Friday, April 11, 2014

Tiga Poin Baru Kesepakatan Pemerintah dan PT. Freeport

Pemerintah dan PT Freeport telah menyepakati beberapa poin dalam negosiasi ulang kontrak karya pertambangan. Poin yang disepakati, menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, R. Sukyar, adalah luas wilayah tambang, kenaikan royalti menjadi 3,75 persen dan rencana pembangunan smelter. "Negosiasi masih dilakukan," ujarnya, Jumat, 11 April 2014.

Meski telah menyepakti beberapa poin dalam negosiasi, kata dia, Freeport belum sepakat menyangkut divesatsi saham. "Masalah divestasi kami belum deal," kata Sukyar. Dia menjelaskan, pemerintah akan mendesak perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu melepas 30 persen saham kepada Indonesia. Angka ini lebih rensdah dari ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang kewajiban divestasi sebanyak 51 persen saham.

Menurut Sukyar, permintaan hanya mendivestasikan 30 persen saham karena Freeport masih membutuhkan investasi tambang bawah tanah di Grasberg, Papua. "Pemerintah mintanya 30 persen. 51 persen itu kan angka maksimum tergantung investasinya."

Sebelumnya, Sukyar menyatakan, pemerintah akan memperpanjang kontrak Freeport yang akan berakhir 2021 asalkan peruahaan itu melepas 30 persen sahamnya. Sampai saat ini manajemen Freeport belum menyatakan setuju atau tidak atas permintaan pemerintah tersebut.

Pemerintah akhirnya melunak dalam melakukan renegosiasi kontrak dengan PT Freeport Indonesia. Dalam hal divestasi, pemerintah bersedia menerima 30 persen dan menjanjikan perpanjangan kontrak setelah kontrak berakhir 2021.

Pertimbangannya, kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, R. Sukyar, adalah keseriusan Freeport dalam berinvestasi. “Kalau dia sungguh-sungguh, investasi ini akan jadi pertimbangan pemerintah,” kata Sukhyar ketika dihubungiTempo, Selasa lalu. Investasi tersebut mengacu pada rencana pembangunan smelter dan tambang bawah tanah.

Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, perusahaan tambang wajib melakukan divestasi 51 persen sahamnya. Menurut Sukyar, divestasi 51 persen dilakukan jika Freeport tidak melakukan pengolahan dan pemurnian. "Ditambah lagi, Freeport akan mengembangkan tambang bawah tanah,” kata dia.

Pertimbangan lain, jika pemerintah mengambil saham dalam jumlah besar, bagi hasil atau dividen yang dikembalikan tentu besar pula. Namun efeknya, investasi untuk pengembangan tambang akan terbatas. Menanggapi kabar ini, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik B. Soetjipto, mengatakan pembicaraan mengenai divestasi belum final. “Freeport sudah menyampaikan ke pemerintah, tapi hingga saat ini keputusannya belum ada yang formal,” kata Rozik saat dihubungi .

Menurut dia, pembahasan masih menunggu ketentuan penghitungan pengembalian investasi tambang bawah tanah yang terintegrasi dengan pabrik. Namun, dia menegaskan, perusahaan tetap berpegang pada kontrak karya. Adapun mengenai pembangunansmelter, “Kami sudah kerja sama dengan Antam dan masih review studi kelayakan.”

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa akhirnya bicara soal negosiasi ulang kontrak karya PT Freeport Indonesia. Menurut dia, proses negosiasi masih berlangsung. "Namanya juga renegosiasi, namun dipastikan bahwa belum ada perpanjangan sama sekali," ujarnya, ketika ditemui dikantornya, Jumat, 11 April 2014.

Dia mengatakan, kebijakan yang bersifat strategis sebaiknya dibahas oleh pemerintahan baru. Hatta mengingatkan pembahasan renegoisasi kontrak masih panjang dan belum akan rampung dalam waktu dekat. Hatta kembali mengingatkan kepada semua pihak untuk tidak terburu-buru membahas renegoisasi kontrak dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu. "Sebaiknya dibahas bersama sangat dalam."

Kontrak Karya PT Freeport Indonesia akan selesai pada 2021 mendatang. Sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, perusahaan pemegang kontrak karya pertambangan harus berubah jenis kontrak usahanya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Kontraktor juga harus menyepakati sejumlah poin sesuai ketentuan, antara lain menyangkut luas wilayah tambang, royalti, divestasi saham dan pembangunan smelter.

No comments:

Post a Comment