Harga obat di Indonesia, ternyata yang paling tidak bersahabat di kawasan Asia. Di sini, untuk mendapatkan obat, sebagian besar harus menggunakan uang sendiri (autopaid). Sementara di sebagian besar negara Asia dijamin negara.
“Ini yang membuat rakyat kita ‘berteriak-teriak’ jika harga obat naik. Rakyat negara lain juga akan seperti di sini jika tidak ditanggung negara,” papar Prof. Hasbullah Thabrany, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia, Jumat (30/9)
Berbicara dalam Diskusi Media: Ketersediaan Obat dan Dampaknya Terhadap Kebijakan Nasional, yang diadakan International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG), di Jakarta, Prof. Hasbulahh menyesalkan parahnya harga obat di Indonesia yang tidak diatur.
Terbukti dengan harga obat di rumah sakit yang satu dengan rumah sakit yang lain berbeda, bahkan ada yang mahal. “Entah siapa yang menentukan harga obat itu. Berbeda dengan di bidang transportasi, yang tarifnya diatur pemerintah. Ini sangat mengherankan, ” katanya.
Pakar kesehatan masyarakat ini, juga menyorot pernyataan pemerintah yang menyebut harga obat kini terjangkau oleh masyarakat. Harus dipertanyakan lagi, obat yang mana? Kalau obat-obat yang terjangkau dengan harga murah yang dijual di pasar bebas, memang betul.
“Tetapi, itu tidak berlaku untuk harga obat penyakit-penyakit berat seperti kasus komplikasi, kecelakaan parah, gangguan jantung, dan kanker. Penyakit kronis seperti stroke membutuhkan biaya obat yang mahal, yang ternyata masa harapan hidupnya tidak sebaik penderita penyakit menular,” ujarnya.
Sayangnya, pemerintah hanya fokus pada obat-obat akut, seperti flu, batuk. Sementara untuk penyakit kronik seperti kanker, belum banyak disentuh pemerintah. Hal ini diperparah dengan sikap pemerintah yang selalu mengatur hal-hal yang tidak perlu diatur, tetapi tidak mengatur yang perlu diatur. “Kan ada yang harus diatur dan ada yang tidak diatur,” ujarnya.
Di sisi lain, pemerintah memang telah menyediakan Jamkesmas yang menjamin hampir semua jenis obat yang dibutuhkan. Masalahnya, di luar Jamkesmas, masih terdapat lebih dari 100 juta orang yang setiap saat jatuh miskin jika tiba-tiba terkena musibah sakit kronis atau sakit kanker.
No comments:
Post a Comment