Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria mengungkapkan enam bahaya kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan berlaku per 1 Januari 2025.
Penilaian Arif muncul saat hadir di CNN Indonesia Business Summit di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Jumat (20/12). Dia mengatakan kenaikan PPN ini berdampak ke sektor pertanian hingga produktivitas pangan.
Berikut sederet dampak kenaikan PPN versi rektor IPB.
Sektor pertanian terdampak
Arif menggambarkan kenaikan PPN di bidang pertanian akan menurunkan Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP).
"PPN 12 persen ini akan berdampak kepada sektor pertanian. Secara ekonomi, dampaknya akan membuat GDP (PDB) riil turun 0,03 persen, ekspor akan menurun 0,5 persen, dan inflasi akan naik 1,3 persen," kata Arif.
Penurunan produksi pangan
Dia lalu menyoroti kenaikan PPN dari waktu ke waktu. Sejak 2000, tarif PPN stagnan di angka 10 persen. Kemudian pada 2022, PPN naik menjadi 11 persen dan kembali melonjak tahun depan.
Menurut Arif kenaikan tersebut bisa menggerus produktivitas pangan.
"Kenaikan 1 persen PPN, ternyata dampaknya memang bisa pada penurunan produksi, seperti misalnya rumput laut, tebu, itu salah satu 10 besar. Kemudian kelapa sawit, teh, jambu mete, kopi, dan lain sebagainya," ungkap Arif.
Harga bahan pokok melejit
Dia juga meyakini kenaikan tarif PPN akan meningkatkan harga bahan pokok, seperti daging unggas, beras hingga susu.
"PPN yang naik ini juga akan meningkatkan harga, harga unggas akan naik 0,3 persen. Kemudian harga susu segar yang akan menjadi komponen dalam makanan bergizi gratis juga akan naik. Padi juga akan naik harganya, meskipun tidak besar, 0,08 persen," ucap Arif.
Tenaga kerja di sektor pertanian turun
Lebih lanjut, Arif menjabarkan kenaikan PPN juga disebut akan berdampak ke penurunan tenaga kerja di sektor pertanian.
"PPN juga berdampak pada penurunan tenaga kerja, tenaga kerja rumput laut, karet, tebu, kelapa sawit, jambu, dan lain sebagainya," ungkap dia.
Meningkatkan penerimaan negara
Di sisi lain, Arif mengakui dalam jangka pendek kebijakan ini bisa meningkatkan penerimaan negara.
Wanti-wanti inflasi
Dia mengatakan kenaikan PPN yang berdampak ke sektor pertanian bisa menyebabkan kenaikan inflasi 1,3 persen.
Di kesempatan itu, Arif juga menekankan perhitungan matang terhadap efek berganda atau multiplier effect yang lebih masif dari kebijakan fiskal tersebut.
Hal ini terutama disebabkan ada beberapa bahan pokok premium yang awalnya dibebaskan kemudian dikenakan PPN seperti daging dan beras premium.
"Saya berharap pemerintah benar-benar menghitung betul dampak dari PPN ini terhadap inflasi, tenaga kerja, ekspor, serta kenaikan harga komoditas," ujar dia.
Pemerintah akan memberlakukan kenaikan PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Mereka berdalih kenaikan ini untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
No comments:
Post a Comment