Menjalankan sebuah bisnis memang perlu perhitungan yang matang. Jika tidak, perusahaan sebesar apapun bisa mengalami kebangkrutan. Dahulu, ada sejumlah perusahaan raksasa yang hadir di Indonesia. Namun sayangnya, perusahaan tersebut tak bertahan lama karena mengalami kebangkrutan yang disebabkan oleh sejumlah hal.
Salah satu faktor yang membuat perusahaan bangkrut karena adanya utang yang besar. Selain itu, ada beberapa penyebab lain yang membuat bisnis harus gulung tikar.
Lantas, apa saja perusahaan besar yang bangkrut di Indonesia? Simak daftar dan sejumlah penyebabnya dalam artikel ini.
Perusahaan Besar yang Bangkrut di Indonesia
Dalam catatan detikcom, ada sejumlah perusahaan raksasa yang mengalami bangkrut di Indonesia. Beberapa perusahaan tersebut di antaranya:
1. PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA)
PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA) merupakan perusahaan teh yang telah berdiri sejak 1973. Perusahaan yang terkenal dengan produk teh celupnya ini dinyatakan pailit pada 2018 silam. Sariwangi dinyatakan pailit karena tak mampu membayar cicilan kredit utang ke Bank ICBC Indonesia. Diketahui total utang Sariwangi ke Bank ICBC saat itu mencapai US$ 20.505.166 atau sekitar Rp 316 miliar. Unilever sendiri hanya membeli merek Sariwangi, bukan perusahaannya pada 1989 lalu. Meski sebagai pemegang merek Sariwangi, Unilever masih mengambil pasokan dari SAEA.
2. Nyonya Meneer
Nyonya Meneer adalah perusahaan jamu terkenal di Tanah Air. Meski bisnisnya sudah besar, sayangnya Nyonya Meneer dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang pada 2017 lalu. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan bisnis Nyonya Meneer goyah, mulai dari perselisihan internal keluarga penerus, beban utang yang sangat besar, hingga kurangnya inovasi dalam produk-produknya. Pada 8 Juni 2015 lalu, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara debitur dan 35 kreditur dinyatakan sah oleh hakim di Pengadilan Niaga Semarang. Dalam perkara ini, pihak Hendrianto Bambang Santoso yang merupakan salah satu kreditur asal Sukoharjo, menggugat pailit Nyonya Meneer karena tidak menyelesaikan utang sesuai proposal perdamaian. Hendrianto hanya menerima Rp 118 juta dari total utang sebesar Rp 7,04 miliar.
3. 7-Eleven
Bagi anak muda Jakarta, tentu sudah tak asing dengan 7-Eleven atau sering disebut Sevel. Convenience store ini begitu terkenal di era 2010-an karena menyajikan berbagai makanan dan minuman, salah satunya Slurpee. Namun sayang, Sevel tak bertahan lama di Tanah Air. Pada 2017 lalu, 7-Eleven resmi dinyatakan pailit. Anak usaha PT Modern Internasional Tbk (MDRN) itu menutup seluruh gerai Sevel di Indonesia. Alasan utamanya karena besarnya biaya operasional yang harus dikeluarkan.
4. Kodak
Bagi kamu pecinta fotografi tentu sudah tidak asing dengan merek yang satu ini. Kodak telah berdiri sejak 1892 dan merupakan salah satu perintis di industri fotografi. Sayangnya, nama besar Kodak harus sirna karena resmi dinyatakan pailit sejak 2012 lalu. Kodak tak mampu bersaing dengan para kompetitor yang menawarkan produk digital di tengah kemajuan teknologi yang sangat pesat. Selain itu, Kodak juga enggan berinovasi untuk bisnisnya agar bisa meraih cuan.
Penyebab Umum Perusahaan Bangkrut
Ada sejumlah faktor umum yang membuat perusahaan mengalami bangkrut, baik itu perusahaan kecil ataupun besar. Dilansir situs OCBC, berikut penyebabnya:
1. Utang yang Menggunung
Faktor yang pertama dan paling banyak dialami perusahaan yakni karena terlilit utang. Terlalu banyak utang dengan tingkat bunga yang tinggi dapat membebani perusahaan. Kondisi tersebut menyebabkan perusahaan harus melakukan pembayaran bunga yang besar, sehingga sangat menyulitkan perusahaan dalam mencapai keuntungan (laba) yang cukup untuk menutupi utang tersebut.
2. Manajemen yang Buruk
Faktor lainnya bisa disebabkan oleh manajemen perusahaan yang buruk. Soalnya, manajemen yang kurang kompeten dalam menyusun manajemen strategis, termasuk perencanaan keuangan, operasional, dan pengelolaan sumber daya dapat mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian hingga berujung bangkrut.
3. Angka Penjualan Menurun
Perusahaan sebesar apapun bisa mengalami bangkrut jika angka penjualan terus menurun secara signifikan. Hal tersebut bisa mengganggu perusahaan dalam mencapai target laba bersih. Menurunnya angka penjualan juga bisa disebabkan oleh sejumlah hal, seperti persaingan bisnis yang ketat, kurangnya promosi, tidak mau berinovasi, hingga perubahan lingkungan.
4. Ekonomi Global sedang Tidak Stabil
Selain faktor internal, perusahaan bisa mengalami bangkrut karena ekonomi global yang sedang tidak stabil. Saat perekonomian global menurun maka dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sehingga bisnis ikut melemah. Dalam kondisi itu, banyak masyarakat yang lebih memilih untuk menyimpan uang di tabungan daripada membelanjakannya. Contohnya saat pandemi COVID-19 melanda seluruh dunia, efeknya terhadap perekonomian sangat besar sehingga banyak perusahaan gulung tikar.
No comments:
Post a Comment