Thursday, June 17, 2010

Pencairan Dana Memprihatinkan Manajemen Fiskal Lemah sejak 2005

Realisasi pencairan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2010 memprihatinkan karena hingga Mei 2010 belum ada peningkatan yang signifikan. Laju pencairan anggaran jauh lebih lambat dibandingkan dengan realisasi penerimaan negara.

”Jika dibandingkan data hingga Mei 2010, di sisi penerimaan negara lebih baik 2 persen dibandingkan tahun lalu. Namun, di sisi pengeluaran, itu sedikit lebih buruk dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” ungkap Menteri Keuangan Agus Martowardojo di Jakarta, Kamis (17/6), seusai Rapat Paripurna DPR yang mengagendakan Laporan Badan Anggaran tentang Hasil Pembicaraan Pendahuluan Rancangan APBN 2011.

Hingga 29 Mei 2010, realisasi penerimaan negara Rp 295,528 triliun atau 30 persen dari target penerimaan APBN Perubahan (APBN-P) 2010.

Adapun belanja negara mencapai 27,67 persen atau sekitar Rp 286,953 triliun. Artinya, lebih banyak dana yang tertumpuk di rekening ketimbang yang disalurkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Salah satu penyebabnya adalah proses sertifikasi pejabat penanggung jawab anggaran yang bermasalah. ”Sertifikasi itu belum semuanya (pejabat) mempunyai. Itu adalah prosedur yang baik. Namun, bisa memperlambat realisasi anggaran,” katanya.

Ketika membuka rapat terbatas yang membahas sistem jaminan sosial nasional di Kantor Presiden, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta pejabat pemerintah yang membahas alokasi anggaran dengan DPR berkonsultasi lebih intensif hingga ke tingkat Presiden.

Sinergi yang baik antara penganggaran pemerintah pusat dan daerah juga mesti diperkuat. ”Ketika membahas UU bersama DPR dan menyangkut anggaran, apalagi disebut sekian persen, harus benar-benar berkonsultasi dengan Menkeu, Menko Perekonomian, dan bahkan hingga Wapres dan Presiden,” ujarnya.

Efek stimulus rendah

Ekonom Hendri Saparini mengatakan, manajemen fiskal yang lemah masih terus terjadi sejak tahun 2005 hingga sekarang. Realisasi belanja negara yang mencapai 27,67 persen itu sudah termasuk belanja rutin sehingga jika anggaran belanja yang memiliki efek dorong pada perekonomian (seperti belanja modal dan barang) dipisahkan, realisasi penyerapannya jauh lebih rendah lagi.

”Akibatnya, realisasi belanja akan menumpuk di akhir tahun sehingga efek stimulusnya rendah. Apalagi APBN-P 2010 baru disahkan pada Mei 2010. Belum lagi insentif dan disinsentif untuk mendorong realisasi anggaran di daerah belum dilakukan maksimal,” tutur Hendri.

Ekonom Fadhil Hasan mengatakan, penyebab utama lambatnya penyerapan anggaran adalah ketidakharmonisan perencanaan dan pelaksanaan antara kementerian teknis dan Kementerian Keuangan, termasuk persetujuan DPR yang berlarut-larut.

”Namun, belum ada upaya sungguh-sungguh untuk mengatasi hal itu. Kalau tidak ada perubahan yang signifikan, maka setiap tahun akan selalu timbul masalah daya serap anggaran yang rendah,” ungkapnya.

No comments:

Post a Comment