Friday, October 28, 2016

Gelombang PHK Ancam Industri Perbankan Indonesia

Awan hitam nampaknya akan terus menaungi industri perbankan dalam negeri hingga akhir tahun. Usai pertumbuhan kredit diprediksi tidak akan mencapai dua digit tahun ini, isu efisiensi yang berujung pada pemangkasan pegawai juga harus menerpa industri yang asetnya mencapai lebih dari Rp6.000 triliun itu.

Sejumlah bank yang diketahui berencana merumahkan karyawannya di antaranya adalah PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Bank asal negeri Singa ini diketahui memang tengah mengencangkan ikat pinggang sejak 2014 lalu. Aksi efisiensi itu pun membuat Serikat Pekerja Danamon merancang aksi unjuk rasa melakukan unjuk rasa atau demonstrasi pada hari ini, Jumat (28/10).

Berdasarkan surat edaran yang diterima, Serikat Pekerja Danamon akan melakukan unjuk rasa mulai pukul 13.00 sampai 17.00 WIB. Dengan titik kumpul Gedung Bank Danamon Prapatan dan massa akan bergerak menuju Kantor Pusat Bank Danamon di Jalan Rasuna Said, Kuningan Jakarta Selatan. Terkait aksi ini, belum mendapatkan tanggapan resmi dari manajemen Danamon.

Dalam tuntutannya, Penanggung Jawab Serikat Pekerja Bank Danamon Abdoel Moedjib menuturkan, pekerja merasa kecewa dengan sejumlah kebijakan yang diambil oleh perusahaan yang mengatasnamakan efisiensi. Aksi unjuk rasa yang terjadi hari ini pun menurutnya merupakan puncak dari upaya dialog yang tak kunjung mendapatkan tanggapan dari pihak manajemen Bank Danamon.

Adapun, salah satu tuntutan utama para pekerja yang tergabung dalam Serikat Pekerja adalah meminta perusahaan untuk berhenti melakukan PHK secara massal. Hal ini diduga dilakukan manajemen atas dasar kondisi salah satu lini bisnis Danamon yang terus merugi sehingga menggerogoti laba perusahaan.

"Hanya atas dasar kekhawatiran akan meruginya salah satu unit bisnis lalu dengan semena-mena karyawan di PHK dengan cara yang tidak manusiawi. Mereka selalu menyampaikan ke karyawan bahwa Danamon sedang susah, rugi dan lain-lain, tapi faktanya malah bikin gedung baru, beli tanah lagi untuk gedung baru dan rekrut karyawan yang pro-hire pula," ujar Abdoel.

Juli lalu, Danamon diketahui memang baru saja meresmikan gedung kantor pusat baru yang berlokasi di Jalan H.R Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan. Gedung ini merupakan konsolidasi unit dan fungsi dari beberapa gedung Danamon yang sebelumnya tersebar di berbagai lokasi. Untuk membangun menara dengan 21 lantai tersebut, Danamon harus menggelontorkan investasi sebesar Rp540 miliar.

Aksi perseroan tersebut dilakukan di tengah pertumbuhan kredit perseroan yang turun 9 persen sepanjang Januari hingga September tahun ini. Per akhir September lalu, Danamon pun akhirnya mencatatkan laba bersih sebesar Rp2,516 triliun atau meningkat 33 persen kalau dibandingkan kuartal ketiga tahun lalu, yaitu Rp1,895 triliun.

Dalam paparan kinerja kuartal III Rabu (26/10) kemarin, Direktur Keuangan Danamon Vera Eve Lim mengatakan pertumbuhan laba bersih perseroan utamanya ditopang oleh peningkatan efisiensi perseroan yang berkelanjutan. Ia mengklaim biaya operasional turun enam persen dibandingkan tahun sebelumnya.  Tak hanya Danamon, ancaman PHK secara halus juga diterima oleh para karyawan HSBC Indonesia dan PT Bank Ekonomi Raharja (BER). Kondisi tersebut merupakan konsekuensi dari aksi HSBC Group yang telah membeli saham mayoritas Bank Ekonomi Raharja pada 2005 silam.

Penggabungan atau disebut integrasi ini dilakukan dengan mekanisme pengalihan aset dan kewajiban (asset and liability transfer). Penggabungan ini untuk menyikapi Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia. Penggabungan ini dilakukan dengan memindahkan aset dan kewajiban dari cabang HSBC Indonesia ke Bank Ekonomi.

Sehingga pada April 2017 mendatang HSBC Indonesia yang selama ini berstatus sebagai Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) secara perlahan akan berubah statusnya menjadi perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas (PT) dengan entitas baru yakni PT Bank HSBC Indonesia (BHI).

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengungkapkan, proses integrasi tersebut telah menimbulkan keresahan di kalangan karyawan HSBC Indonesia dan Bank Ekonomi. Ia memperkirakan, dari proses integrasi tersebut akan terjadi overlapping (tumpang tindih) jabatan serta kelebihan tenaga kerja di bank.

