Masuknya aliran dana asing ke pasar finansial domestik baik di bursa saham, pasar obligasi serta SBI mampu mendorong apresiasi rupiah. Masih adanya ketidakpastian apakah pemerintah dengan konggres akan mencapai kesepakatan mengenai kenaikan batas utang Amerika Serikat (AS) membuat dolar cenderung melemah terhadap mata uang utama dunia.
Pelemahan dolar AS mampu dimanfaatkan rupiah untuk menguat hingga dibawah level psikologis Rp 8.500 per dolar AS untuk pertama kalinya sejak 3 Maret 2004.
Ditransaksi pasar uang Rabu kemarin nilai tukar rupiah ditutup pada Rp 8.487 per dolar AS, atau menguat 20 poin (0,24 persen) dari penutupan kemarin. Dibulan Juli ini rupiah telah menguat 92 poin (1,07 persen). Sepanjang tahun ini rupiah juga menguat 508 poin (5,65 persen).
Pengamat pasar uang Farial Anwar mengatakan, penguatan rupiah sepanjang tahun ini tidak terlepas dari masuknya aliran hot money (uang panas) ke pasar finansial domestik. Dana – dana ini terus mengguyur ke bursa saham, pasar Surat Utang Negara (SUN) serta ke Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Tingginya imbal hasil yang bisa dipereolah para pengelola dana asing membuat mereka menyerbu Indonesia. Dengan berinvestasi dalam mata uang rupiah investor asing dapat memperoleh keuntungan ganda. “Dari selisih nilai tukar seiring terapresiasinya rupiah maupun keuntungan investasi mereka di SUN maupun di bursa saham,” tutur Farial.
Hingga akhir pekan ini rupiah masih berpotensi menguat hingga ke level 8.460 per dolar AS. Dan Jika mengalami koreksi akan tertahan di 8.510 per dolar AS. Farial juga memperkirakan rupiah bisa menguat ke level 8.400 per dolar AS sampai akhir tahun.
Berlanjutnya eforia dari keluarnya laporan keuangan semester 2011 membuat para investor masih sangat antusias berburu saham di bursa domestik. Tingginya ekspektasi laba perusahaan masih menjadi pemicu melonjaknya harga saham unggulan membuat indeks kembali mencetak rekor tertinggi baru.
Bank Indonesia (BI) yang membiarkan mata uangnya menguat juga turut menopang pergerakan rupiah. Dengan meningkatnya subsidi bahan bakar minyak seiring naiknya harga minyak yang kembali mendekati level US$ 100 per barel, bank sentral memberikan ruang bagi apresiasi rupiah untuk mengurangi biaya subsidi. Selain itu, naiknya harga barang – barang menjelang puasa dan lebaran dan pemerintah harus melakukan impor bisa tertolong dengan penguatan rupiah.
Jadi, masih menurut Farial, seharusnya bank sentral jangan menahan penguatan rupiah. “Karena dengan menguatnya rupiah akan meringankan beban subsidi dan bisa menekan inflasi,” imbuh Farial.
No comments:
Post a Comment