty basket mencapai 6,5-7 persen. "Kemiskinan mencapai 11,06-11,33 persen," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika mengatakan, jika terjadi kenaikan harga BBM, angka kemiskinan akan bertambah hingga 1,5 persen dari tahun sebelumnya. "Itu berdasarkan pengalaman tahun 2008. Jika inflasi mencapai 9,5 persen, sudah dipastikan lebih tinggi lagi," katanya.
No comments:
Post a Comment