Thursday, June 17, 2010

Ketergantungan Indonesia Pada Garam Impor Semakin Tinggi

Ketergantungan garam impor semakin tinggi seiring pertumbuhan industri kimia dan pangan. Kesenjangan yang terjadi antara suplai dan permintaan merupakan peluang yang perlu dijembatani melalui program kerja sama pihak pengguna dan pemasok bersama petani garam.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengungkapkan hal itu dalam penandatanganan nota kesepahaman pembangunan industri garam antara Cheetham Salt Limited (Australia) dan Kabupaten Nagekeo (Nusa Tenggara Timur) di Jakarta, Kamis (17/6). Penandatanganan dilakukan oleh CEO Cheetham Andrew Speed dan Bupati Nagekeo Yohanis Samping Aoh dengan disaksikan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad dan Duta Besar Australia untuk Indonesia.

Kerja sama ini dirintis sejak tahun 2008 dengan pembukaan lahan 2.100 hektar, yang merupakan salah satu program Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk meningkatkan produksi garam nasional. Produktivitas garam di daerah ini diperkirakan mencapai 100 ton per hektar per musim atau produksi garam sebanyak 200.000 ton.

Hidayat menyatakan keprihatinannya karena Indonesia yang memiliki garis pantai sekitar 90.000 kilometer masih harus bergantung pada garam impor dari Australia, Jerman, dan India. Dari perhitungan Kemenperin, kebutuhan garam antara lain untuk konsumsi rumah tangga, industri makanan dan minuman, pengeboran minyak, ataupun industri chlor alkali plant (CAP) tahun 2010 diperkirakan mencapai 3 juta ton.

”Kebutuhan garam diperkirakan akan naik menjadi 5 juta ton tahun 2015 seiring pertumbuhan industri kimia dan pangan. Di sisi lain, kemampuan pasok kita hanya 1 juta hingga 1,4 juta ton per tahun. Ada defisit kebutuhan garam yang harus diperoleh dari impor,” ungkap Hidayat.

Ketimpangan antara pasokan dan kebutuhan garam akan kian besar. Kondisi ini menjadi gugatan antara Kemenperin dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Apalagi, pasokan itu baru diperoleh dari pemanfaatan lahan potensial 20.000 hektar.

Selama kurun waktu enam tahun harga garam meningkat. Hidayat menyebutkan, tahun 2000 harga garam hanya Rp 150.000 per ton. Tahun 2009, harga garam mencapai Rp 330.000-Rp 350.000 per ton. Harga ini lebih tinggi dibandingkan harga garam internasional yang berkisar 20-30 dollar AS per ton.

No comments:

Post a Comment