Thursday, August 27, 2015

Menkeu Dorong Subsidi Indonesia Tiru Amerika Hingga Tidak Dinikmati Oleh Orang Kaya

Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengakui skema penyaluran subsidi pemerintah selama ini belum ideal karena kerap salah sasaran. Bambang menjadikan penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pembagian beras kepada rakyat miskin sebagai contohnya.  Karenanya, Menkeu bermimpi suatu saat penyaluran subsidi bisa dilakukan menggunakan sistem pembayaran non-tunai (cashless transaction) melalui kartu pintar (smart card). Cara ini dinilainya akan membuat penyaluran subsidi pemerintah lebih tepat sasaran. Sehingga para pemilik mobil tidak akan mendapatkan subsidi BBM seperti keadaan saat ini dimana Pemerintah lebih banyak mensubsidi gaya hidup kaum berduit.

"Mimpi kita, suatu saat uang atau bantuan dari pemerintah kepada warganya itu langsung diberikan melalui sistem pembayaran dan wujudnya adalah cashless transaction," tutur Bambang dalam acara peresmian Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI) di Kantor Pusat Bank Indonesia (BI), Kamis (27/8). Selama ini, kata Bambang, mekanisme subsidi harga pada BBM membuat masyarakat menganggap harga jual bahan bakar murah. Skema ini juga membuat orang yang mampu membeli BBM di harga keekonomiannya ikut menikmati subsidi.

“Dengan kita menggunakan sistem pembayaran dengan kartu, bayangan saya nanti warga yang berhak dapat kartunya akan mendapatkan semacam bantuan yang ditentukan sekian rupiah dari pemerintah. Jadi mungkin setiap tanggal 1 kartunya diisi ulang kartunya oleh pemerintah dan nanti kalau dia mau beli BBM tinggal gesek ketika mau membayar,” ujar Bambang.

Tahun ini, lanjut Bambang, pemerintah menganggarkan subsidi beras bagi masyarakat miskin (raskin) sebanyak 15 kilogram per rumah tangga sasaran per bulan. Namun, dia menduga ada penerima raskin yang sebenarnya tidak berhak menerima karena tidak termasuk kelompok miskin.  "Sekalinya penerimanya merupakan warga yang berhak, terkadang jumlahnya tidak sesuai karena dipotong oleh oknum-oknum tertentu," tuturnya.

Dengan menggunakan smart card, pemerintah bisa menaruh subsidi dalam kartu itu sehingga penerima bisa membeli beras di lokasi yang ditentukan. “Percaya sama saya kalau padat karya itu pasti ujungnya padat penggelapan,” kata Bambang.

Hingga saat ini, mimpi Bambang masih harus menunggu untuk terwujud. Pasalnya, kondisi ideal yang diinginkannya tidak akan efektif dan efisien apabila sistem pencatatan kependudukan di Tanah Air belum sempurna dan terintegrasi melalui nomor identitas tunggal (single identity number).

“Sistem (smart card) tadi bisa tidak bocor atau tidak disalahgunakan apabila kita mempunyai sistem single identity yang kuat,” ujarnya Bambang berkaca pada kesuksesan program kesejahteraan penduduk Negeri Paman Sam yang menggunakan nomor pengaman sosial (Social Security Number/SSN) yang sederhana dan unik.“Kita inginnya nantinya tidak ada lagi NPWP nomor sendiri, SIM nomor sendiri, KTP nomor sendiri,” ujarnya.

Bambang yang pernah tinggal di Amerika pun mengungkapkan hingga kini dia masih bisa mengingat nomor SSN-nya “Saya kalau tidak salah masih ingat nomor social security number saya. Sebenarnya saya sudah pulang dari Amerika tahun 1997, (nomornya) 33862088. Karena itu harus saya ulang terus, mau daftar telepon ditanya SSN, mau bikin sim ditanya SSN, jadi hafal,” ujarnya.

No comments:

Post a Comment