Friday, April 25, 2014

Cara Mengelapkan Pajak Di Sektor Keuangan Melalui Agresive Tax Planning

Peneliti Kebijakan Publik dari Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan, memperkirakan bank dan lembaga keuangan menjadi salah satu sektor bisnis yang mengemplang pajak cukup besar. Menurut dia, dalam setahun kejahatan pajak oleh bank dan lembaga keuangan menyebabkan kerugian negara Rp 10-12 triliun.

Apa modus yang biasa dilakukan pengelola bank dan lembaga keuangan seperti asuransi atau perusahaan investasi?

Menurut Menurut Maftuchan, modus yang sering digunakan adalah penghindaran pajak dengan metode rencana perpajakan agresif (agresif tax planning). Para pengelola bank dan lembaga keuangan biasa menghindari pajak badan dengan memasukan belanja yang tidak masuk akal sehingga seolah-olah perusahaannya merugi.

"Modus itu biasa digunakan karena bisa mengakali aturan pajak yang ada," kata Maftuchan dalam diskusi kasus pajak Hadi Poernomo dan PT Bank Central Asia di Jakarta, Jumat, 25 April 2014. Namun Maftuchan tidak mau menyebutkan bank apa yang diduga mengemplang pajak. Dia hanya menegaskan praktik tersebut sering dilakukan oleh bank skala kecil maupun besar serta lembaga keuangan seperti asuransi dan perusahaan investasi.

Ketua Pengurus Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Bidang Pengkajian dan Pengembangan, Raden Pardede, meminta tuduhan ini disertai bukti. "Jangan hanya menuding, dilihat lagi dari segala sisi," kata dia.  Raden menyatakan, sistem pajak di Indonesia belum sempurna sehingga harus ada perbaikan dari segala pihak. "Ya petugas pajaknya, ya sistemnya, wajib pajak juga, semuanya harus berbenah," kata Raden.

Peneliti kebijakan publik dari Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan, memperkirakan bank dan lembaga keuangan mengemplang pajak dan menyebabkan kerugian negara Rp 10-12 triliun setiap tahun. "Bank dan lembaga keuangan menjadi sektor yang paling rawan karena sulit dideteksi oleh penegak hukum," katanya dalam diskusi kasus pajak yang melibatkan Hadi Poernomo dan PT Bank Central Asia di Jakarta, Jumat, 25 April 2014.

Menurut Maftuchan, modus yang sering digunakan dalam menghindari pajak adalah dengan metode rencana perpajakan agresif (aggressive tax planning). Menurut dia, modus itu digunakan karena bisa mengakali aturan pajak yang ada.  Namun Maftuchan tidak mau menyebutkan nama bank yang diduga mengemplang pajak. Dia hanya menegaskan bahwa praktek tersebut sering dilakukan oleh bank skala kecil dan besar serta lembaga keuangan, seperti asuransi dan perusahaan investasi. "Sangat banyak yang melakukan praktek itu," katanya.

Demi memperkecil kerugian negara akibat kejahatan perpajakan, Maftuchan meminta dilakukan perbaikan peraturan dan perubahan struktural pada otoritas pajak. Maftuchan juga mendesak agar dilakukan reformasi di Pengadilan Pajak. "Pengadilan Pajak menjadi anomali. Dia lembaga yudikatif namun berada di bawah lembaga eksekutif. Menjadi tabir gelap yang harus segera diubah."

Ketua Pengurus Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Bidang Pengkajian dan Pengembangan Raden Pardede meminta tuduhan ini disertai bukti. "Jangan hanya menuding, dilihat lagi dari segala sisi," tuturnya . Raden menyatakan sistem pajak di Indonesia belum sempurna, sehingga harus ada perbaikan dari segala pihak. "Ya petugas pajaknya, ya sistemnya, wajib pajak juga, semuanya harus berbenah," kata Raden.

No comments:

Post a Comment