Tuesday, April 29, 2014

Industri Telekomunikasi Paling Banyak Menipu Konsumen

Lembaga Konsumen Yogyakartamenemukan dugaan pelanggaran oleh penyedia jasa layanan telekomunikasi terhadap konsumen. Hasil kajian Lembaga Konsumen Yogyakarta selama Maret hingga April 2014 menunjukkan konsumen pengguna jasa layanan telekomunikasi banyak tertipu. Ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta, J. Widijantoro, mengatakan selama dua bulan itu terdapat 67 aduan dari masyarakat tentang penipuan oleh penyedia jasa layanan telekomunikasi. Dia memperkirakan jumlah pengguna jasa telekomunikasi yang dirugikan mencapai ratusan. Sebab, tidak semua konsumen sadar untuk kritis menuntut hak mereka yang dilanggar oleh penyedia jasa layanan telekomunikasi.

“Keberadaan konsumen lemah karena pemerintah tidak memberikan jaminan perlindungan,” kata dia dalam diskusi Media dan Konsumen di Era Digital di Bumbu Desa Yogyakarta, Selasa, 29 April 2014. Diskusi ini digagas oleh Lembaga Konsumen Yogyakarta bersama Consumer International. Ia mencontohkan beberapa aduan dari masyarakat. Di antaranya adalah pulsa yang tersedot untuk penggunaan internet, hitungan tarif telekomunikasi yang tidak menjanjikan, dan penipuan melalui pesan pendek dan telepon seluler. Penipuan melalui pesan pendek, misalnya orang mengirim pesan ke pengadu tentang hadiah cek tunai dari Bank Rakyat Indonesia, hadiah cek tunai dari Telkomsel.

Menurut J. Widijantoro, temuan Lembaga Konsumen Yogyakarta tentang penipuan melalui jasa telekomunikasi itu bukan hal baru. Hasil kajian Lembaga Konsumen Yogyakarta, setidaknya kasus ini telah terjadi tiga tahun lalu. Selain penipuan lewat pesan pendek, Lembaga Konsumen Yogyakarta juga mencatat adanya penipuan terhadap masyarakat lewat jejaring media sosial. Pengadu tertipu senilai Rp 20 juta setelah berkenalan dengan seseorang di media sosial. Penipu itu mengirim barang dan meminta korban untuk membayar jasa pengambilan paket barang karena harus melewati kantor imigrasi.

J. Widijantoro mengatakan sejumlah persoalan jasa telekomunikasi itu muncul karena pemerintah tidak tegas menerapkan aturan tentang jasa layanan komunikasi. Dia berpandangan Peraturan Menteri Komunikasi tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Telepon Dasar pada Jaringan Bergerak Seluler tidak efektif. “Pengawasan oleh pemerintah lemah,” kata dia. Ini dibuktikan dengan semakin banyaknya keluhan pengguna jasa layanan telekomunikasi. Misalnya pada kasus penyedotan pulsa yang merugikan konsumen.

Direktur Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Perdagangan, Widodo, berharap pelaku usaha jasa telepon seluler meningkatkan kesadaran etis. Dia mengatakan banyak keluhan dari konsumen atas penyelenggaraan pelayanan jasa telepon seluler. "Badan Perlindungan Konsumen mencatat setidaknya ada empat keluhan, yaitu spamming, berkurangnya pulsa, pemberian data konsumen tanpa izin dan kualitas pelayanan provider tidak penuhi standar," katanya saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa, 2 April 2014.

Widodo mengatakan spamming, yaitu masuknya panggilan dan SMS yang tidak dikehendaki konsumen, dinilai sangat mengganggu oleh pengguna jasa telepon seluler. Spamming tersebut juga dikeluhkan karena terdapat sejumlah biaya yang harus dibayar akibat roaming. Kedua, berkurangnya uang konsumen akibat fitur-fitur yang dikirimkan secara otomatis oleh pengusaha jasa telepon tidak memberi kesempatan konsumen untuk menolak.

Selanjutnya, banyak konsumen yang mendapat sms iklan karena adanya pemberian data pribadai konsumen kepada pihak tertentu tanpa ijin pengguna jasa telekomunikasi. Menurut Widodo, permasalahan pelayanan telepon seluler akan semakin kompleks di masa mendatang jika tidak ada perubahan kebijakan pengaturan, penegakan regulasi dan peningkatan kesadaran etis pelaku usaha. Widodo menilai Indonesia adalah pasar potensial bagi bisnis telekomunikasi. Sayangnya, jumlah pelanggan seluler ini tidak diimbangi dengan meningkatnya pelayanan dan perlindungan konsumen jasa telekomunikasi.

Dia mengatakan saat ini terdapat 11 perusahaan provider penyelenggara jasa telekomunikasi seluler di Indonesia. "Jumlah perusahaan seluler yang cukup banyak ini di satu sisi diharapkan terjadi persaingan sehat sehingga konsumen memperoleh pilihan dan harga yang sesuai. Namun di satu sisi memiliki potensi persaingan tidak sehat yang merugikan konsumen," katanya.

No comments:

Post a Comment