PT Bank Permata Tbk kembali mencatatkan kerugian. Setelah sempat merugi Rp376 miliar pada kuartal I 2016 dan Rp836 miliar pada paruh pertama tahun ini, kini perseroan merugi Rp1,2 triliun. Roy Arfandy, Direktur Utama Bank Permata mengatakan, perseroannya kembali mengalokasikan beban pencadangan dalam jumlah signifikan. “Yang mengakibatkan kerugian bersih sebesar Rp1,2 triliun,” ujarnya, Kamis (27/10).
Ia menerangkan, sesuai prinsip kehati-hatian, beban pencadangannya menyesuaikan kebutuhan demi menjamin portofolio pinjaman dan neraca keuangan tetap aman terjaga. Namun demikian, laba operasioal sebelum pencadangan tembus Rp2,9 triliun per September 2016 atau meningkat 4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp2,8 triliun.
Peningkatan tersebut salah satunya didorong oleh pertumbuhan pendapatan non bunga sebesar 21 persen yang ditopang bancassurance, wealth management dan biaya operasional yang terkendali. “Hal ini merupakan indikasi yang kuat bahwa bisnis utama kami tetap berjalan dengan baik, meskipun menghadapi tekanan ekonomi makro, khususnya di sektor komersial,” terang Roy.
Sandeep Jain, Direktur Keuangan Bank Permata bilang, perseroannya terus menjalankan strategi untuk memperkuat landasan pertumbuhan bank, termasuk permodalan dan menjaga kesehatan likuiditas. “Salah satu pencapaian kami pada kuartal I 2016 adalah perseroan berhasil mencatat modal inti utama (common equity tier 1,CET-1) sebesar 15,5 persen dan rasio kecukupan modal 19,3 persen. Ini tertinggi sepanjang sejarah perseroan,” ungkapnya.
Tidak cuma itu, perseroan juga membukukan loan to deposit ratio sebesar 86 persen per akhir September 2016. Ini mencerminkan likuiditas perseroan tetap sehat. Menurut Jain, Bank permata konsisten untuk meningkatkan kualitas struktur pendanaannya, terbukti dari menguatnya rasio CASA alias dana murah hingga 43 persen. Tahun lalu, rasio CASA hanya 38 persen.
Adapun, dari sisi kredit, perseroan merasakan dampak perlambatan ekonomi makro yang tercermin dari penurunan sebesar 16 persen. Di sisi lain, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) meningkat 4,9 persen. “Kami mengetahui secara jelas resiko-resiko yang ada dan telah mengambil langkah-langkah yang terencana dengan baik untuk mengelola resiko tersebut, sejauh yang dapat kami prediksikan,” pungkas Jain.
Saat ini, fokus perseroan, ia menambahkan, meningkatkan kualitas aset, menjaga performa dari sisi pendapatan non bunga, sekaligus terus meningkatkan kualitas struktur pendanaan, pendapatan, dan efisiensi.
Dua pemegang saham utama perseroan, yakni PT Astra International Tbk dan Standard Chartered Bank Plc diklaim tengah merencanakan peningkatan permodalan, menyusul kesuksesan rights issue senilai Rp5,5 triliun pada semester I 2016.
No comments:
Post a Comment