Tuesday, August 20, 2013

CEO BlackBerry Dihadiahi Setengah Triliun Karena Menjual Perusahaannya

Minggu lalu beredar kabar bahwa BlackBerry sedang mempertimbangkan opsi untuk menjual perusahaan. Apabila hal itu benar-benar terjadi, satu orang bakal memperoleh guyuran dana jutaan dollar AS. Siapa dia? Tak lain dan tak bukan adalah CEO BlackBerry Thorsten Heins.

Seperti dikutip dari Bloomberg, orang nomor satu di BlackBerry ini akan memperoleh serangkaian "insentif" apabila perusahaan itu dibeli oleh pihak lain dan Heins dilengserkan dari pucuk kepemimpinan.  Insentif ini termasuk gaji dan bonus ekuitas sesuai harga saham BlackBerry per akhir kuartal fiskal keempat.

Jumlahnya? Mencapai 55 juta dollar AS atau sekitar Rp 572 miliar, lebih dari setengah triliun rupiah. "Bonus" finansial untuk Heins ini disetujui oleh para pemegang saham saat rapat tahunan tanggal 9 juli lalu. Apabila Heins diberhentikan tanpa adanya pergantian pemilik perusahaan, jumlah insentif yang akan diperoleh terpotong setengahnya, yaitu sekitar 22 juta dollar AS, termasuk gaji dan bonus ekuitas sesuai dengan harga saham per 28 Maret.

Jumlah tersebut termasuk besar untuk Heins yang pertama kali bekerja di BlackBerry pada Januari 2012, menggantikan duet pendiri sekaligus CEO BlackBerry sebelumnya, Mike Lazaridis dan Jim Balsillie. Apabila Heins diberhentikan dari jabatannya ketika itu, jumlah bonus finansial yang akan diraupnya sebesar 21 juta dollar AS.

BlackBerry mempertimbangkan beberapa langkah untuk meningkatkan nilai perusahaan, termasuk membentuk perusahaan patungan, kembali menjadi perusahaan privat, sampai menjual perusahaan. Apa pun keputusannya nanti, ada tokoh sentral bernama Prem Watsa yang punya pengaruh besar dalam menentukan nasib BlackBerry.

Watsa lahir pada 1950 di Hyderabad, India. Ia pendiri sekaligus CEO perusahaan Fairfax Financial Holdings yang berbasis di Toronto, Kanada, yang kini jadi pemegang saham terbesar di BlackBerry. Watsa sering disebut sebagai Warren Buffet versi Kanada karena kesuksesannya dalam berinvestasi.

Ketika dewan direksi BlackBerry membentuk komite khusus untuk menentukan nasib BlackBerry, Watsa undur diri dari dewan direksi, Senin (12/8/2013). Namun, ia masih memiliki saham terbesar dan tak mau melepas sahamnya di BlackBerry.

Watsa menghindari konflik kepentingan dalam diskusi komite khusus yang diketuai Timothy Dattels, dan di dalamnya terdapat beberapa orang penting seperti Barbara Stymiest, Richard Lynch, Bert Nordberg, serta CEO BlackBerry Thorsten Heins.

Fairfax menjadi pemegang saham terbesar di BlackBerry pada tahun 2012 setelah membeli 5,7 persen saham yang dimiliki pendiri dan mantan co-CEO BlackBerry, Mike Lazaridis. Reutersmencatat, Fairfax adalah pemegang saham terbesar BlackBerry, pemilik dua pertiga suara untuk menentukan keputusan apa pun.

"Saya membayangkan jika Fairfax menentang kesepakatan tertentu, mereka akan membawa banyak pengaruh," kata Richard Steinberg, yang mengepalai sekuritas, merger, dan akuisisi di Toronto Fasken Martineau. Mengutip dari Reuters, beberapa perusahaan ekuitas swasta besar di dunia diprediksi tertarik membeli saham BlackBerry.

Perusahaan teknologi besar juga berniat meminang BlackBerry, seperti Lenovo, Cisco, Microsoft, Hewlett-Packard, sampai IBM, karena mungkin tertarik dengan aset perusahaan BlackBerry termasuk hak paten dan pesan instan BlackBerry Messenger (BBM).

