Dalam beberapa waktu terakhir, banyak sekali suara-suara yang memperdebatkan soal bunga kredit yang masih terlalu tinggi. Dari berbagai lini, sesuai kepentingannya. Di sela-sela perdebatan itu, sering muncul kata inflasi, deflasi hingga pertumbuhan ekonomi. Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) memberikan penjelasan soal perdebatan tersebut. Kalangan dunia usaha ingin suku bunga acuan turun, agar bunga kredit bisa lebih rendah. Suku bunga turun, tapi perbankan masih mikir-mikir dengan berbagai macam pertimbangan.
Inflasi menjadi kebutuhan pada negara berkembang, seperti Indonesia. Harga yang naik, berarti permintaan masih sangat tinggi dan mendorong produsen menghasilkan barang lebih banyak. Maka, kegiatan perekonomian menjadi tumbuh dan bergairah. Namun, inflasi menjadi masalah ketika terlalu tinggi atau menyimpan risiko yang suatu waktu bisa membuat inflasi melonjak.
"Inflasi itu perlu tapi jangan terlalu tinggi," ungkap Mirza saat berbincang di tengah-tengah perjalanan ke Danau Kelimutu, Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (14/2016). Sekarang, inflasi Indonesia memang sudah menunjukan perbaikan, dengan realisasi 3,35% pada 2015. Akan tetapi, masih dihantui berbagai risiko. Terutama dari sisi pangan. Bila kondisi cuaca memburuk, maka produksi dan distribusi terganggu. Permintaan tinggi dan harga akan melonjak.
"Negara berkembang itu problemnya kurang barang. Tapi permintaan banyak. Makanya harga naik. Atasi itu ya tambahin barang, distribusi diperbaiki," terangnya. Mirza menyebutkan, level aman inflasi adalah 1-3%. Seperti yang terjadi pada negara tetangga, seperti Filipina, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Level tersebut harus berlangsung permanen dalam jangka waktu yang panjang.
"Kalau kita inflasi maksimal 3%, dan permanen," imbuhnya.
Dengan demikian, maka perbankan dapat memberikan bunga simpanan deposito pada rentang 4-5%. Masih lebih tinggi di atas inflasi, namun tidak ada risiko inflasi melonjak dan menggerus nilai dana simpanannya. Bunga kredit bisa diturunkan juga ke level di bawah 10%. "Kalau begitu, berarti pemilik deposito dibayar 5% atau 4% itu bisa happy. Kalau dia yakin inflasi tahun depan paling 2%-an juga. Kalau begitu bunga kredit 7-8% sudah pasti," kata Mirza.
Posisi deflasi pada suatu negara, bisa mengantarkan suku bunga acuan pada level negatif dan membuat bunga kredit lebih rendah. Akan tetapi, tak ada pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Ini tengah terjadi di negara-negara maju, seperti Jepang.
"Luar negeri problemnya deflasi. Di sana harga susah naik. Kenapa karena permintaan nggak naik-naik, maka harga produknya nggak bisa naik, maka turun. Saat turun, produsen jadinya kurangi produksi. Jadi Indonesia problemnya inflasi. Luar negeri itu deflasi dan resesi," papar Mirza.
"Jepang mengalami deflasi bertahun-bertahun. Dikasih bunga negatif, nggak naik juga. Banyak dari kita mengira suku bunga problem, tapi ternyata banyak negara yang suku bunga negatif pun ekonominya nggaknaik. Jadi pemahaman ekonomi kita komprehensif," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment