Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) pada tingkat 6,75 persen. Bank sentral melihat BI rate di level itu masih kondusif bagi upaya menstabilkan inflasi dan neraca pembayaran.
“Keputusan ini diambil setelah Dewan Gubernur melakukan assesment secara keseluruhan terhadap perkembangan makroekonomi,” kata Juru Bicara Bank Indonesia, Difi Ahmad Johansyah, seperti dikutip dari laman resminya, hari ini.
Difi mengatakan keputusan dewan gubernur mempertahankan suku bunga acuan ini diambil juga terkait dengan upaya meminimalkan risiko pembalikan modal asing. Stabilnya suku bunga juga diharapkan membantu pergerakan nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan mata uang lain di Asia.
Ke depan, kata Difi, bank sentral akan terus mewaspadai tekanan inflasi, khususnya yang bersumber dari harga komoditas internasional, peningkatan permintaan domestik, gangguan pasokan bahan pangan, dan kebijakan pemerintah terkait subsidi bahan bakar minyak. BI menargetkan inflasi Indonesia tahun ini berkisar 4 persen hingga 6 persen.
Meski Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan lalu mengalami deflasi 0,31 persen month to month, namun BI memandang risiko tekanan inflasi ke depan masih tinggi. “Inflasi volatile food tercatat relatif tinggi,” kata Difi.
BI melihat ada tren peningkatan pada inflasi inti. Pada bulan lalu, inflasi inti tercatat sebesar 4,62 persen year on year atau 0,25 persen month to month. BI menganalisis tiga hal yang membuat inflasi inti meningkat, yakni kenaikan harga komoditas internasional, tingginya ekspektasi inflasi, dan meningkatnya permintaan.
Bank sentral mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun ini mencapai angka 6,5 persen year on year. Angka tersebut ditopang oleh kinerja ekspor dan investasi yang meningkat. “Ekspor diperkirakan masih akan menjadi penopang pertumbuhan,” kata Difi.
No comments:
Post a Comment