Sunday, October 9, 2011

Bank Bank Indonesia Sudah Tahan Hadapi Krisis


ank-bank di Indonesia memiliki ketahanan dan kesiapan yang baik menghadapi risiko resesi dan guncangan hebat sistem perbankan internasional. Perbankan Indonesia juga lebih tahan terhadap lonjakan tajam kredit macet dan penurunan laba.
Ketahanan perbankan Indonesia yang lebih baik itu dibandingkan dengan perbankan Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. Hal itu berdasarkan tinjauan komprehensif di tengah tingginya tekanan keuangan.
Demikian siaran pers dari riset Deutsche Bank ”Global bankscredit quality in a deleveraging world” yang diterima Kompas, Rabu (5/10/2011).
Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Ryan Kiryanto, setuju dengan riset tersebut. Alasannya, hampir semua indikator utama bank-bank di Indonesia masih bagus. Misalnya, rasio kredit bermasalah (NPL), rasio kecukupan modal (CAR), dan margin bunga bersih (NIM).
Berdasarkan data Bank Indonesia, bank umum di Indonesia membukukan dana pihak ketiga sebesar Rp 2.464 triliun dengan aset Rp 3.216 triliun.
Rata-rata CAR bank umum di Indonesia sebesar 17,24 persen dan NIM rata-rata 5,84 persen. Untuk NPL, ada 110 bank dengan NPL kurang atau sama dengan 5 persen dan 10 bank dengan NPL lebih dari 5 persen. ”Yang tidak kalah penting, mayoritas portofolio kredit dalam rupiah, bukan dollar AS,” kata Ryan.
Kredit bank umum per Juli 2011 sebesar Rp 1.973 triliun. Jumlah itu terdiri dari kredit dalam rupiah Rp 1.664 triliun dan kredit dalam dollar AS setara Rp 309 triliun.
Hal ini penting karena secara makro, fundamental perekonomian Indonesia yang kuat juga menjadibumper bagi perbankan. Pasalnya, kredit yang kencang disokong pasar domestik yang besar. Kondisi ini berbeda dari negara yang ditunjang ekspor.
Riset Deutsche Bank mengukur risiko perbankan berdasarkan sembilan faktor risiko, antara lain, risiko makroekonomi, sistemik, dan ketahanan bank terhadap lonjakan kredit macet. Setiap risiko dinilai dengan skala 1-5, dengan skala 5 adalah paling berisiko.
Indonesia memperoleh skor 19 atau risiko lebih rendah dibandingkan dengan India yang skornya 26 atau China yang skornya 27.
Deutsche Bank juga mencatat, sistem perbankan Indonesia kuat menghadapi gejolak kredit yang hebat. Saat ini, kredit bermasalah diproyeksikan dari pinjaman di Indonesia mencapai 1,5 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan Yunani sebesar 13,5 persen atau rata-rata negara berkembang sebesar 2,4 persen.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D Hadad menyatakan, fundamen perbankan Indonesia cukup kuat untuk menghadapi krisis yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat, baik dari sisi modal maupun likuiditas. Namun, BI meningkatkan pengawasan terhadap perbankan untuk mengantisipasi kemungkinan kasus perbankan seperti tahun 2008.
Pada tahun 2008, terjadi krisis di Amerika Serikat akibat kredit perumahan (subprime mortgage). Di Indonesia, kondisi itu menyebabkan krisis likuiditas perbankan.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk optimistis perekonomian Indonesia mampu menghadapi pelambatan ekonomi global. Pasalnya, lebih dari 50 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia ditunjang kekuatan pasar domestik. Kalau terjadi pelambatan tidak akan sebesar negara-negara yang tergantung pada ekspor.
Sekretaris Perusahaan BRI Muhamad Ali mengatakan, kondisi ini justru menjadi peluang bagi BRI yang selama ini banyak bergerak dalam pengembangan ekonomi domestik, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah

No comments:

Post a Comment