Wednesday, October 20, 2010

Indonesia Bahu Membahu Membangun Pertanian Yang Sedang Kritis

Tidak ada yang luar biasa di Desa Sumber Ngepoh di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Terletak di dataran tinggi yang sejuk, persis di kaki bukit yang mengalirkan air ke hamparan sawah. Selebihnya Sumber Ngepoh tetap seperti desa-desa lainnya di Pulau Jawa.

Kondisi utama di Ngepoh adalah menyempitnya ruang kehidupan sosial-ekonomi akibat jumlah manusia yang terus bertambah dan proses degradasi sumber daya alam.

Lebih setengah abad silam Clifford Geertz menyebut situasi demikian sebagai involusi pertanian. Banyak yang tidak sependapat dengan Indosianis asal Amerika Serikat tersebut. Namun, setidaknya sejak tahun 1950-an Geertz telah mengingatkan kita mengenai proses pemerataan kemiskinan di pedesaan Pulau Jawa.

Degradasi kesuburan lahan juga terjadi di luar Jawa. Terutama akibat penggunaan pupuk kimia dan obat penyemprot hama yang berlebihan selama ini. Belum lagi munculnya generasi buruh tani setelah perusahaan pengembang dan perusahaan perkebunan besar mencaplok lahan-lahan pertanian.

Di Pulau Seram bagian utara, Maluku Tengah, ribuan hektar lahan pertanian beririgasi beralih menjadi perkebunan sawit milik pejabat, pengusaha lokal, ataupun pengusaha perkebunan besar dari Jakarta.

Hiruk-pikuk reformasi ternyata tidak menyentuh masyarakat petani. Para wakil rakyat di daerah ataupun pejabat pemerintah daerah, seperti di Nanggroe Aceh Darussalam, sibuk dengan diri sendiri. Di daerah lain perhatian dan tenaga wakil rakyat ataupun bupati/wali kota terkuras bagi konsolidasi partai, lobi-lobi politik, persiapan pilkada, dan wisata ke luar negeri dengan alasan ”studi banding”.

Menjarah uang negara

Lantas, siapa yang memerhatikan nasib jutaan petani di republik ini?

Jauh dari hiruk-pikuk mafia hukum dan kesibukan menjarah uang negara, tiba-tiba saja suasana senyap di Sumber Ngepoh berubah semarak, Kamis (7/10). Puluhan kendaraan militer ataupun sipil memasuki desa ini.

Saat itu di Sumber Ngepoh, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI George Toisutta dan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Oesman Sapta mencanangkan kerja sama dalam meningkatkan produksi pangan.

Kerja sama itu diawali dengan menanam jagung dan padi secara simbolis di kebun percontohan, yang luasnya 46 hektar. Kebun ini menggunakan pupuk organik dan varietas pilihan. Hasilnya diperkirakan mencapai 7-8 ton padi organik per hektar.

Kebun percontohan ini bertujuan menyosialisasikan penggunaan pupuk organik, seperti pupuk kandang. Harganya relatif lebih murah dan mudah memperolehnya. Hal yang dapat mengurangi biaya produksi. Namun, lebih penting lagi, pupuk organik akan memulihkan kesuburan lahan yang rusak akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan selama ini.

Dari Desa Sumber Ngepoh, rombongan berangkat ke pusat pendidikan militer Rindam Kodam V Brawijaya, di Kecamatan Lawang. Di bawah guyuran hujan lebat, Jenderal TNI George Toisutta dan Oesman Sapta menanam bibit pohon jabon secara simbolis di atas lahan tidur milik Kodam V Brawijaya yang luasnya 10 hektar,

Untuk penghijauan areal seluas itu, HKTI telah menyediakan 10.000 bibit jabon. HKTI juga akan menghijaukan 214 hektar lahan tidur lain milik pemda dan TNI AD di Malang.

Pohon jabon dipilih karena mempunyai nilai ekonomi. Dapat dipanen dalam usia lima tahun. Sebagai bahan baku industri bubur kertas dan perabot, jabon lebih kuat dan lebih baik dibandingkan dengan sengon.

Jika penghijauan ini dapat memotivasi petani, dengan sendirinya pendapatan mereka akan meningkat. Di Wahera, Ambon (Maluku Tengah), rombongan KSAD dan HKTI, memanen pertanian sayur-mayur.

Menurut George Toisutta, TNI akan terus mendorong petani meningkatkan hasil tanaman pangannya. Selain untuk kesejahteraan sendiri, hal itu sekaligus memperkuat ketahanan pangan Indonesia dalam menghadapi situasi global yang tidak menentu.

Pusat kajian strategis AS memprediksi, konflik global pada masa mendatang antara lain akibat krisis pangan dan sumber air bersih. Jika hal ini tidak diantisipasi, Indonesia akan sangat menderita.

Dalam bahasa lain, Oesman Sapta mengatakan, swasembada pangan mutlak diperlukan agar Indonesia tidak bergantung pada impor. Apalagi lahan di Indonesia cukup luas dan subur.

Meningkatkan produksi

Masalahnya adalah bagaimana meningkatkan produksi pertanian. Di Kalimantan Barat, misalnya, kemampuannya baru sebatas 3 ton padi per hektar. Padahal, di Jawa sudah mencapai 5-6 ton per hektar.

Untuk itu, sementara ini program HKTI adalah membuka kebun-kebun percontohan di tujuh provinsi. Kebun-kebun ini diharapkan dapat memotivasi petani untuk menirunya.

Hari Minggu (10/10) lalu, Ketua HKTI, Gubernur Kalimantan Barat, dan Pangdam Tanjungpura sepakat untuk membuka kebun percontohan seluas 10 hektar di setiap kabupaten.

Dalam hal ini HKTI aktif menyosialisasikan penggunaan pupuk organik. Terutama karena penggunaan pupuk kimia berlebihan selama ini berdampak buruk pada kesuburan lahan.

Selain itu, hingga saat ini distribusi pupuk kimia tidak sehat dan diintervensi mafia pupuk. Contohnya, saat dibutuhkan pada musim tanam pupuk bersubsidi kerap hilang dari peredaran.

Daftar masalah yang dihadapi petani Indonesia masih panjang. Belum lagi penanganan pascapanen hingga pemasaran, modal usaha, risiko gagal panen, pencaplokan lahan pertanian untuk perumahan, perkebunan sawit, dan seterusnya.

Bertolak dari posisi petani yang lemah dan terpinggirkan, Sekretaris Jenderal HKTI Benny Pasaribu berpendapat, HKTI akan memperjuangkan UU perlindungan petani, seperti di negara-negara lain.

No comments:

Post a Comment