Bank Indonesia (BI) menginisiasi model pembiayaan melalui surat berharga syariah (sukuk) berbasis wakaf demi menyemarakkan aktivitas ekonomi syariah. Dalam model ini, nantinya tanah wakaf yang sudah bersertifikat bisa dijadikan jaminan (underlying) penerbitan sukuk.
Deputi Gubernur BI Hendar mengatakan, selama ini dalam paradigma masyarakat secara umum, tanah wakaf tidak boleh digunakan untuk kegiatan komersial. Padahal jika dilihat lebih luas, tanah wakaf memiliki potensi atau nilai manfaat tanah yang sangat besar untuk mendorong perekonomian.
Berdasarkan data Badan Wakaf Indonesia (BWI) saat ini terdapat 4 juta hektare (ha) tanah wakaf yang tersebar di 400 ribu titik dengan nilai sekitar Rp 2.050 triliun. Selama ini, tanah tersebut hanya dimanfaatkan untuk pembangunan masjid, pesantren, panti asuhan, dan pemakaman yang justru membutuhkan biaya operasional besar setiap tahunnya.
"Meskipun dana itu potensinya besar, namun nyatanya belum dapat tergarap dengan baik," ujar Hendar di Surabaya, Kamis (27/10). Lebih jauh, Kepala Departemen Keuangan dan Ekonomi Syariah BI Anwar Basori mengatakan melalui konsep sukuk linked wakaf, nantinya tanah wakaf yang selama ini menganggur bisa dibangun infrastruktur untuk kemudian disewakan dan memberikan hasil. Hasil dari sewa tersebut nantinya akan dibagi dan disalurkan untuk mendorong program sosial yang memberikan manfaat bagi umat, seperti pembangunan Rumah Sakit, pesantren hingga sekolah.
Bank sentral pun mendorong perusahaan-perusahaan BUMN Karya yang selama ini aktif menggarap proyek properti dan infrastruktur untuk memanfaatkan konsep tersebut. Nantinya para perusahaan BUMN karya bisa membangun infrastruktur di tanah wakaf yang pendanaan proyeknya berasal dari penerbitan sukuk.
"Kemudian di akhir periode kontrak, aset tadi akan dikembalikan ke Nazir,” kata dia. Ide menghubungkan tanah wakaf ke sukuk muncul lantaran instrumen syariah tersebut saat ini sudah sangat berkembang, meliputi sukuk berbasis proyek (PBS), SPNS, Sukri, Sukuk Dana Haji, dan sebaginya. Ia menyebut Singapura dan Kuwait sudah terlebih dahulu menerapkan sukuk berbasis wakaf.
"Ini juga upaya kami untuk memperdalam pasar keuangan syariah dalam negeri. Di Singapura dan Kuwait tanah wakaf sudah bisa dioptimalkan menjadi komersial namun tetap dalam prinsip syariah," ujarnya. Anwar mengatakan saat ini sudah ada beberapa perusahaan BUMN yang berminat menggunakan konsep sukuk linked wakaf untuk pengembangan proyeknya.
Untuk implementasi dan pengembangan model tersebut, BI akan bekerja sama dengan BWI, Badan Zakat Nasional (Baznas), Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan serta Kementerian Sosial mengingat selama ini karakeristik wakaf digunakan untuk tujuan sosial. Berdasarkan data bank sentral, pasar sukuk sudah sangat berkembang. Indonesia sudah menerbitkan sukuk hingga Rp560 triliun dengan outstanding per 6 Oktober mencapai Rp407 triliun. Untuk sukuk korporat sendiri sudah terbit Rp18,7 triliun dengan outstandingRp10,7 triliun.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menambahkan, Indonesia menjadi salah satu penerbit sukuk global terbesar di dunia dengan penerbitan mencapai US$10,15 triliun dengan outstanding US$9,5 miliar, dari total penerbitan sovereign sukuk US$45,17 miliar selama 2009-2016. Indonesia berada di atas Turki, Qatar, Singapura, Malaysia, UEA Dubai, Hong Kong, Bahrain, dan Afsel.
Ditambahkan, selama ini BI terus berupaya memperdalam transaksi pasar keuangan syariah yang masih berkisar antara Rp600 miliar-Rp1 triliun per harinya, di antaranya dengan menerbitkan beleid tentang sertifikat investasi mudarabah (siva), sertifikat perdagangan komoditas berprinsip syariah (sika), repo syariah, mini MRA syariah, hedging syariah serta NCD syariah.
“Transaksi pasar keuangan syariah masih dangkal, dibanding konvensional yang seharinya bisa mencapai Rp10-15 triliun,” kata dia.
No comments:
Post a Comment