Saturday, June 5, 2010

Ditjen Pajak Akan Mempercepat Penyidikan Kasus Pajak

Saat ini Direktorat Jenderal Pajak mempercepat penyelesaian penyidikan atas dugaan tindak pidana perpajakan yang melibatkan PHS Group dan akan segera melimpahkan berkasnya kepada kejaksaan. Kerugian negara akibat kasus ini Rp 300 miliar.

Demikian dikatakan Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak M Iqbal Alamsjah dalam siaran pers tertulisnya di Jakarta, Jumat kemarin.

Sebelumnya, Senin (31/5), Menteri Keuangan Agus Martowardojo dan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Tjiptardjo mendatangi Kantor Kejaksaan Agung.

Mereka bertemu dengan Jaksa Agung Hendarman Supandji dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus M Amari selama sekitar dua jam.

Amari waktu itu menyebutkan, pertemuan diisi dengan ekspos atau gelar perkara pajak yang sedang disidik Ditjen Pajak. Perkara itu berkaitan dengan produsen dan eksportir minyak kelapa sawit PT PHS.

Menkeu dan Dirjen Pajak memaparkan kasus posisi perkara tersebut, termasuk siapa saja yang terlibat di dalamnya.

”Kita lihat, apakah ada korupsinya atau hanya perpajakan. Nanti kami pelajari dulu, hasilnya dalam 10 hari ini,” kata Amari.

Ditjen Pajak sudah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Kejagung. Dalam SPDP itu disebutkan beberapa tersangka yang, menurut Amari, berasal dari pihak swasta.

Amari menambahkan, pengkajian di Kejagung dilakukan Bidang Tindak Pidana Umum untuk perkara perpajakannya, sementara Bidang Tindak Pidana Umum untuk perkara korupsinya.

Kejahatan serius

Ditanya soal seberapa penting perkara itu sampai-sampai Menkeu perlu ekspos atau gelar perkara di depan Jaksa Agung, Amari menjawab, ”Secara keseluruhan, perkara ini besar. Nilainya bisa Rp 1,6 triliun. Tetapi, yang sudah ditangani baru kecil-kecil. Masih sangat mentah.”

Iqbal Alamsjah menyebutkan, kasus yang melibatkan PHS Group berawal dari ditemukannya bukti permulaan yang kemudian ditindaklanjuti dengan proses penyidikan terhadap 14 wajib pajak penerbit faktur pajak tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya (fiktif).

”Lima wajib pajak telah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan serta telah dinyatakan bersalah merugikan keuangan negara total Rp 156,4 miliar,” ungkap Iqbal.

Sementara itu, lanjutnya, berkas perkara tiga wajib pajak sedang dalam penyempurnaan setelah dinyatakan P-19 oleh kejaksaan, dengan total potensi kerugian negara Rp 44 miliar.

”Enam wajib pajak lainnya saat ini masih dalam proses penyidikan, yang berkas perkaranya segera dilimpahkan kepada kejaksaan,” ujar Iqbal.

Ia menjelaskan, penyidikan atas PHS Group dilakukan karena kelompok usaha ini terbukti memanfaatkan faktur pajak fiktif yang diterbitkan wajib pajak yang telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan negeri.

Lebih lanjut Iqbal mengatakan, berdasarkan pengembangan penyidikan yang sedang berjalan, terungkap adanya kerugian negara dengan perhitungan sementara Rp 300 miliar, meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk tahun pajak 2006 sampai Juli 2008.

”Perbuatan seperti yang dilakukan oleh PHS Group, menggunakan faktur pajak fiktif untuk tujuan mendapatkan restitusi, adalah kejahatan yang sangat serius,” papar Iqbal.

Dalam kaitan itu, lanjutnya, Ditjen Pajak mengharapkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk DPR.

No comments:

Post a Comment