Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengusulkan pemungutan pajak untuk perusahaan penyedia jasa layanan konten data dan informasi berbasis internet (Over The Top/OTT) yang beroperasi di Indonesia dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. "Saya minta Kominfo yang mungut pajaknya," ujar Ken di kantornya, Jakarta, Selasa (29/3).
Ia menginginkan penyedia konten asing seperti Google, Facebook, Twitter memiliki izin sebagai bentuk usaha tetap (BUT) jika ingin masih beroperasi di Indonesia. Dengan BUT, maka otoritas fiskal secara leluasa mampu mengutip pajak dari perusahaan-perusahaan asing tersebut. Ken menambahkan, hal ini juga menimbang asas resiprokal yang diterapkan oleh negara-negara lain, seperti memungut pajak perusahaan animasi asal Indonesia yang beroperasi di negara lain.
"Google, Youtube, web address-nya kan ada quote-nya Indonesia. Itu seharusnya bentuk usaha tetap, di sini. Sedangkan, web kita di Amerika yang jualan animasi dipajakin. Masa mereka yang gede-gede enggak mau? Harus itu," tegas Ken. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dianggap sebagai jenis pajak yang paling cocok untuk diterapkan. Hal ini mengingat banyaknya transaksi jual beli barang dan jasa yang melibatkan tiga perusahaan tersebut.
"Potensi pajak tergantuk objeknya. Kalau objeknya PPN, siapapun yang beli lewat situ ya harus bayar," jelas Ken. Lebih lanjut, ia optimistis upaya untuk memungut pajak dari perusahaan-perusahaan tersbut akan berjalan lancar menggunakan sistem teknologi yang telah dimiliki oleh Ditjen Pajak saat ini. "Kalau online sebenarnya malah gampang, setiap hari bisa kita lihat," jelasnya.
Ken mengatakan aturan penunjukan pemungut pajak tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang saat ini draf nya masih disusun oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Ditjen Pajak. "Cukup PMK, ditetapkan [Kominfo] sebagai pemungut. Yang dipungut objeknya apa, pemungut siapa, subjeknya siapa. Sudah dimasukkan, drafnya sudah, tinggal dibahas," katanya
No comments:
Post a Comment