Monday, October 3, 2011

Semen Kupang Kesulitan Bayar Cicilan ke Bank Mandiri


Setelah beroperasi kembali pada Juni 2011 lalu, PT Semen Kupang masih belum sehat juga. Perseroan masih kesulitan membayar cicilan utangnya yang besar kepada Bank Mandiri. Bahkan, Semen Kupang meminta Bank Mandiri merestrukturisasi utangnya.
Sejak 2009 silam, proses penyelamatan Semen Kupang sudah berjalan. Lalu awal tahun ini, perusahaan semen pelat merah yang terletak di Nusa Tenggara Timur itu masuk dalam program kerja sama operasi (KSO) dan mendapat suntikan dana segar dari investor swasta.
Namun, kerja sama tersebut belum cukup untuk membantu mengatasi persoalan kredit yang membelit PT Semen Kupang. Majid mengatakan, hingga saat ini masih ada beban kredit yang cukup besar terhadap Bank Mandiri yakni senilai Rp 634 miliar.
Hasil operasional Semen Kupang saja tidak cukup untuk membayar kredit pokok sejumlah Rp 277 miliar. Adapun total bunga dan denda pinjaman itu telah mencapai Rp 357 miliar.
“Jungkir balik bagaimanapun, hasil operasional kami akan bisa menutupinya. Dan kalau ini dibiarkan berlarut-larut maka kami akan kesulitan melakukan pengembangan, karena jadi tidak bankable statusnya,” ia menuturkan.
Untuk itu, ia mengaku sudah berbicara dengan Bank Mandiri supaya ada restrukturisasi utang. “Bunga dan denda masih bisa dibicarakan untuk restrukturisasi. Kini persoalannya tinggal pada kredit pokok yang jumlahnya masih kurang dari sustainable loan yang kami miliki. Mau tidak mau harus ada konversi dari kredit pokok menjadi ekuitas.”
Selain terbelit utang, PT Semen Kupang tengah membutuhkan dana segar untuk menalangi kewajiban dana pensiun karyawannya. Beberapa
waktu lalu, dalam rangka menyehatkan PT Semen Kupang, perusahaan melakukan rasionalisasi karyawan.
Langkah ini menimbulkan beban biaya seperti kewajiban pesangon, dana pensiun dan lainnya. Untuk pesangon masalahnya sudah beres. Sekarang tinggal kewajiban dana pensiun sejumlah Rp 30 miliar yang belum dibayarkan.
Majid mengatakan, sementara ini yang tersedia untuk dana pensiun baru Rp 4 miliar. Ia menawarkan hal ini bisa diselesaikan lewat jalan
bagi hasil dengan pemegang saham. Dengan kata lain menggunakan anggaran pemerintah untuk menalanginya, baru kemudian perusahaan membayar secara cicilan ke pemerintah.
Jika ini berjalan, Majid yakin per Oktober 2011 perusahaan sudah beroperasi dengan normal. Ia pun menargetkan peningkatan pendapatan di tahun 2012, sejalan denan optimalisasi kapasitas produksi dari 300 ribu ton menjadi 360 ribu ton. Selain itu, pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur, menurut Majid, sudah menyiapkan lahan sekitar 150 hektar sebagai bagian pengembangan perusahaan.

No comments:

Post a Comment