Mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menyatakan, defisit neraca pembayaran telah dimulai sejak kuartal III 2011. Saat ini, persoalan defisit menjadi terakumulasi sehingga efeknya sangat terasa.
"Ini akumulasi sejak 2011," kata Darmin di kantor Tempo Senin 2 September 2013. Defisit saat ini, kata dia, nilainya lebih besar dibandingkan pada 2011. "Defisit terus menerus dengan persentase yang naik," kata dia.
Menurutnya, defisit ini disebabkan oleh sejumlah 'penyakit'. Di antaranya adalah persoalan bahan bakar minyak (BBM), pertumbuhan ekonomi, dan kondisi ekonomi dunia.
Persoalan BBM, kata Darmin, pemerintah dihadapkan pada tingkat konsumsi yang berlebihan. Kenaikan harga BBM dinilai tidak efektif karena terlambat dijalankan. Hal ini mengakibatkan impor migas menjadi lebih besar.
Dari segi pertumbuhan ekonomi, Darmin menilai ekonomi Indonesia tumbuh cukup cepat sehingga permintaan produksi menjadi tinggi di bidang perindustrian. "Permintaan bahan baku impor pun jadi tinggi," kata dia. Terlebih Indonesia masih mendatangkan banyak bahan baku dari luar. Permintaan ini membuat pertumbuhan ekspor kalah cepat dibandingkan dengan impor.
Faktor eksternal yang mempengaruhi defisit adalah kondisi ekonomi dunia yang sedang lemah. Pelemahan ini mempengaruhi pelemahan ekspor sehingga membuat defisit transaksi berjalan.
Dari analisa faktor-faktor tersebut, Darmin menilai harus ada faktor pengimbang untuk menutup defisit neraca. "Transasksi modal dan finansial harus bisa menutup," katanya. Jika transaksi modal dan finansial baik, dia menilai cadangan devisa negara berada dalam keadaan aman sehingga akan membantu menutup defisit dari transaksi berjalan.
No comments:
Post a Comment