Monday, August 19, 2013

Martina Berto Tbk Alami Pertumbuhan Pasar Meski Laba Bersih Turun

Memadukan kearifan budaya, pengetahuan leluhur serta sumber keanekaragaman hayati Indonesia dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menciptakan produk inovatif, memberikan ruang bagi PT Martina Berto Tbk untuk terus mengembangkan bisnis.

Perseroan yang beroperasi selama lebih dari 30 tahun ini telah menjadi salah satu perusahaan manufaktur kosmetik nasional terkemuka dengan produksi dan pemasaran merek Martha Tilaar. Produk kosmetik untuk pasar Indonesia dan internasional di antaranya merek Sariayu, Caring Colour, Biokos, Professional Artist Cosmetic (PAC), Rudy Hadisuwarno Cosmetics, Dewi Sri Spa, Belia, Cempaka, dan Mirabella.

Pasar ekspor untuk beberapa produk sudah mencapai pasar Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Jepang, Hong Kong, Taiwan, Yunani hingga Timur Tengah.

Pengakuan internasional juga diperoleh dengan telah ditetapkannya sang pendiri, Dr Martha Tilaar, sebagai salah satu pencetus inisiatif Global Compact oleh PBB pada 2000.

Selain itu, ia juga telah masuk sebagai anggota Global Compact LEAD di antara 55 perusahaan besar dunia sebagai pelopor perusahaan yang telah menerapkan 10 prinsip UNGC (United Nation Global Compact), yaitu perusahaan yang telah menjunjung hak asasi manusia, memperhatikan hak-hak buruh sebagai pekerja, dan juga perusahaan yang memperhatikan lingkungan serta penerapan anti korupsi dalam segala bentuknya.

Pada 2010, Dr Martha Tilaar bahkan diangkat langsung menjadi Board-GC oleh Sekjen PBB Ban Ki Moon di antara 20 anggota board yang berasal dari perusahaan-perusahaan raksasa terkemuka dunia.

Terkait kinerja, hingga enam bulan pertama 2013, penjualan perseroan mengalami peningkatan 2,5% menjadi Rp337,41 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp329,2 miliar.

Kontribusi penjualan ini terbesar diperoleh dari segmen kosmetik senilai Rp313,64 miliar, jamu senilai Rp6,74 miliar dan lain sebagainya sebesar Rp17,02 miliar.

Meski mengalami peningkatan penjualan, namun laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk tergerus sebesar 26% menjadi Rp18,11 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp24,48 miliar.

Kinerja yang buruk dari profitabilitas perusahaan itu dipicu meningkatnya upah buruh dan biaya produksi, seperti bahan baku serta kemasan karena penyesuaian pemerintah untuk harga bahan bakar dan upah buruh standar.

Terlepas dari buruknya raihan laba, perseroan berhasil menekan beban penjualan dan pemasaran menjadi Rp116,16 miliar dari Rp119,94 miliar.

Sementara total aset tumbuh menjadi Rp616,1 miliar, dibandingkan akhir tahun lalu senilai Rp609,5 miliar, dengan total utang turun menjadi Rp163,38 miliar, dibandingkan Desember 2013 senilai Rp174,93 miliar.

Analis AMCapital Securities, Viviet S. Putri, mengungkapkan industri kosmetik ini secara sektor riil telah berkembang, meski saat ini untuk saham-saham industri tersebut belum merupakan incaran utama investor.

“Industri kosmetik itu ada segmennya, jika pendapatan meningkat dan masyarakat kelas menengah bertambah, maka mereka (masyarakat) tidak hanya memikirkan kebutuhan primer saja, namun juga hal–hal yang menyangkut perawatan tubuh, produk kosmetik dan kecantikan,” katanya.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa di tengah ketatnya persaingan, pertumbuhan bisnis ini akan terus berkembang dengan pesat.

No comments:

Post a Comment