Bank Indonesia (BI) menyebut konsumsi rumah tangga akan menguat dan tetap menjadi penopang utama pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini. Hal itu ditunjukan dengan indeks Keyakinan Konsumen pada kuartal III 2016 sebesar 112,5, lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang sebesar 111,6. Konsumen tercatat lebih percaya diri terhadap perbaikan ekonomi dalam negeri.
"Kondisi enam bulan ke depan, konsumen di level optimistis. Artinya mereka yakin bahwa enam bulan ke depan pendapatan mereka akan lebih baik, entah itu terkait penghasilan maupun ekspektasi ketersediaan lapangan kerja," ujar Hendy Sulistiowati, Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI, Kamis (6/10). Hendy menjelaskan, dengan posisi indeks tersebut, maka diproyeksikan konsumsi rumah tangga akan meningkat pada kuartal III-2016. Tercatat pada kuartal II-2016, dengan indeks 111,6 maka pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 5,04 persen.
"Dengan indikator ini, maka dapat diasumsikan konsumsi rumah tangga bisa lebih tinggi dari kuartal II," ujar Hendy. Adapun menurut BI, pendukung pertumbuhan konsumsi adalah dari sisi penghasilan saat ini, yang mayoritas konsumen menganggap cukup. Sementara di sisi lain, konsumen masih pesimistis terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan dan ketepatan waktu pembelian barang tahan lama, seperti perlengkapan rumah tangga, furnitur, dan peralatan elektronik.
"Mereka masih di level pesimistis untuk ketersediaan lapangan pekerjaan dan pembelian barang tahan lama, walaupun sebenarnya ada perbaikan dari 94 menjadi 95," terangnya. Jika dilihat dari kondisi keuangan konsumen, maka survei BI juga menyebut porsi pendapatan responden yang digunakan untuk konsumsi pada September 2016 turun 0,5 persen dari bulan sebelumnya menjadi 70,4 persen. Konsumen juga memperkirakan pertumbuhan jumlah tabungan tidak akan setinggi bulan sebelumnya
Bank Indonesia (BI) memproyeksi permintaan kredit yang signifikan akan terjadi dalam waktu enam bulan ke depan. Hal tersebut bisa terjadi jika seluruh indikator ekonomi makro dalam kondisi yang stabil seperti saat ini. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menyebut saat ini beberapa indikator makro tengah menunjukan perbaikan. Nilai tukar rupiah yang stabil dan cenderung menguat serta tingkat inflasi yang rendah dan terkendali dinilai menjadi sentimen positif untuk mendongkrak daya beli masyarakat dan perencanaan bisnis ke depannya.
"Kalau situasi ini aman terus terkendali terus. Harusnya kredit bisa tumbuh lagi dalam enam bulan mendatang. Itu bisnis siklus dan perbankan yang normal," ujar Mirza dalam seminar, Kamis (6/10). Mirza tidak menampik kenyataan pertumbuhan kredit perbankan sepanjang tahun ini cukup mengecewakan. Secara tahunan pertumbuhan kredit hingga Agustus hanya mencapai 6,7 persen dengan total penyaluran kredit mencapai Rp4.178,6 triliun.
Kinerja tersebut melambat dibandingkan posisi Juli yang masih tumbuh 7,6 persen secara tahunan. Sementara pertumbuhan sepanjang tahun (year to date) pertumbuhan kredit hanya mencapai 2,8 persen. Berkurangnya permintaan kredit dengan denominasi valuta asing dinilai menjadi penyebab turunnya permintaan kredit secara nasional.
"Jika dirinci permintaan kredit rupiahnya memang tumbuh, tapi permintaan valas turun signifikan. Ini akibat berkurangnya kegiatan ekspor dan impor," jelas Mirza. Kendati demikian, Mirza optimistis situasi perekonomian global akan semakin membaik dalam waktu mendatang. Pasalnya, ia mengatakan pola kebijakan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, yang sangat mempengaruhi perekonomian dunia mulai bisa dibaca.
Tahun ini, BI memprediksi The Fed hanya akan menaikkan Fed Rate satu kali pada akhir tahun nanti. Tahun 2017 pun diproyeksi menjadi peluang bagi Indonesia untuk melanjutkan pemulihan (recovery) ekonomi. Dengan latarbelakang optimisme tersebut bank sentral memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa mencapai angka 5,1-5,5 persen.
No comments:
Post a Comment