Friday, October 28, 2016

Rakyat Kecil Jadi Sumber Baru Pencetak Laba Terbesar Bank Mandiri dan BRI

Lini bisnis kredit mikro menjadi tumpuan bank-bank besar dalam mengurangi tekanan perlambatan pertumbuhan kredit. Laporan keuangan kuartal III 2016 PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, membuktikan bahwa kredit mikronya menjadi penggerak pertumbuhan selama sembilan bulan tahun ini berjalan.

Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan, kredit mikro perseroan tumbuh 16,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan lini bisnis kredit mikro merupakan yang tertinggi ketimbang kredit korporasi dan konsumer, yakni 14,3 persen dan 13,5 persen.

“Kredit mikro tumbuh paling besar di antara kredit-kredit lain. Diikuti oleh kredit korporasi. Kredit mikro bisa dibilang lokomotifnya untuk pertumbuhan,” ujarnya, Rabu (25/10). Secara keseluruhan, kredit Bank Mandiri meningkat 11,50 persen, yaitu dari Rp560,6 triliun pada kuartal III tahun lalu menjadi sebanyak Rp625,1 triliun pada periode yang sama tahun ini.

Setali tiga uang, BRI juga mencatatkan pertumbuhan kinclong karena melesatnya penyaluran kredit pada pelaku usaha mikro. Lini kredit mikro bertumbuh 20,3 persen dari sebesar Rp170,2 triliun di kuartal ketiga tahun lalu menjadi Rp204,8 triliun per September 2016. “Pertumbuhan penyaluran kredit juga terjadi di Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kami bersyukur, tidak terjadi kanibal antara nasabah mikro Kupedes BRI dengan nasabah KUR. Ternyata, nasabah program keduanya sama-sama bertumbuh,” terang Asmawi Syam, Direktur Utama BRI.

Adapun, total kredit BRI mencapai 603,5 triliun per September 2016 atau meningkat 16,3 persen dibandingkan kuartal ketiga tahun lalu. Pertumbuhan kredit perseroan tersebut melampaui rata-rata industri yang hanya sebesar 6,8 persen. Kredit mikro memang jadi penggerak pertumbuhan bisnis dua bank pelat merah di atas. Namun demikian, kondisi tersebut berbeda dengan yang dialami PT Bank Danamon Indonesia Tbk.

Induk usaha Adira Finance dan Adira Insurance tersebut justru tengah menahan laju pertumbuhan kredit mikro melalui Danamon Simpan Pinjam (DSP). Kredit mikro melalui DSP bahkan tercatat rontok 29 persen pada kuartal III 2016 dibanding kuartal ketiga tahun lalu.

“Kami sedang fokus pada penahanan kualitas aktiva DSP. Pasalnya, banyak kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) disumbang dari bisnis kredit mikro. Banyak unit yang belum selesai ditangani atawa saat ini sedang pelunasan. Makanya, tak banyak kredit mikro baru,” tutur Vera Eve Lim, Direktur Bank Danamon.

Di sisi lain, lanjut dia, perseroan tengah mengembangkan bisnis usaha kecil dan menengah. Lini bisnis ini bahkan telah berkontribusi positif terhadap total portofolio perseroan. Hingga kuartal ketiga tahun ini, kredit UKM perseroan bertumbuh 6 persen menjadi Rp23,8 triliun

PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk mampu mencatatkan laba bersih sebesar Rp18,6 triliun sampai kuartal III 2016, naik 1,8 persen dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp18,3 triliun. Salah satu penyebab kinclongnya kinerja BRI adalah melesatnya penyaluran kredit mikro kepada pengusaha-pengusaha kecil sampai akhir September lalu.

Direktur Utama BRI Asmawi Syam mencatat penyaluran kredit bank pelat merah yang dipimpinnya mengalami pertumbuhan berkat meningkatnya pertumbuhan di segmen mikro.  BRI telah menyalurkan kredit sebesar Rp603,5 triliun atau naik 16,3 persen dari periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini melampaui rata-rata pertumbuhan industri yang hanya mencapai 6,8 persen (per Agustus 2016).

Kredit mikro disebut Asmawi masih menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit. Jika dibandingkan dengan kurtal III tahun lalu, jumlah kredit mikro yang disalurkan naik 20,3 persen dari sebesar Rp170,2 triliun menjadi Rp204,8 triliun. BRI juga mampu menambah basis nasabah pinjaman baru di segmen tersebut sebanyak 1 juta dari 7,6 juta menjadi 8,6 juta nasabah selama kuartal III.

"Pertumbuhan jumlah ini terutama terjadi di Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kami bersyukur ternyata tidak terjadi kanibal antara nasabah mikro Kupedes BRI dengan nasabah KUR. Saya pikir banyak nasabah Kupedes yang beralih ke KUR, namun ternyata nasabah kedua program tersebut justru sama-sama bertumbuh," kata Asmawi, Selasa (25/10).

Hal lain yang menopang kinerja BRI sepanjang Januari-September 2016 adalah pendapatan bunga atau Net Interest Income (NII) yang mencapai Rp48,6 triliun atau tumbuh 16,8 persen year on year (yoy). Serta perolehan pendapatan berbasis komisi (fee based income) yang mencapai Rp6,6 triliun atau tumbuh 25,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Peningkatan fee based income tersebut didominasi oleh tambahan fee yang berasal dari jasa administrasi kredit sebesar 113,6 persen yoy menjadi Rp740 miliar kemudian diikuti oleh fee trade finance yang tumbuh 58,8 persen yoy menjadi Rp614 miliar, fee e-bankingsebesar Rp1,6 triliun atau tumbuh 42,2 persen yoy dan fee yang berasal dari jasa kegiatan perbankan lainnya.

"Hal ini mengindikasikan mulai nyamannya nasabah bertransaksi di e-channel milik BRI, sehingga fee based kami meningkat signifikan," ujar Asmawi Syam. Berkaca dari kinerja yang tumbuh di atas rata-rata industri, Asmawi optimistis BRI mampu mencetak pertumbuhan kredit dua digit hingga akhir tahun. Ia memproyeksikan pertumbuhan tahun ini bisa mencapai kisaran 13-14 persen atau tumbuh di atas proyeksi bank sentral dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kendati demikian, Wakil Direktur BRI Sunarso menilai risiko perlambatan ekonomi hingga akhir tahun tetap harus diantisipasi. Meski mampu menekan rasio kredit bermasalah (NPL) gross ke level 2,2 persen, BRI tetap memasang strategi konservatif hingga akhir tahun. BRI justru menaikkan rasio pencadangan dari 150 persen menjadi 166 persen dengan total Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sebesar Rp22,3 triliun hingga akhir tahun. Pencadangan tersbeut dirasa cukup untuk mengatasi kenaikkan NPL di tengah tren perlambatan kredit.

"Kami menilai cuaca belum begitu baik, oleh sebab itu kita sediakan payung sebelum terjadi apa-apa," ujarnya.

No comments:

Post a Comment