Thursday, July 28, 2011

Asosiasi Tuna Longline Indonesia ATLI: Volume Penangkapan Tuna Menurun

Volume penangkapan ikan tuna terus menurun. Berdasarkan data Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI), sepanjang semester I-2011, ikan tuna yang berhasil ditangkap hanya sebanyak 1.594 ton. Jumlah jauh lebih sedikit ketimbang volume penangkapan tahun 2010 yang masih sebanyak 2.813 ton.

Dwi Agus Siswa Putra, Sekretaris Jenderal ATLI menuturkan, setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan volume penangkapan tuna sepanjang semester I tahun ini menurun drastis. Pertama, kapal-kapal penangkap tuna tidak lagi gencar melakukan aktivitas penangkapan. Pada tahun-tahun sebelumnya, kapal-kapal penangkap tuna biasa beraktivitas di laut lebih dari 3 bulan. "Namun sekarang, satu bulan pun sudah berat," kata Dwi ketika dihubungi KONTAN, Rabu (28/7).

Kata Dwi, kondisi tersebut disebabkan oleh semakin mencekiknya biaya operasional penangkapan terutama biaya bahan bakar solar. Para pemilik kapal memang diharuskan membeli solar dengan tarif industri yang rata-rata sekitar Rp 8.900 per liter. Dwi bilang, pemerintah sebenarnya sudah memberikan subsidi kepada pemilik kapal sebanyak 75 kiloliter (kl) solar untuk jangka waktu 3 bulan.

Hingga bulan September 2010, para pemilik kapal masih bisa mengambil jatah subsidi itu sekaligus di bulan pertama. Namun, pemerintah kemudian merevisi kebijakan itu dengan mengharuskan pengambilan subsidi dilakukan sebulan sekali sebanyak 25 kl per bulannya. Hal inilah yang kemudian membuat para pemilik kapal banyak yang menurunkan aktivitas penangkapannya. "Kalau ini dibiarkan seperti ini, kegiatan penangkapan tuna tinggal tunggu mati saja," imbuh Dwi.

Kondisi tersebut diperparah oleh anomali cuaca yang belum sepenuhnya pulih. Faktor alam yang sudah terjadi sejak tahun 2010 ini membuat ikan tuna masih agak susah ditangkap. Meski begitu, Dwi bilang, faktor ini sudah mulai berangsur membaik. Ia optimis populasi ikan tuna di lautan akan kembali pulih. "Sudah kembali prospektif, tinggal masalah biaya BBM saja yang harus diselesaikan," kata Dwi.

Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Victor Nikijuluw mengatakan pihaknya tidak bisa mengomentari masalah subsidi BBM yang dikeluhkan para pemilik kapal sebab penentuan kebijakan itu melibatkan banyak pihak. Namun, Ia melihat ada tren perubahan pola penangkapan tuna. Penangkapan tuna dengan menggunakan longline semakin berkurang karena tidak terlalu efektif. Biaya yang dikeluarkan dengan hasil tangkapan sering tidak sebanding.

Beberapa daerah seperti di Bitung, Sulawesi Utara dan Maluku bahkan sudah menggalakkan penangkapan tuna dengan menggunakan handline. Penangkapan handline ini banyak dilakukan oleh nelayan-nelayan kecil di sana. Kata Victor, penangkapan handline ini tidak memakan biaya yang besar, sebab waktu penangkapan sangat singkat yaitu sekitar satu hari saja. "Dengan waktu sehari, nelayan bisa membawa 1-2 ekor tuna," jelas Victor.

Konsumen tuna di beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS), Eropa dan Jepang juga menaruh apresiasi lebih pada ikan tuna yang ditangkap dengan menggunakan handline. Mereka menilai tuna hasil tangkapanlongline lebih mendukung sisi keberlangsungan sumber daya ikan di laut. Penangkapan tuna handline juga banyak diapresiasi karena banyak dilakukan oleh nelayan-nelayan kecil. Ketiga, penangkapan tuna handlinejuga meminimalisir terjadinya praktek penangkapan ikan ilegal di laut lepas (illegal fishing). "Kita berharap penangkapan tuna handline bisa mengkompensasi penurunan volume penangkapan skala besar," jelas Victor

No comments:

Post a Comment