Pemerintah memberikan relaksasi bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam rangka pengampunan pajak. Hal ini dilakukan untuk mendongkrak partisipasi pengusaha mini dalam program tersebut. Sebelumnya, pada periode pertama amnesti pajak yang berakhir pada 30 September 2016 lalu, wajib pajak UMKM yang meminta amnesti hanya sebanyak 69,5 ribu peserta.
Padahal, jumlah wajib pajak UMKM yang terdaftar mencapai 600 ribu wajib pajak. Selain itu, DJP meyakini masih banyak pengusaha UMKM yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Kepala Sub Direktorat Peraturan KUP Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dodi Syamsu Hidayat mengungkapkan, relaksasi itu tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-17/PJ/2016 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pernyataan Harta (SPH) untuk Wajib Pajak Tertentu.
Aturan yang merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 ini ditandatangani oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi pada Senin (3/10) lalu. "Khusus untuk UMKM kami sudah sisir satu-satu dan kami akan berikan banyak kemudahan," tutur Dodi dalam acara Dialog Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) di Menara Bidakara 2, Kamis (6/10).
Relaksasi pertama, kata Dodi, pelaku UMKM diperkenankan untuk menyampaikan daftar harta tambahan yang diungkap dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) secara manual atau tulisan tangan, bukan dalam bentuk digital/softcopy. Hal ini akan mempermudah pelaku UMKM yang belum familiar dengan penggunaan komputer. "Nanti kami yang menyelesaikan atau menyalin di kantor kami. Mereka hanya perlu tulis tangan, kami akan rekam itu sepanjang list datanya tidak lebih dari 20 item," ujarnya.
Berikutnya, pelaku UMKM juga diperkenankan untuk menyerahkan SPH secara kolektif melalui perwakilan dari asosiasi atau perkumpulan yang diikuti oleh pelaku UMKM. "Nanti asosiasi menunjuk orang yang diberikan kuasa untuk menyerahkan SPH secara kolektif," ujarnya.
Pelaku UMKM menyerahkan daftar rincian harta dan utang minimal berisi nama, kode, tahun, dan nilai harta/utang; Surat Setoran Pajak (SSP) uang tebusan; SSP Tunggakan Pajak bagi yang memiliki; SSP Pajak yang tidak seharusnya dibayar bagi WP bukper dan penyidikan; serta fotokopi SPT PPh terakhir.
Tanda terima akan diterima oleh peserta maksimal 20 hari kerja setelah SPH diterima petugas pajak. Kemudian, Surat Keterangan Pengampunan Pajak akan diterima maksimal 10 hari setelah tanda terima SPH diterima oleh wajib pajak. Namun, berbeda dengan peserta reguler, SPH kolektif harus diserahkan ke kantor pajak tertentu - minimal tingkat kabupaten - seperti Kantor Pusat DJP maupun Kantor Wilayah (Kanwil) DJP.
Batas akhir penyampaian SPH kolektif adalah 31 Januari 2016, lebih cepat dari batas akhir berlakunya program, 31 Maret 2017. Hal itu untuk memberikan waktu setidaknya dua bulan bagi peserta amnesti pajak UMKM untuk melengkapi lampiran harta terkait. Sebagai informasi, berdasarkan Undang-undang Pengampunan, Wajib Pajak UMKM dengan omzet usaha dibawah Rp4,8 miliar bisa mengikuti program amnesti pajak dengan tarif uang tebusan yang berlaku rata hingga program amnesti pajak berakhir.
Jika nilai aset WP UMKM sampai dengan Rp10 miliar maka tarifnya 0,5 persen dari nilai harta yang diungkap. Sementara, jika nilai asetnya lebih dari Rp10 miliar maka tarif uang tebusannya naik menjadi dua persen. Tarif ini berlaku hingga program amnesti pajak berakhir yaitu pada 31 Maret 2017.
Tak puas dengan pencapaian periode pertama, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi membidik hampir 20 juta wajib pajak (WP) dalam program pengampunan pajak tahap berikutnya. Sejak 18 Juli hingga akhir September 2016, Ken mengatakan jumlah WP yang ikut serta dalam program amnesti pajak sebanyak 365.836 orang. Jumlah tersebut baru sekitar 2 persen dari total WP terdaftar.
"Saya belum puas, bahkan saya sulit dipuaskan. Karena WP yang ikut hanya 2,09 persen dari total 20,1 juta WP," ungkap Ken di Kantor Wilayah DJP Besar, Sudirman, Kamis (6/10). Otomatis, lanjut Ken, DJP masih harus menjaring 98 persen WP terdaftar yang belum berpartisipasi. Padahal, salah satu tujuan tax amnesty adalah memperluas basis data perpajakan negara.
Menurutnya, menjaring 19,6 juta WP yang belum taat membayar pajak merupakan tugas besar DJP pada periode tax amnesty hingga Maret 2017. "Masih ada sisa 98 persen yang belum ikut. Ini yang jadi tugas kita untuk terus mengejarnya," imbuh Ken. Tak hanya dari segi keikutsertaan WP, Ken juga belum puas dengan nilai penerimaan amnesti pajak, yang sesuai dengan jumlah surat setoran pajak (SSP) baru sebesar Rp97,2 triliun. Sebab, potensi penerimaan jauh lebih besar dari pada angka tersebut.
"Kalau bisa 10 lipat dari Rp97 triliun itu, baru saya puas," tambahnya. Untuk itu, ia memastikan tak akan memberi ruang istirahat bagi anak buahnya guna mencapai target amnesti pajak. Setelah menjaring WP besar, Ken mengatakan DJP akan memperluas sasaran dengan menyasar para pengusaha muda dan asosiasi pengusaha berbasis Unit Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Segmentasi ini dikejar karena dianggap memiliki potensi yang besar dalam menyumbang penerimaan negara.
"UMKM jangan di pandang sebelah mata. Mereka penopang ekonomi Republik Indonesia makanya kita beri berbagai kemudahan agar mereka bisa ikut," ujar Ken. Sebelumnya, DJP memberikan sejumlah kemudahan bagi UMKM. Pertama, UMKM dapat memberikan Surat Pernyataan Harta (SPH) dengan tulis tangan atau manual. Kedua, pelaku UMKM dapat menyerahkan SPH secara kolektif melalui perwakilan dari asosiasi atau perkumpulan yang diikuti oleh pelaku UMKM.
No comments:
Post a Comment