"Saya tidak berpikir Watsa akan melihat berbagai penawaran dan mengambil keputusan kualitatif. Dia akan membuat keputusan kuantitatif (berdasarkan siapa yang membayar paling tinggi)," kata Ross Healy, seorang manajer portofolio di MacNicol Associates, yang kliennya memiliki saham BlackBerry.

Perusahaan apa pun nanti yang ingin meminang atau bermitra dengan BlackBerry harus meminta persetujuan dari pihak berwenang Kanada, dan tentu saja mendapat restu dari Watsa.

Paket "bonus pensiun" Heins tersebut menuai kritik dari analis Jacob Securities Sameet Kanade. "Itu jumlah yang besar. Direksi perusahaan harus hati-hati menyikapi para pemegang saham," ujar Kanade. BlackBerry sedang berjuang meningkatkan nilai perusahaan setelah debut ponsel dan sistem operasi BlackBerry 10 kurang mendapat respon positif dari pasar. Ada beberapa opsi yang sedang dipertimbangkan oleh perusahaan asal Kanada itu.

Dewan direksi BlackBerry membentuk komite khusus yang akan membahas pilihan terbaik untuk meningkatkan nilai dan skala perusahaan, termasuk menjalin kemitraan, membentuk perusahaan patungan, sampai menjual perusahaan. Ini diharap bisa jadi solusi untuk mencegah kinerja perusahaan yang terus turun.

CEO BlackBerry Thorsten Heins bergabung dengan komite khusus ini bersama dewan direksi lain, seperti Timothy Dattels, Barbara Stymiest, Richard Lynch dan Bert Nordberg. Lembaga finansial JPMorgan Chase & Co akan bertindak sebagai penasehat keuangan BlackBerry.

Namun, CEO Fairfax Financial Holdings, Prem Wasta asal Kanada, selaku pemegang saham terbesar di BlackBerry, memutuskan undur diri dari dewan direksi untuk menghindari konflik kepentingan yang timbul dalam diskusi komite khusus.

"Apa yang BlackBerry lakukan adalah tindakan yang tepat," kata Charlie Wolf, analis dari Needham & Co di New York, AS, seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (13/8/2013).

Kabar ini sontak meningkatkan harga saham BlackBerry menjadi 10,78 dollar AS pada penutupan di bursa New York, sekaligus menandai kenaikan harga saham BlackBerry yang terbesar sejak Maret 2013.

Ada beberapa perusahaan teknologi multi-nasional yang mungkin tertarik untuk bermitra atau membeli BlackBerry. Nama-nama yang muncul adalah Lenovo dari China, Samsung asal Korea Selatan, serta Microsoft dan Dell dari AS.

Samsung mengatakan dalam sebuah pernyataan lewat e-mail kepada Bloomberg, bahwa perusahaan "tidak mempertimbangkan untuk mengakuisisi BlackBerry." Dell menolak berkomentar, begitu juga perwakilan Microsoft.

Sementara Lenovo, sejak September 2012 telah menyatakan sedang berburu dan siap mengakuisisi perusahaan pembuat ponsel pintar karena Lenovo ingin serius di bisnis perangkat mobile. CEO Lenovo Yang Yuanqing sempat berkata, pihaknya tertarik meminang BlackBerry.

Opsi jadi perusahaan privat

Pekan ini beredar kabar pula, bahwa BlackBerry mempertimbangkan untuk menjadi perusahaan privat dan angkat kaki dari bursa saham (go private). Seorang sumber anonim mengatakan kepadaReuters, go private akan memberi ruang bagi BlackBerry untuk kembali menyusun strategi dan keluar dari sorotan publik.

BlackBerry dilaporkan telah melakukan diskusi dengan perusahaan ekuitas Silver Lake Partners, yang juga menjadi mitra perusahaan teknologi Dell untuk kembali go private.

Untuk langkah go private ini, BlackBerry diprediksi akan kesulitan mencari pembeli dan mendapatkan dana lantaran perusahaan terus mencatat kerugian yang cukup besar.

Nilai pasar BlackBerry tahun ini merosot menjadi hanya 4,8 miliar dollar AS dari 84 miliar dollar AS pada puncak kejayaan mereka di tahun 2008. Harga saham perusahaan juga terus turun lebih dari 19% sepanjang 2013.

No comments:

Post a Comment