Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) memproyeksikan penerimaan negara tahun ini akan mengalami kekurangan (shortfall) sampai Rp301 triliun. Dengan demikian IMF memproyeksi defisit anggaran pemerintah tahun ini menjadi 2,8 persen, melebar dari yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
Senior Resident Representative IMF untuk Indonesia Ben Bingham mengatakan sejumlah faktor baik domestik maupun eksternal mempengaruhi kondisi penerimaan negara tahun ini. Salah satunya, rendahnya harga komoditas menjadi salah satu penyebab berkurangnya potensi penerimaan negara tahun ini. "Sebagai hasilnya, IMF memprediksi defisit anggaran pemerintah bisa semakin melebar apabila pemerintah tidak memiliki strategi taktis untuk meningkatkan penerimaan negara," ujar Bingham.
Secara rinci dalam laporan Article IV, IMF memproyeksikan penerimaan negara tahun ini hanya mencapai Rp1.531 triliun atau 83 persen dari target APBN 2016 yang mencapai Rp1.823 triliun. Adapun penerimaan pajak diproyeksi hanya akan mencapai Rp1.297 triliun atau 83 persen dari target pajak tahun ini yang mencapai Rp1.547 triliun.
Dari sektor minyak dan gas (migas), tahun ini IMF memproyeksikan pemerintah tidak bisa berharap banyak dari sektor tersebut. Negara diproyeksi hanya mampu menerima Rp100 triliun dari targetnya Rp120 triliun. Namun, pemerintah dinilai bisa mengoptimalkan penerimaan dari sektor non migas. Salah satunya dengan meningkatkan tarif untuk Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) non migas.
"Otoritas fiskal harus mengambil langkah awal untuk meningkatkan penerimaan tahun ini termasuk mengupayakan pemungutan pajak dari bahan bakar, tembakau dan kendaraan," ujar Bingham. Dengan cara tersebut diperkirakan penerimaan negara bisa bertambah 0,6 persen dari PDB. "Coba kombinasikan dengan mengurangi rasionalisasi belanja yang dianggap tidak penting, dengan begitu kami yakin defisit anggaran terhadap PDB bisa lebih rendah dari 2,5 persen," katanya.
Dengan merivisi APBN, menurutnya, pemerintah telah memberikan kepastian kepada investor bahwa ambisi pemerintah untuk mengebut pembangunan infrastruktur bisa dipenuhi tahun ini."Saya melihat sudah ada langkah dari Kementerian Keuangan untuk mengatasi masalah pembiayaan anggaran tahun ini, sudah ada inisiatif untuk mengkoreksi APBN tahun ini," katanya.
Kementerian Keuangan tengah mempersiapkan prognosa asumsi makro ekonomi terkini dalam rangka revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro memastikan sejumlah asumsi makro yang bakal berubah antara lain nilai tukar dan harga minyak mentah Indonesia (ICP).
Untuk nilai tukar, ia menyebut kisaran Rp13.300-13.500 per dolar AS sebagai asumsi yang relevan untuk saat ini. Kisaran tersebut lebih rendah dibandingkan dengan asumsi yang dipatok pada APBN 2016, yakni sebesar Rp13.900 per dolar AS. Asumsi berikutnya yang dinilai Bambang perlu dipangkas adalah harga minyak. Dia mengatakan, kemungkinan ICP akan berubah menjadi US$35 per barel, turun dari asumsi resmi saat ini US$50 per barel.
Demikian pula dengan inflasi, Menkeu memperkirakan realisasinya pada tahun ini akan di kisaran 4 persen, masih sesuai dengan asumsi di APBN yang dipatok 4,7 persen. Sementara untuk pertumbuhan ekonomi, ia meyakini target 5,3 persen di APBN 2016 masih realistis untuk dicapai pada tahun ini. Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menyarankan pemerintah Indonesia untuk segera melakukan revisi APBN 2016.
Resident Representative IMF untuk Indonesia Ben Bingham mengatakan dengan revisi APBN lebih cepat, ada kepastian bagi pemerintah untuk menyesuaikan alokasi anggaran khususnya dalam membiayai pembangunan infrastruktur.Pasalnya, anggaran pembangunan infrastruktur merupakan salah satu andalan Indonesia dalam menghadapi tantangan berat perlambatan ekonomi global tahun ini.
"Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh Indonesia untuk menghadapi guncangan ekonomi tahun ini salah satunya melalui fleksibilitas fiskal seperti revisi APBN. Kami melihat perlu ada penyesuaian (APBN) lebih cepat untuk memberikan kepastian terhadap keberlanjutan pembangunan infrastruktur," ujar Bingham di Jakarta, Senin (21/3).Salah satu pos yang perlu mengalami koreksi, menurut Ben adalah target penerimaan negara. "Pemerintah berisiko menghadapi shortfall penerimaan tahun ini apabila tidak mampu menangkal lebih awal tantangan dalam memungut pajak," ujar Bingham.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan pemerintah Republik Indonesia tak bakal meminta pinjaman uang kepada Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund). Sore ini, Selasa (1/9), Direktur IMF Christine Lagarde dijadwalkan bertemu Presiden Jokowi di Istana Merdeka. “Kami tidak minta (utang), tapi membahas seputar kondisi ekonomi dunia secara lebih luas. Sekarang ekonomi global sedang susah,” kata Kalla.
Jokowi dan Lagarde, ujar Kalla, akan fokus bicara soal melemahnya perekonomian dunia dan kelesuan sektor ekonomi. “IMF hendak melihat kondisi ekonomi Asia, termasuk Indonesia,” kata Kalla. Kalla menegaskan, Indonesia saat ini merupakan negara yang bebas dari jerat utang IMF. Utang Indonesia pada IMF pada krisis moneter 1998 sebesar US$25 miliar telah lunas tahun 2006.
Sementara mengenai US$3,1 miliar yang pernah diributkan sebagai utang, itu sesungguhnya merupakan alokasi dana penempatan sebagai bagian dari aset cadangan internasional (special drawing rights). Seluruh anggota IMF termasuk Indonesia, kata JK, mendapat alokasi SDR dan itu tak masuk kategori utang pemerintah.
Senior Resident Representative IMF untuk Indonesia, Ben Bingham, juga menegaskan Indonesia tak lagi memiliki utang ke lembaganya. “Indonesia saat ini tidak memiliki pinjaman dari IMF,” kata dia. Uatng yang tercatat di Statistik Utang Luar Negeri Indonesia, menurut Bingham, memang terkait SDR yang dialokasikan untuk tiap negara anggota IMF, tak terkecuali Indonesia. Bingham juga membantah kedatangan Lagarde ke Jakarta untuk menawarkan utang kepada Indonesia. “Spekulasi bahwa Managing Director kami ke Indonesia untuk membahas program pinjaman IMF dengan pemerintah RI tidak memiliki dasar,” kata dia.
IMF menyatakan Lagarde terbang ke RI untuk menghadiri konferensi regional tingkat tinggi Future of Asia’s Finance: Financing for Development 2015 yang diselenggarakan Bank Indonesia bersama IMF. Konferensi yang digelar di Gedung BI itu akan membahas mengenai modal pembiayaan baru bagi perekonomian pasar negara berkembang yang dinamis di Asia. Konferensi dihadiri oleh para pejabat bank sentral negara-negara anggota IMF seperti Jepang, Australia, India, Laos, Kamboja, dan Sri Lanka.
No comments:
Post a Comment