Monday, March 28, 2016

Syarat Perusahaan Yang Ingin Punya Hutang Luar Negeri

Pada 2016, perusahaan dengan utang luar negeri harus memenuhi ketentuan rasio lindung nilai atau hedging yang mencapai 25% dari sebelumnya 20%. Kemudian rasio likuiditas menjadi 70% dari sebelumnya 50%. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Hendar menuturkan bahwa hal ini sudah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.16/21/PBI/2014. Ketentuan dibuat secara bertahap agar memberikan waktu yang cukup bagi korporasi untuk implementasi.

"Pada tahap pertama di tahun 2015, pelaku ULN wajib memenuhi rasio lindung nilai sebesar 20% dan rasio likuiditas minimal 50%. Sementara itu, peringkat utang minimum belum diterapkan," terangnya dalam seminar di Kantor Pusat BI, Jakarta, Senin (28/3/2016). "Mulai tahun 2016, pelaku ULN wajib memenuhi rasio lindung nilai sebesar 25% dan rasio likuiditas minimal 70%," jelasnya.

Rasio lindung nilai adalah selisih antara aset valas terhadap kewajiban pembayaran valas yang jatuh jatuh tempo pada periode tertentu. Aset mencakup kas, giro, tabungan, deposito, surat berharga yang bisa diperdagangkan dan tagihan. Di samping itu, juga ada penerapan peringkat utang minimum menjadi BB- untuk setiap perusahaan non bank yang akan menerbitkan ULN baru.

"Iya harus sudah mulai penuhi ketentuan itu. Kan ini baru tahun pelaksanaan dari 2015 bagi yang ajukan ULN haruss rating minimal BB-," kata Hendar. Pada 2017 mendatang ada kewajiban perusahaan tersebut wajib melakukan transaksi lindung nilai dengan perbankan Indonesia. Hendar menegaskan, pengenaan sanksi pun diterapkan secara bertahap.

"Ketentuan ini bukan dimaksudkan untuk membatasi utang tetapi menekankan pentingnya peminjam berhati-hati atas currency risk yang dapat membahayakan kelangsungan," tukasnya. Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Januari 2016 tumbuh 2,2% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan Desember 2015 sebesar 5,8% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ini terutama didorong oleh perlambatan ULN sektor publik dan penurunan ULN sektor swasta.

ULN berjangka panjang tumbuh 4,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan Desember 2015 sebesar 8,6% (yoy). Sementara itu, ULN berjangka pendek masih mengalami penurunan (-12,7% yoy). Dengan perkembangan tersebut, posisi ULN Indonesia pada akhir Januari 2016 tercatat sebesar US$ 308,0 miliar. Demikian disampaikan Bank Indonesia (BI) dalam keterangan resminya.

Berdasarkan kelompok peminjam, perlambatan pertumbuhan ULN pada Januari 2016 terjadi pada ULN sektor publik maupun ULN sektor swasta. ULN sektor publik tumbuh melambat menjadi 5,7% (yoy) dari 10,2% (yoy) pada bulan Desember 2015, dan ULN sektor swasta turun -0,7% (yoy) setelah pada Desember 2015 tumbuh sebesar 2,2% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, posisi ULN sektor publik dan swasta masing-masing tercatat sebesar US$ 143,4 miliar (46,6% dari total ULN) dan US$ 164,6 miliar (53,4% dari total ULN).

Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN berjangka panjang (87,4% dari total ULN). ULN berjangka panjang pada Januari 2016 mencapai US$ 269,1 miliar, terdiri dari ULN sektor publik sebesar US$ 140,7 miliar (52,3% dari total ULN jangka panjang) dan ULN sektor swasta sebesar US$ 128,4 miliar (47,7% dari total ULN jangka panjang).  Sementara itu, ULN berjangka pendek sebesar US$ 38,9 miliar (12,6% dari total ULN), terdiri dari ULN sektor swasta sebesar US$ 36,2 miliar (93,0% dari total ULN jangka pendek) dan ULN sektor publik sebesar US$ 2,7 miliar (7,0% dari total ULN jangka pendek).

Menurut sektor ekonomi, ULN swasta pada akhir Januari 2016 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,2%. Dibandingkan dengan bulan sebelumnya, pertumbuhan tahunan ULN sektor keuangan, industri pengolahan, dan listrik, gas dan air bersih melambat, sementara pertumbuhan tahunan ULN sektor pertambangan mengalami kontraksi yang lebih dalam.

Bank Indonesia (BI) memandang perkembangan ULN Januari 2016 masih cukup sehat namun terus mewaspadai risikonya terhadap perekonomian. Ke depan, BI akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi.

No comments:

Post a Comment