Hari Sabtu, 1 Juni 2013 lalu adalah Hari Susu Nasional. Beberapa fakta miris soal persusuan Indonesia masih sangat nyata, misalnya 70% pasokan susu di dalam negeri berasal dari impor, konsumsi susu per kapita Indonesia masih terendah se-ASEAN, bahkan kalah dengan Malaysia.
Bagaimana masa depan persusuan nasional? berikut wawancara dengan Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan di kantornya akhir pekan lalu.
1 Juni Hari Susu Nasional, kondisi persusuan nasional saat ini seperti apa?
Ya, 1 Juni kita memperingati hari susu nasional, dimana harus ada dorongan bangsa ini khususnya generasi muda untuk ingat bahwa minum susu itu penting.
Tetapi sebenarnya dipersusuan nasional ada dua masalah yang mestinya kita benahi, pertama suplai atau produksi susu nasional yang masih sangat rendah, kedua konsumsi susu orang Indonesia masih sangat rendah bahkan di ASEAN.
Mengapa produksi susu nasional kita sangat rendah?
Banyak hambatan di suplai susu nasional kita. Asal tahu saja produksi susu nasional kita hanya dapat memenuhi 30% dari kebutuhan susu 250 juta penduduk Indonesia. Artinya 70% suplai susu nasional dipasok dari impor. Indonesia impor susu terutama dari Selandia Baru dan Australia.
70% Kebutuhan susu nasional dipasok dari negara lain, mengapa bisa terjadi?
Ya karena tadi banyak hambatan. Seperti produksi susu masih mengandalkan dari para peternak kecil, di Indonesia tidak ada industri susu sapi perah berskala besar seperti di negara-negara lain seperti Selandia Baru yang utama.
Di Indonesia, setiap peternak hanya memiliki 3-5 ekor sapi perah. Total tercatat jumlah sapi perah di Indonesia hanya ada sekitar 600.000 ekor, tentu tidak ideal untuk memenuhi kebutuhan 250 juta penduduk Indonesia.
Produktivitas per satu sapi per harinya pun sangat rendah yakni maksimal hanya 10 liter per hari. Mengapa rendah, ya karena pertama peternakannya skala kecil hanya 3-5 ekor, pakannya ternaknya terbatas, nutrisi, vitamin dan hijauan untuk sapi juga terbatas.
Akibatnya berpengaruh pada produksi susu sapi itu sendiri. Selain itu secara bisnis kelanjutan usaha peternak yang hanya punya 3-5 ekor sapi juga tidak ekonomis, belum kalau sapinya ada yang sakit. Hal ini berbeda dengan di Australia dan New Zeland yang 1 peternak bisa mempunyai 50-60 sapi perah, tentu produksinya sangat besar.
Artinya setiap tahun jumlah peternak yang memerah susu sapi terus berkurang?
Tentu, ya karena tidak ekonomis tadi, dan sayangnya lagi karena skala kecil, kurang pakan yang bernutrisi sehingga kualitas susu yang dihasilkan pun rendah.
Akibatnya, harga susu sapi dari peternak di Indonesia sangat murah. Karena ini kan barang fresh (segar) kalau good agriculture tidak baik atau belum dipenuhi misalnya penanganan susu perah ini kurang baik, itu yang menyebabkan harga susu kita dihargai sangat rendah ya karena persoalan kualitas.
Ini memang yang sering menjadi permasalahan, peternak ingin harga susu sapi tinggi sementara kualitas rendah sedangkan Industri Pengolahan Susu (IPS) tidak mau beli dengan harga tinggi karena kualitasnya rendah.
Bahkan IPS-IPS ini cenderung lebih suka impor, karena harganya lebih kompetitif sementara kualitasnya jauh lebih bagus. Bahkan IPS yang sudah terkenal pun impor susunya jauh lebih besar daripada penyerapan susu peternak lokal.
Dari sisi konsumsi susu katanya tadi kita juga terendah bahkan se-ASEAN?
Ya tadi selain karena suplainya sudah kurang, konsumsi susu kita juga masih sangat kecil. Mengapa masih kecil, pertama karena kita masih banyak impor susu, kedua minum susu di Indonesia ini masih dianggap barang lux (mewah) dan ketiga bagi masyarakat Indonesia minum susu juga bukan menjadi budaya, akibatnya konsumsi susu kita sangat rendah.
Berapa konsumsi susu rakyat Indonesia?
Konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya 12 liter per kapita per tahun. Bandingkan dengan Amerika Serikat yang mencapai 117 liter per kapita per tahun atau yang paling tinggi di dunia yakni Irlandia yang rakyatnya minum susu sebanyak 174 liter per tahun.
Bahkan di ASEAN kita masih rendah, dengan negara tetanga saja yakni Malaysia konsumsinya saja sudah mencapai 36 liter per kapita per tahun, dengan Thailand 22 liter per kapita per tahun.
Mengapa konsumsi susu kita tidak didorong lebih banyak?
Kita sangat ingin mendorong konsumsi susu nasional karena itu penting bagi bangsa ini. Namun masalahnya ketika kita mendorong lebih banyak konsumsi susu, impor susu kita makin besar.
Ini memang dilematis, satu sisi kita ingin konsumsinya meningkat disisi lain ketergantungan impor susu kita makin besar selama produksi susu dalam negeri tidak diperbaiki. Artinya prioritas utama mendorong dua-duanya, karena tidak bisa juga terus berpikiran bahwa produksi harus bagus dulu tapi konsumsinya tidak, harus dua-duanya.
Apa yang harus dilakukan pemerintah agar produksi susu meningkat dan konsumsinya juga meningkat?
Pertama, duduk bersama antara masing-masing kementerian. Itu yang selama ini sedikit susah, kita juga kadang-kadang ingat bahwa persusuan nasional ini penting.
Kementerian Pertanian mengurusi produksi susunya, Kementerian Perdagangan mengurusi tata kelola distribusi susu lokal, Kementerian Pendidikan dan Budaya bisa dari sisi penciptaan pasar dimana sekolah-sekolah bisa dijadikan program adanya aturan setengah wajib minum susu dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dari sisi perlindungan anak.
Dari kami, untuk meningkatkan produktivitas susu sapi, adanya bantuan pembinaan kepada peternak, kita kan punya ahli-ahli sapi perah. Selain itu bantuan bibit sapi perah baik produksi sapi impor maupun lokal. Sapi perah kita jua ada yang impor, sambil kita mengembangkan sapi perah lokal, itu juga tidak mudah dilakukan.
No comments:
Post a Comment