Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli kembali tersudut setelah kemarin (17/8) Tim Komunikasi Presiden Joko Widodo (Jokowi), Teten Masduki menyatakan RI-1 telah meminta seluruh menteri pembantunya untuk tidak mengumbar kritik internal kabinet kerja ke media massa. Hal tersebut terkait rencana Rizal yang ingin membatalkan pemesanan 30 pesawat Airbus A350 XWB oleh PT Garuda Indonesia Tbk.
Namun di luar persoalan kurang tepatnya ucapan itu disampaikan Rizal yang notabene sudah menjadi bagian dari pemerintah, ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri justru menilai pertimbangan mantan Menteri Keuangan untuk meminta Garuda membatalkan pemesanan tersebut ada benarnya. Senada dengan Rizal, Faisal justru melihat kinerja Garuda akan terbebani jika harus membuka beberapa rute baru ke Eropa karena rute yang saat ini dilayani terbukti sepi peminatnya.
“Garuda hanya punya satu rute ke Eropa, yaitu Jakarta-Amsterdam (Schiphol)-London (Gatwick), pp. Itu pun tidak setiap hari. Sejauh pengalaman saya, penerbangan rute Eropa tak pernah penuh,” ujar Faisal dalam kajiannya, dikutip Selasa (18/8). Faisal mengaku terakhir kali ke Eropa menggunakan penerbangan Garuda pada Juni lalu dengan kondisi load factor yang tidak terisi penuh. Ia juga menuturkan pernah meminta kepada panitia suatu seminar di Belanda untuk dipesankan tiket pulang menggunakan penerbangan Garuda.
“Namun dengan berat hati panitia tidak bisa memenuhi permintaan itu karena harga tiket Garuda nyaris dua kali lipat lebih mahal dari MAS. Pada kesempatan lain, saya bertugas keliling beberapa negara Eropa. Lagi-lagi tak menggunakan Garuda karena pertimbangan jauh lebih mahal dari Emirates yang akhirnya dipilih oleh kantor yang menugaskan saya,” kata mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas tersebut.
Faisal menilai Garuda kalah bersaing dengan maskapai Timur Tengah seperti Qatar, Emirates, atau Etihad. Frekuensi penerbangan trio maskapai tersebut untuk rute Jakarta-Eropa jauh lebih banyak dari Garuda karena didukung oleh jaringan yang mendunia. Tidak hanya itu, maskapai negara-negara tetangga juga banyak yang menjadi pesaing Garuda untuk rute Jakarta-Amsterdam-London.
“Di tengah keterpurukan Eropa agaknya Garuda perlu ekstra hati-hati membuka tambahan rute baru ke sana. Gagasan untuk membuka rute ke Amerika Serikat juga perlu pertimbangan matang,” tegas Faisal. Oleh karena itu, Faisal meminta manajemen Garuda yang dipimpin oleh Direktur Utama Arif Wibowo bisa lebih mengedepankan pertimbangan bisnis dalam membuka rute baru ke eropa dan mengesampingkan gengsi.
“Kalau Garuda dipaksa oleh oknum penguasa, jajaran direksi harus berteriak agar tidak lagi terbebani di masa mendatang yang akhirnya seluruh rakyat yang menanggungnya. Di bawah kepemimpinan baru ini Garuda sebenarnya sudah berbenah dan hasil laba sudah kelihatan,” katanya. Faisal mengingatkan, tiga Direktur Utama Garuda Indonesia sebelum Arif Wibowo selalu meninggalkan utang di akhir masa jabatan yang membuat penggantinya selalu meminta pertolongan pemerintah untuk menutupi dalam bentuk penyertaan modal pemerintah.
Sebelumnya sehari setelah dilantik menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli mengaku telah menggagas pembatalan rencana pembelian pesawat Airbus A350 XWB oleh Garuda. "Minggu lalu saya ketemu Presiden Jokowi. Saya bilang, mas tolong diperhatikan. Saya tidak ingin Garuda bangkrut lagi. Karena sebulan yang lalu beli pesawat dengan pinjaman US$ 44,5 miliar dari China Aviation Bank untuk beli pesawat Airbus 350 sebanyak 30 unit. Itu hanya cocok Jakarta-Amerika dan Jakarta-Eropa," ujar Rizal beberapa waktu lalu.
Menurutnya, rute internasional yang akan dibuka oleh Garuda menggunakan pesawat tersebut tak menguntungkan. Dia mencontohkan Singapore Airlines yang sudah lebih dulu melayani penerbangan ke Amerika Serikat dan Eropa tidak memiliki kinerja keuangan yang baik.
Demikian pula dengan Garuda yang disebut Rizal hanya memiliki tingkat keterisian penumpang sebesar 30 persen untuk rute ke Belanda dan Inggris. Karenanya, di mata Rizal, dibandingkan mengembangkan bisnis penerbangan ke internasional, Garuda berpotensi memiliki keuntungan dengan membeli pesawat Airbus 320 dan memilih fokus menguasai bisnis penerbangan domestik dan regional Asia.
Rencana Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengambil pinjaman dari Bank of China Aviation pertama kali didengungkan Menteri BUMN Rini Soemarno di sela-sela Paris Air Show 2015 di Perancis, Juni 2015 lalu. Keikutsertaan Rini di acara kedirgantaraan internasional itu adalah untuk menyaksikan penyerahan penghargaan 'The World’s Best Cabin Crew 2015' dari Skytrax, lembaga pemeringkat penerbangan independen asal London kepada Garuda.
Rini mengaku telah meneken perjanjian kerjasama bantuan pendanaan terhadap sejumlah BUMN di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, nilai pinjaman yang diboyong Rini mencapai US$ 40 miliar, atau sekitar Rp 520 triliun. "Saya katakan kepada Bank of China Aviation, saya juga kemarin baru saja dari Beijing. Kami sudah mempunyai kesepakatan pembiayaan US$ 40 miliar dari China Development Bank dan ICBC," kata Rini usai menghadiri penandatanganan perjanjian antara Garuda Indonesia dengan BOC Aviation, Selasa (16/6).
No comments:
Post a Comment