Saat ini, HSBC Indonesia memiliki kurang lebih 3.500 karyawan, sedangkan Bank Ekonommi sendiri memiliki sekitar 1.950 karyawan. Karena dirasa terlalu gemuk, pemangkasan karyawan pun menjadi salah satu opsi yang ditempuh manajemen untuk menekan biaya operasional.

"Ini menciptakan kekhawatiran, faktanya di lapangan itu resah, karena pasti yang masuk banyak ke BHI adalah orang-orang bawaan HSBC Indonesia, seperti kepala cabang misalnya. Apakah nantinya ada kepastian kepala cabang Bank Ekonomi yang saat ini akan dijamin tetap menjadi kepala cabang? ternyata enggak. Yang mengisi pasti orang-orang dari HSBC," ujar Timboel .

Para Serikat Pekerja HSBC Indonesia dan Bank Ekonomi pun mengajukan permintaan untuk melakukan perundingan dengan pihak manajemen, Namun menurut Timboel, permintaan tersebut tidak pernah mendapat sambutan dari manajemen HSBC. "Ini sangat mengkhawatirkan dan meresahkan kelangsungan kerja kami, masa depan kami," katanya. Runding Berunding Status Karyawan

Sementara itu dalam media briefing pekan lalu, kuasa Hukum HSBC Indonesia dan Bank Ekonomi Raharja Kemalsjah Siregar menjelaskan, perundingan baru bisa dilakukan jika terjadi perselisihan hubungan industrial. Perselisihan hubungan industrial yang dimaksud ialah perselisihan tentang hak, kepentingan pembuatan syarat kerja, PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja. Apa yang menjadi tuntutan para Serikat Pekerja menurutnya tidak memuat substansi permasalahan industrial.

"Masalahnya begini apakah yang mereka (Serikat Pekerja) usung sebagai masalah itu merupakan perselisihan hubungan industrial? Kalau tidak, tidak ada kewajiban kedua perusahaan untuk berunding. Kalau minta berunding dan perundingan minta seluruh proses penawaran dan seluruh perubahan ketenagakerjaan ditunda mereka tidak punya hak itu," tukas dia.

Terkait dengan karyawan HSBC Indonesia, dia mengatakan semua karyawan tersebut akan diberikan penawaran pindah ke Bank Ekonomi. Karena bersifat penawaran, maka karyawan pun diperbolehkan menentukan pilihan apakah akan melanjutkan dengan berpindah ke Bank Ekonomi atau tidak. Apabila karyawan menerima permintaan tersebut maka tidak ada pembayaran pesangon karena masa kerjanya dibawa ke Bank Ekonomi.

Jika karyawan enggan pindah dan memilih tetap di HSBC Indonesia, maka status kepegawaian sang karyawan akan hilang seiring dengan hilangnya status HSBC sebagai bank KCBA. Ia memperkirakan status tersebut bisa hilang dalam kurun waktu dua tahun kedepan. "Ya otomatis akan hilang dong, karena HSBC sudah tidak ada lagi dan sudah berganti menjadi entitas baru yakni PT Bank HSBC Indonesia atau HBI," jelasnya.

Cara seperti ini yang dianggap Timboel sebagai upaya pemaksaan dari manajemen kepada pegawai HSBC Indonesia. Menurutnya para pegawai dibuat seolah tidak bisa menghindar dari ancaman PHK jika menolak untuk bergabung dengan BHI.  "Kami sendiri belum ada penjelasan dan kepastian, bagi yang stay maksimal dua tahun dibilang secara perlahan akan kehilangan pekerjaan. Ini kan namanya pemaksaan. Kami disuruh ikut ke BHI, dan tidak dikasih pilihan untuk terlibat dalam Perjanjian Kerja sama Baru (PKB)," jelas Timboel.

Konflik antara para serikat pekerja dengan internal dua bank tersebut pun telah sampai ke telinga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan sengketa dua Serikat Pekerja dengan manajemen bank telah dimediasi dengan baik oleh Kementerian Tenaga kerja selaku regulator di bidang ketenagakerjaan.

Namun dari segi industri perbankan, Nelson menyebut di era perlambatan ekonomi saat ini, banyak bank yang akan memanfaatkan waktu untuk melakukan konsolidasi. Selama itu pula, ada kecenderungan bank untuk meningkatkan efisiensi salah satunya melalui pengurangan pegawai.
"Itu sangat tergantung dari strategi masing-masing bank dalam menghadapi tantangan di tahun-tahun mendatang. Ada bank yang cenderung ingin ekspansi tapi ada juga bank yang sebaliknya, mengecilkan bisnisnya (downsizing)," ujar Nelson.

Ia mengatakan, OJK memberi arahan pada bank untuk tidak melakukan pengurangan karyawan. Namun jika terpaksa dilakukan bank harus menawarkan pada karyawan secara sukarela dan memberikan kompensasi yang memadai. "Kami selalu menegaskan itu kepada bank-bank, yang ingin melakukan downsizing jangan sampai menimbulkan permasalahan terkait isu SDM," jelasnya

No comments:

Post a Comment