Kepala Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Kementerian Pertanian Rubiyo menyatakan pihaknya tengah mengembangkan kopi luwak enzimatik. Menurut dia, terobosan ini dapat menghasilkan kopi luwak tanpa memanfaatkan luwak itu sendiri. "Agar bisa meningkatkan produksi," kata Rubiyo saat dihubungi, Ahad, 1 September 2013.
Kopi luwak enzimatik ini, kata Rubiyo, dapat menghasilkan kopi yang sama seperti rasa kopi luwak yang diproses alami dalam perut luwak. "Rasa yang dihasilkan sama," kata dia. Hal ini, kata dia, merupakan inovasi dalam rangka meningkatkan produksi kopi nasional.
Kopi luwak sendiri merupakan kopi yang dihasilkan dari proses fermentasi yang terjadi dalam perut hewan luwak. Biji kopi merah dimakan oleh luwak, kemudian dikeluarkan bersama dengan kotorannya berupa biji kopi. Namun sayangnya, proses alami kopi luwak memakan waktu yang lama dan proses yang tidak mudah. Rubiyo mencontohkan, luwak yang memproses kopi tidak bisa dibiarkan stres. "Kalau stres kualitasnya bisa buruk," kata dia.
Dengan adanya inovasi ini, Rubiyo mengharapkan dapat meningkatkan pendapatan per kapita para petani kopi. "Sekarang sedang kami buat hak patennya," kata dia. Sampai saat ini, baru Indonesia yang mengembangkan produksi kopi luwak menggunakan enzimatik. Namun, kopi jenis ini belum diproduksi secara massal.
Menikmati secangkir kopi luwak ternyata tidak boleh sembarangan. Ada cara khusus supaya rasa kopi yang harum ini bisa 'melekat' lebih lama di dalam mulut.
Bagi Benny Anhar, 28 tahun, penggemar kopi asal Bandar Lampung, menikmati kopi luwak bukan dengan sekadar menyeruputnya dari bibir cangkir. "Kopi luwak lebih nikmat saat hangat bukan panas," ujar Benny yang datang ke Desa Way Mengaku, Lampung Barat atau 300 kilometer dari tempat tinggalnya hanya untuk menikmati kopi luwak.
Tegukkan pertama, menurut dia, jangan langsung ditelan. "Putar-putarkan dahulu di dalam mulut," kata Benny yang sehari-hari bekerja sebagai manajer di perusahaan jasa pengiriman barang itu.
Setelah itu, kata dia, seluruh aroma kopi luwak yang khas akan bertahan berjam-jam di mulut. Rasa kopi luwak itu akan hilang jika dinetralkan dengan segelas air putih. "Kalau sudah begitu, kita akan terus ketagihan minum kopi luwak," katanya.
Trik menikmati kopi luwak itu diperoleh Benny dari Gunawan Supriyadi. Gunawan adalah pelopor bisnis kopi luwak di Kabupaten Lampung Barat dan cukup terkenal di kalangan komunitas pencinta kopi.
Racikan dan cara memasak biji kopi dari sisa pencernaan musang yang dilakukan oleh Gunawan diyakini membuat cita rasanya berbeda dari kopi sejenis.
"Proses fermentasi alami dalam sistem pencernaan luwak menjadikan biji kopi yang dihasilkan memikiki cita rasa khas," kata Gunawan, 42 tahun.
Rasa kopi luwak memang berbeda dengan kopi biasa. Kopi luwak memiliki aroma lebih harum, kadar kafein rendah dan aman bagi penderita mag sekalipun. "Secangkir kopi luwak cukup membuat kita terjaga dan segar," kata Benny menambahkan,
Sebelum terjun ke bisnis kopi pada 2008, Gunawan adalah seorang juru parkir. Kini ia memelihara 35 ekor luwak jenis Molen dan Bulan.
Setiap hari dari puluhan ekor musang itu, dihasilkan 17 kilogram biji kopi yang keluar bersama kotoran. "Untuk menghasilkan biji kopi yang berkualitas, saya selalu memberi luwak-luwak itu dengan biji kopi yang masih segar dan masak di pohon," katanya.
Harga biji kopi yang masih dalam bentuk kotoran adalah Rp 80 ribu per kilogram. Jauh di atas harga biji kopi robusta biasa yang hanya Rp 17 ribu per kilogram. "Sementara untuk kopi yang sudah berbentuk serbuk mencapai Rp 1,5 juta per kilogram,"ujarnya.
Biji kopi luwak milik Gunawan sudah menembus pasar manca negara. Di dalam negeri, sejumlah kedai kopi di hotel berbintang Jakarta mengandalkan pasokan kopi musang-musang miliknya."Lumayan, saya bisa mengantongi bersih Rp 20 juta per bulan," kata dia sambil tersenyum.
No comments:
Post a Comment