Kalangan pengusaha di Surakarta menilai melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika saat ini sudah memunculkan krisis baru. Sebab, hal ini berpengaruh pada meningkatnya ongkos produksi, terutama yang menggunakan bahan baku impor.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surakarta Bidang Industri Perdagangan dan Ketenagakerjaan David Wijaya mengatakan kesulitan yang dihadapi pengusaha saat ini lebih berat dibanding kondisi serupa pada rentang 1998-2000.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surakarta Bidang Industri Perdagangan dan Ketenagakerjaan David Wijaya mengatakan kesulitan yang dihadapi pengusaha saat ini lebih berat dibanding kondisi serupa pada rentang 1998-2000.
Saat itu nilai tukar rupiah memang melemah hingga Rp 15 ribu per dolar Amerika. "Bedanya saat itu pasar luar negeri aman sehingga kinerja ekspor tidak terganggu," katanya, Minggu, 1 September 2013.
Kondisi sekarang, baik dalam negeri maupun luar negeri, sama-sama bermasalah. Pasar luar negeri masih belum pulih sepenuhnya setelah krisis ekonomi global yang mendera negara tujuan ekspor utama, seperti Amerika dan Eropa Barat.
Kondisi sekarang, baik dalam negeri maupun luar negeri, sama-sama bermasalah. Pasar luar negeri masih belum pulih sepenuhnya setelah krisis ekonomi global yang mendera negara tujuan ekspor utama, seperti Amerika dan Eropa Barat.
Dia optimistis pengusaha tetap dapat keluar dari krisis. Namun, dia berharap pengusaha tidak sampai harus mengurangi jumlah pegawai. "Pengusaha harus menyikapi kondisi ini dengan hati-hati. Jangan terburu-buru ambil keputusan," ujarnya.
Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Tengah Liliek Setiawan meyakini pengusaha tidak akan menempuh jalan rasionalisasi dengan mengurangi tenaga kerja. "Tidak murah mengurangi tenaga kerja. Apalagi ada aturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," katanya.
Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Tengah Liliek Setiawan meyakini pengusaha tidak akan menempuh jalan rasionalisasi dengan mengurangi tenaga kerja. "Tidak murah mengurangi tenaga kerja. Apalagi ada aturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," katanya.
Lagipula pengurangan tenaga kerja tidak bisa hanya untuk beberapa orang. Umumnya pengurangan tenaga kerja antara 20-50 persen. Otomatis dana yang dikeluarkan untuk pesangon sangat besar dan malah mengganggu arus keluar masuk uang perusahaan.
Dia mengatakan pengurangan tenaga kerja dalam jumlah besar pada saat ini juga tidak menguntungkan untuk jangka panjang. Sebab, kebutuhan tenaga kerja terampil sangat besar. "Saat ini banyak perusahaan kesulitan mencari tenaga kerja terampil. Kalau tenaga kerja terampil yang dimiliki malah dilepas, ke depan akan kesulitan sendiri," ucapnya.
Dia mengatakan pengurangan tenaga kerja dalam jumlah besar pada saat ini juga tidak menguntungkan untuk jangka panjang. Sebab, kebutuhan tenaga kerja terampil sangat besar. "Saat ini banyak perusahaan kesulitan mencari tenaga kerja terampil. Kalau tenaga kerja terampil yang dimiliki malah dilepas, ke depan akan kesulitan sendiri," ucapnya.
Karena itu, dia memperkirakan pengusaha akan terus bertahan dengan kondisi yang ada. Pengusaha akan mempertahankan tenaga kerja dan terus berproduksi untuk memenuhi pesanan. "Sambil mencari peluang lain agar bisa bangkit," katanya.
No comments:
Post a Comment