Setelah berhenti sejak tahun 2008 lalu, pembangunan 25 proyek listrik swasta, Independent Power Plant atau IPP, akhirnya bisa dilanjutkan lagi akhir Juli mendatang. Adapun 10 proyek lainnya diberi tenggat hingga Agustus mendatang untuk negosiasi ulang bersama PT Perusahaan Listrik Negara dan diverifikasi kembali oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Keputusan itu diambil Wakil Presiden Boediono saat memimpin rapat terbatas tentang proyek listrik swasta di Kantor Wapres, Jakarta, Jumat (4/6) lalu.
Dalam rapat itu antara lain hadir Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh, Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto, serta Direktur Utama PLN Dahlan Iskan.
”Dari 25 proyek, sebanyak 15 bisa dimulai pembangunannya akhir Juni, sedangkan 10 proyek masih dalam proses dan diberi batas waktu Agustus mendatang,” tandas Dahlan Iskan.
Menurut Dahlan, dari 15 proyek, sebanyak dua proyek sudah final, yaitu PLTU di Tanjung Pinang dan PLTU di Embalut. Namun, sebuah PLTU di Pulau Bangka dibatalkan karena harga beli listriknya terlalu rendah. ”Dua belas proyek lainnya dalam proses verifikasi BPKP,” tambahnya.
Pelibatan BPKP, menurut Juru Bicara Wapres Yopie Hidayat, untuk memastikan agar proyek listrik swasta tersebut tidak ada kolusi serta prosedurnya benar-benar dijalankan oleh PLN.
”Beberapa tahun lalu, proyek ini macet. Tidak ada pejabat yang berani menjalankan. Dengan melibatkan BPKP, diharapkan proyek dilanjutkan,” kata Yopie.
Wapres Boediono sebelumnya menginstruksikan PLN untuk melakukan renegosiasi dengan 25 perusahaan penyedia listrik swasta, di antaranya terkait pembelian daya listrik yang dihasilkan proyek swasta tersebut.
Manajer Bidang Pembangkitan PLN Pusat Penelitian dan Pengembangan Jonny Havianto dalam siaran pers akhir pekan lalu mengatakan, aktivitas reklamasi pantai utara Jakarta yang tidak terkendali dan tidak terintegrasi dengan kepentingan operasional pembangkit listrik PT PLN berpotensi mengganggu pasokan listrik ke Jakarta. Sebab, pembangkit listrik PLN di kawasan itu sangat mengandalkan air laut sebagai air baku menghasilkan listrik dan air pendingin mesin pembangkit.
”Sebagian besar reklamasi menimbun laut jadi daratan. Kenaikan temperatur air dan penurunan pasokan air pendingin ke pembangkit PLN dikhawatirkan bisa mengganggu kegiatan operasional pembangkit, terutama penurunan daya mampu pembangkit,” kata Jonny.
Saat ini terdapat tiga pembangkit besar milik PLN di kawasan pantai utara Jakarta. Dengan rincian, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Karang dengan kapasitas daya 1.375 megawatt (MW), PLTG dan PLTGU Priok dengan kapasitas 1.248 MW, serta PLTGU Muara Tawar berkapasitas 1.745 MW.
Ketiga pembangkit besar milik PLN itu merupakan tulang punggung kelistrikan Jakarta dan sistem Jawa-Bali.
No comments:
Post a Comment