Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia surplus US$4,42 miliar pada November 2024. Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan Oktober yang surplus US$2,48 miliar.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan realisasi ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan November 2023 yang surplus US$2,41 miliar.
"Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 55 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," ujar Amalia dalam konferensi pers, Senin (16/12).
Surplus ini terjadi karena kinerja ekspor yang tercatat US$24,01 miliar lebih tinggi dari impor yang tercatat US$19,59 miliar per November 2024.
Ekspor
Ekspor Indonesia tercatat sebesar US$24,01 miliar sepanjang November 2024. Realisasi ini turun 1,70 persen dibandingkan Oktober 2024 yang sebesar US$24,42 miliar.
Seluruh sektor ekspor juga tercatat turun. Industri pengolahan tercatat US$18,27 miliar atau turun 0,92 persen dibandingkan Oktober yang sebesar US$18,44 miliar.
Sektor pertambangan dan lainnya tercatat sebesar US$3,84 miliar atau turun 3,19 persen dari bulan sebelumnya US$3,97 miliar. Kemudian, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan juga turun 13,37 persen dari US$670 juta pada Oktober menjadi US$580 juta pada November.
Impor
Impor Indonesia tercatat sebesar US$19,59 miliar sepanjang November 2024. Angka ini anjlok 10,71 persen dibandingkan Oktober yang sebesar US$21,94 miliar.
Impor terdiri dari migas sebesar US$2,57 miliar dan nonmigas sebesar US$17,02 miliar.
Berdasarkan sektornya, impor barang konsumsi tercatat sebesar US$3,55 miliar atau turun 10,77 persen dari bulan sebelumnya US$3,98 miliar. Lalu, bahan baku/penolong sebesar US$14,02 miliar atau turun 11,97 persen dari Oktober sebesar US$15,92 miliar.
Kemudian sektor barang modal tercatat US$2,02 miliar atau turun 0,84 persen dari Oktober 2024 yang sebesar US$2,04 miliar.
Mata uang di kawasan Asia terpantau bergerak bervariasi. Tercatat, won Korea Selatan melemah 0,11 persen, peso Filipina melemah 0,32 persen, ringgit Malaysia minus 0,02 persen, yuan China 0,11 persen, dan rupee India 0,03 persen.
Di sisi lain baht Thailand menguat 0,16 persen, dolar Singpura plus 0,01 persen, yen Jepang 0,03 persen, dan dolar Hong Kong 0,02 persen.
Sementara, mata uang di negara maju terpantau kompak menguat. Poundsterling Inggris menguat 0,10 persen, dolar Australia plus 0,11 persen, dan euro Eropa 0,08 persen.
Lalu dolar Kanada menguat 0,06 persen dan franc Swiss menguat 0,16 persen.
Analis pasar uang Lukman Leong mengatakan rupiah terpantau bergerak datar terhadap dolar AS yang membalikkan pelemahan awal. Menurutnya, pergerakan rupiah didukung oleh data perdagangan surplus dan ekspor Indonesia yang lebih besar dari perkiraan.
"Namun data penjualan ritel China yang lebih lemah menahan penguatan rupiah lebih lanjut," ujar Lukman.
No comments:
Post a Comment