Monday, March 20, 2017

Kekayaan 4 Milyarder Indonesia Setara Dengan Kekayaan 100 Juta Rakyat Miskin

Oxfam, organisasi nirlaba yang fokus pada pembangunan penanggulangan bencana dan advokasi melansir, kekayaan kolektif empat orang terkaya di Indonesia, yang tercatat sebesar US$25 miliar, setara dengan kekayaan 100 juta orang termiskin.

"Kami harap, laporan tersebut dapat mendukung pesan betapa penting dan mendesaknya penurunan ketimpangan," ujar juru bicara Oxfam Indonesia Dini Widiastuti, mengutip Antara, Kamis (23/2).

Oxfam dan International NGO Forum on Indonesia Development (lNFlD) merilis laporan tentang ketimpangan di Indonesia dengan judul "Menuju Indonesia yang Lebih Setara" sebagai upaya memberikan kontribusi pemikiran terhadap penurunan ketimpangan di Indonesia.

Dalam laporan itu disebutkan orang terkaya di Indonesia dalam waktu satu hari dapat meraup bunga dari kekayaannya lebih dari seribu kali lipat jumlah pengeluaran rakyat Indonesia termiskin untuk kebutuhan dasar mereka selama satu tahun penuh. "Jumlah uang yang diperoleh setiap tahun dari kekayaannya cukup untuk menghapus kemiskinan ekstrem di Indonesia," tulis laporan tersebut.

Dalam laporan ini terdapat berbagai rekomendasi untuk pemerintah dan swasta dalam memastikan komitmen dan upaya mereka untuk menurunkan ketimpangan secara efektif, termasuk memastikan tidak ada kelompok yang tertinggal.

Terkait ketimpangan, Oxfam dan INFID merekomendasikan penyusunan rencana nasional yang mampu memperlihatkan penanganan ketimpangan dan mencapai target menurunkan koefisien gini, termasuk antara daerah dan perkotaan. Sebagaimana diketahui, capaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Indonesia belum diimbangi dengan pembagian pendapatan yang lebih merata.

Dalam 20 tahun terakhir, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil, dan proporsi masyarakat yang hidup dalam kemiskinan ekstrem telah berkurang dari 40 persen menjadi sekitar 8 persen. Namun, kesenjangan antara kaum sangat kaya dan penduduk lainnya di lndonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.

Melebarnya kesejangan antara kekayaan orang super kaya dan kelompok masyarakat lainnya tersebut adalah ancaman serius pada kesejahteraan rakyat, karena jika tidak segera diatasi akan menyebabkan ketidakstabilan di masyarakat, serta menghambat upaya pemerintah menurunkan kemiskinan.

"Indonesia menghadapi tantangan ketimpangan yang multidimensi. Namun, Presiden Joko Widodo memiliki kesempatan untuk membuktikan Indonesia dapat menjadi negara yang memimpin perjuangan global melawan ketimpangan," terang Direktur Advokasi dan Kampanye Oxfam lntenasional Steve Price Thomas.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mempertanyakan laporan Oxfam, organisasi nirlaba yang fokus pada pembangunan penanggulangan bencana dan advokasi, terkait kondisi ketimpangan di Indonesia. Laporan itu menyebutkan bahwa aset kolektif empat miliarder melampaui harta kekayaan 100 juta orang termiskin di Indonesia.

Dalam laporan tentang ketimpangan di Indonesia bertajuk Menuju Indonesia yang Lebih Setara yang dirilis kemarin, Oxfam melansir, kekayaan kolektif empat orang terkaya di Indonesia mencapai US$25 miliar. "Datanya kok gawat benar itu. Masak empat orang menguasai kekayaan setara dengan 40 persen orang termiskin di Indonesia. Saya rasa, perlu klarifikasi," ujarnya, saat ditemui di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jumat (24/2).

Sebagai gambaran, apabila US$25 miliar setara dengan kekayaan 100 juta penduduk termiskin, berarti rata-rata harta kekayaan per penduduk hanya US$250 atau setara dengan Rp3,35 juta (kurs Rp13.400 per dolar AS). Di saat bersamaan, Darmin dapat menerima kalau laporan tersebut menyebutkan tahun lalu, sebanyak satu persen individu terkaya di Indonesia atau 2,5 juta penduduk terkaya menguasai hampir separuh (49 persen) total kekayaan penduduk.

"Kalau dikatakan satu persen saja, disitu saya baca, penduduk Indonesia menguasai 50 persen kekayaan mungkin ada benarnya," terang dia. Kendati demikian, Darmin tak menampik ketimpangan kekayaan penduduk Indonesia kian melebar sejak krisis moneter pada 1997-1998 silam. Namun, dalam satu tahun terakhir, koefisien gini Indonesia turun tipis menjadi 0,394 dari 0,4.

"Pemerintah memang sudah melakukan serangkaian kebijakan untuk memperbaiki (ketimpangan) itu," tandasnya

No comments:

Post a Comment